Hukum dan Kriminal Surabaya
Jumlah Tersangka Kasus Korupsi Kemenag Bisa Bertambah
Jaksa dari Kejari Surabaya telah melimpahkan berkas perkara kepada Pengadilan Tipikor pada Kamis (10/12/2015) lalu.
Penulis: Zainuddin | Editor: Parmin
SURYA.co.id | SURABAYA - Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Surabaya segera menyidangkan dugaan korupsi yang melibatkan mantan Kepala Kemenag Surabaya, Saifullah Anshari.
Jaksa dari Kejari Surabaya telah melimpahkan berkas perkara kepada Pengadilan Tipikor pada Kamis (10/12/2015) lalu.
Ada dua berkas sangat tebal yang dikirim ke Pengadilan Tipikor. Dua berkas bersampul warna merah ini dibawa sendiri oleh jaksa yang menangani, Feri Rahman ke Pengadilan Tipikor.
Kepala Kejari Kajari Surabaya, Didik Farkhan Alisyahdi menyatakan kasus ini baru ada satu tersangka, yaitu Saifullah. Meskipun telah masuk ke pengadilan, jumlah tersangka masih bisa bertambah.
Memang dalam pemeriksaan saksi, belum ada indikasi keterlibatan tersangka lain.
“Kami masih menunggu fakta persidangan. Bisa saja ada tambahan tersangka berdasar fakta persidangan itu,” kata Didik.
Saifullah dijerat dengan Pasal 2, dan Pasal 3 UU 20/2001 tentang Tipikor. Bila terbukti bersalah dalam kasus ini, Saifullah akan mendekam di penjara maksimal empat tahun.
Mantan wartawan ini belum mendapat informasi soal jadwal sidang perdana kasus ini. Pihaknya masih menunggu jadwal dari Pengadilan Tipikor. Biasanya sidang perdana akan digelar tidak lama setelah berkasnya dilimpahkan.
“Bisa sepekan atau dua pekan. Semua tergantung jadwal di pengadilan,” tambahnya.
Saifullah diduga menyalahgunakan dana operasional di Kemenag Surabaya pada 2013 dan 2014. Penyalahgunaan dana ini terjadi di lima seksi, yaitu Seksi Pendma, Seksi PHU, Seksi Pais, Seksi PD Pontren, dan Seksi Bimas.
Dana diperuntukkan kegiatan di seluruh KUA se Surabaya diduga juga disalahgunakan.
Selama memimpin Kemenag Surabaya, Saifullah mengeluarkan kebijakan pemotongan sebesar 30 persen. Saifullah beralasan dana itu akan digunakan untuk dua kepentingan pembayaran pajak 5 persen, dan 25 persen untuk kegiatan yang tidak disokong kas negara.
Tapi Saifullah diduga menggunakan dana itu untuk kepentingan pribadinya. Akibat kebijakan ini, negara dirugikan sekitar Rp 668 juta.