Said Abdullah Minta Pemerintah Pusat dengarkan Aspirasi Daerah setelah DPR Tambah TKD Rp43 Triliun

Said Abdullah minta pemerintah pusat dan daerah duduk bersama bahas TKD 2026 demi keadilan fiskal dan efisiensi anggaran.

Editor: Adrianus Adhi
Tribun Jatim/Yusron Naufal
Ketua Banggar DPR, Said Abdullah 

Ringkasan Berita:Ketua Banggar DPR RI Said Abdullah menanggapi protes pemda atas turunnya alokasi TKD dalam RAPBN 2026. Ia menilai aspirasi tersebut wajar dan mendorong dialog terbuka. TKD diusulkan Rp649,9 triliun dan dikoreksi DPR menjadi Rp692,9 triliun. Said menekankan pentingnya transparansi, efisiensi, dan keadilan fiskal, serta mendorong solusi berbasis UU HKPD agar tidak terjadi kesalahpahaman antara pusat dan daerah.

SURYA.co.id - Ketua Badan Anggaran (Banggar) DPR RI, Said Abdullah, menanggapi protes sejumlah pemerintah daerah terkait berkurangnya alokasi dana transfer ke daerah (TKD) dalam RAPBN 2026.

Ia menilai aspirasi tersebut wajar dan harus disikapi secara bijak melalui dialog terbuka.

“Situasi ini memicu aspirasi dari pemda agar alokasi TKD tidak dipotong. Tentu saja aspirasi seperti ini wajar dan seirama dengan semangat Kemendagri serta Kemenkeu untuk menanggapinya secara bijak dan dialogis,” ujar Said di Jakarta, Senin (13/10/2025).

Said menjelaskan, alokasi TKD dalam APBN 2026 memang lebih rendah dibanding tahun sebelumnya. Dari Rp919,9 triliun pada 2025, turun menjadi Rp848,5 triliun karena efisiensi anggaran.

“Dalam RAPBN 2026, pemerintah mengusulkan TKD sebesar Rp649,9 triliun, lalu Banggar DPR menambahkannya menjadi Rp692,9 triliun setelah pembahasan. Jadi, memang ada koreksi positif sebesar Rp43 triliun dari usulan awal,” kata dia.

Ia menegaskan, penurunan anggaran tidak boleh diartikan sebagai pemangkasan otonomi daerah. Transparansi dan koordinasi antara pusat dan daerah harus dijaga.

“Tidak perlu saling menyalahkan, karena itu justru kontraproduktif. Pemerintah pusat dan daerah harus sama-sama menjaga transparansi serta memperkuat koordinasi,” tegas dia.

Menurut Said, otonomi daerah di Indonesia bersifat pemberdayaan dari pemerintah pusat, berbeda dengan sistem negara federal.

“Dalam negara kesatuan, pemerintah pusat membentuk daerah dan memberikan kewenangan secara proporsional. Semangatnya adalah memberdayakan daerah dalam kerangka pemerintahan yang demokratis,” jelas dia.

Ia juga menekankan bahwa kewenangan pemerintah pusat dalam menyusun TKD tidak bersifat mutlak, melainkan terikat oleh Undang-Undang Hubungan Keuangan Pemerintah Pusat dan Daerah (UU HKPD).

“Kewenangan pemerintah pusat dalam menyusun TKD tidak bersifat mutlak. Pemerintah pusat terikat dengan seluruh ketentuan yang diatur dalam UU HKPD,” ujar dia.

Said menjelaskan, pengelolaan keuangan pusat dan daerah bersifat asimetris, menyesuaikan karakteristik masing-masing wilayah.

“Karena sifat otonomi kita asimetris, maka pembagian kewenangan dan dana juga tidak bisa seragam. Ada daerah seperti Yogyakarta, Aceh, atau Papua yang punya kekhususan tersendiri,” kata politisi asli Sumenep ini.

Ia juga menyoroti masalah pencairan dana yang lambat dan birokrasi yang rumit, yang membuat banyak daerah menyimpan dana di bank.

“Banyak daerah yang menyimpan dana di bank bukan karena tidak mau menyerap, tapi karena pencairan dan koordinasi dari pusat sering terlambat. Ini perlu diselesaikan dengan komunikasi yang lebih intensif,” ucap dia.

Sumber: Surya Cetak
Halaman 1 dari 2
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved