Berita Viral
Siapa Syamsul Jahidin? Satpam yang Gugat UU Polri ke MK, Sempat Gugat Tunjangan Pensiun Anggota DPR
Inilah sosok Syamsul Jahidin, satpam sekaligus advokat asal Mataram yang gugat UU Polri ke Mahmakah Konstitusi (MK).
Penulis: Putra Dewangga Candra Seta | Editor: Putra Dewangga Candra Seta
Ringkasan Berita:
- Syamsul Jahidin, satpam sekaligus advokat asal Mataram, menggugat UU Polri ke MK karena menilai pasalnya membuka ruang komersialisasi pengamanan swakarsa.
- Ia menilai profesi satpam dibebani biaya tinggi pelatihan, namun hak dan kesejahteraannya tak sepadan.
- Dalam petitumnya, Syamsul meminta frasa “badan usaha di bidang jasa pengamanan” dihapus karena bertentangan dengan UUD 1945.
SURYA.co.id - Langkah berani datang dari Syamsul Jahidin, seorang satpam asal Mataram yang juga dikenal sebagai advokat dan akademisi hukum.
Ia resmi mengajukan uji materi terhadap Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia ke Mahkamah Konstitusi (MK).
Figur ini bukan nama baru di dunia hukum, sebab sebelumnya ia sempat menggugat aturan tunjangan pensiun seumur hidup bagi anggota DPR, yang dinilainya tidak adil bagi rakyat biasa.
Syamsul menyoroti frasa “dan badan usaha di bidang jasa pengamanan” pada Penjelasan Pasal 3 ayat (1) huruf c UU Polri, yang menurutnya membuka peluang praktik komersialisasi di bidang pengamanan swakarsa.
“Ketentuan norma pasal a quo jelas telah digunakan untuk membenarkan tindakan-tindakan para pejabat Polri untuk menjadi pengusaha aktif terorganisir,” ujar Syamsul di sidang MK, Rabu (29/10/2025), melansir dari Tribunnews.
Ia mengaku kecewa karena profesi satpam, yang seharusnya memberi rasa aman dan kesejahteraan, justru terbebani sistem yang dianggap kapitalistik.
Sebelum menjadi satpam, Syamsul wajib mengikuti pelatihan Gada Pratama seharga Rp4 juta, dan untuk naik jenjang seperti chief atau manajer, ia harus menempuh Gada Utama yang biayanya mencapai Rp13,5 juta.
Menurutnya, beban biaya tersebut tidak sebanding dengan hak dan gaji satpam, sehingga menciptakan ketimpangan hukum dan sosial.
Dalam petitumnya, Syamsul meminta MK menyatakan frasa tersebut tidak memiliki kekuatan hukum mengikat karena bertentangan dengan UUD 1945.
Ia juga mengusulkan tafsir baru agar pengamanan swakarsa dimaknai sebagai bentuk perlindungan yang tumbuh dari kesadaran masyarakat, bukan ruang bisnis yang dikendalikan kepolisian.
Sidang dipimpin oleh Hakim Konstitusi Saldi Isra, dengan anggota Ridwan Mansyur dan Arsul Sani.
Arsul menyoroti masa berlaku Kartu Tanda Anggota (KTA) Syamsul yang telah kedaluwarsa sejak 2021.
Meski demikian, Syamsul menegaskan dirinya masih aktif bekerja sebagai satpam, sembari menjadi advokat dan melanjutkan studi pascasarjana.
Sosok Syamsul Jahidin
Pria kelahiran Mataram ini adalah managing partner di ANF Law Firm dan juga seorang pengacara konstitusional.
Ia menempuh pendidikan hukum dan komunikasi di beberapa universitas ternama: Universitas Muhammadiyah, STAI Sabili Bandung, Sekolah Tinggi Hukum Militer (STHM), dan Universitas Borobudur.
Sertifikasinya yang panjang, mulai dari CIRP hingga C.Med—menunjukkan penguasaan di bidang litigasi, kepailitan, dan mediasi.
Kepada Tribunnews, ia menegaskan:
“Hingga saat ini saya memegang sertifikasi sebagai assesor atau penguji dan penilai dari Sertifikasi LSP PP Polri, menguji kelayakan personel Satpam,” ujarnya, Kamis (30/10/2025).
Bukan Gugatan Pertama
Syamsul juga pernah menggugat Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1980 tentang Asas-Asas Pemerintahan yang Baik, menentang pemberian tunjangan pensiun seumur hidup bagi anggota DPR yang hanya menjabat lima tahun.
Berdasarkan data Kemenkeu, sejak 1980, sekitar 5.175 penerima telah membebani APBN hingga Rp226 miliar.
Syamsul menilai sistem itu mencederai rasa keadilan sosial, karena rakyat biasa harus bekerja puluhan tahun untuk bisa pensiun layak.
Langkah Syamsul Jahidin memperlihatkan bahwa perjuangan menegakkan keadilan bisa datang dari siapa saja, bahkan dari seorang satpam yang merasakan ketimpangan sistem.
Ia bukan sekadar penggugat, tetapi simbol dari keberanian untuk menggugat ketidakadilan struktural.
Dalam konteks demokrasi, suara seperti Syamsul menjadi penting sebagai pengingat bahwa hukum tidak boleh menjadi alat kekuasaan.
Penulis melihat, semangat Syamsul merefleksikan keresahan sosial di tengah mahalnya biaya profesi dan ketimpangan perlakuan antarprofesi.
Ia berbicara bukan hanya untuk dirinya, tetapi untuk ribuan pekerja keamanan lain di Indonesia. Langkahnya ke MK bukan sekadar aksi hukum, tetapi pesan moral tentang kesetaraan.
Mungkin, lewat perjuangan seperti ini, wajah hukum Indonesia akan sedikit lebih adil bagi rakyat kecil.
berita viral
Multiangle
Meaningful
Syamsul Jahidin
satpam
Gugat UU Polri
SURYA.co.id
surabaya.tribunnews.com
| Nasib Beby Prisillia Istri Onadio Leonardo, Bebas Usai Dinyatakan Negatif Narkoba, Kini Rindu Suami |
|
|---|
| Sosok Hakim Rios Rahmanto yang Vonis 11 Tahun Eks Kadisbud Jakarta Iwan Henry Wardhana Kasus Korupsi |
|
|---|
| Respon Menkeu Purbaya Usai Wacana Larang Impor Baju Bekas Dikritik, Klaim Rugikan Pihak Ini |
|
|---|
| Nasib Admin IG Wali Kota Surabaya Eri Cahyadi Imbas Ucapan Bocor saat Live, Terima Konsekuensi |
|
|---|
| Daftar Lokasi SPBU BP dan Shell di Surabaya, Dapatkan Promo BBM Berlaku Sampai 31 Desember 2025 |
|
|---|
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/surabaya/foto/bank/originals/Syamsul-Jahidin-Satpam-yang-Gugat-UU-Polri-ke-MK-Sempat-Gugat-Tunjangan-Pensiun-Anggota-DPR.jpg)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.