Berita Viral

Benarkah Pertemuan Prabowo dan Jokowi Bahas Calon Kapolri? Begini Kata Eks Anggota BIN dan Pengamat

Pertemuan dua jam Jokowi–Prabowo di Kertanegara menuai spekulasi. Pengamat ingatkan publik agar tak mudah termakan hoaks.

Dok Kementerian Pertahanan
PERTEMUAN PRABOWO JOKOWI - Prabowo Subianto saat bertemu dengan Jokowi. 

SURYA.co.id - Presiden ke-7 Republik Indonesia, Joko Widodo (Jokowi), melakukan kunjungan ke kediaman pribadi Presiden Prabowo Subianto di Jalan Kertanegara IV, Jakarta Selatan, pada Sabtu (4/10/2025).

Pertemuan dua tokoh nasional itu berlangsung tertutup dan menarik perhatian publik karena terjadi di tengah dinamika politik yang cukup hangat.

Isu pun bermunculan. Kolonel Inf (Purn) Sri Radjasa Chandra, mantan anggota Badan Intelijen Negara (BIN), dalam sebuah podcast mengaitkan pertemuan itu dengan dugaan upaya Jokowi agar Jenderal Listyo Sigit Prabowo tetap menjabat sebagai Kapolri.

Namun, dugaan tersebut langsung dikritisi oleh Pengamat Kebijakan Publik, R Haidar Alwi.

Ia menilai narasi itu tidak berdasar dan justru bisa menyesatkan persepsi masyarakat.

“Menyebut bahwa Jokowi meminta Prabowo untuk mempertahankan Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo demi 'mengamankan pintu terakhir' di tengah berbagai kasus yang dihadapinya adalah tuduhan yang tidak memiliki dasar fakta, lebih menyerupai narasi insinuatif yang mengaburkan logika politik dan hukum negara,” ujar Pendiri Haidar Alwi Institute (HAI) itu, Sabtu (11/10/2025), melansir dari Tribunnews.

Menurut Haidar, mekanisme pengangkatan maupun pemberhentian Kapolri tidak bisa diintervensi secara politis, karena proses tersebut berjalan melalui sistem formal yang diatur konstitusi serta didasari pertimbangan etika pemerintahan.

“Pernyataan seperti itu justru mengandung risiko serius terhadap stabilitas opini publik. Ia menggeser ruang dialog publik dari argumentasi objektif menuju rumor politis yang menstigmatisasi lembaga negara, terutama Polri, seolah-olah alat politik personal,” tegas alumnus Institut Teknologi Bandung (ITB) tersebut.

Haidar juga menilai bahwa Polri di bawah kepemimpinan Jenderal Listyo Sigit Prabowo tengah berupaya keras melakukan transformasi kelembagaan, memperkuat pendekatan keadilan restoratif, dan membangun kembali kepercayaan masyarakat melalui kinerja yang profesional dan humanis.

Menurutnya, membangun opini tanpa landasan fakta hanya akan melemahkan kredibilitas lembaga yang sedang berbenah.

Ia juga mengingatkan para purnawirawan agar lebih bijak dalam menyampaikan pandangan di ruang publik.

“Para purnawirawan TNI semestinya menjadi panutan dalam menjaga etika berwacana dan kedewasaan politik di ruang publik. Reputasi mereka dibangun dari disiplin militer dan semangat pengabdian pada negara, bukan pada penggiringan opini yang bersifat destruktif,” ucapnya.

Lebih lanjut, Haidar menegaskan bahwa kritik konstruktif tetap diperlukan, asalkan didasari data, disampaikan secara proporsional, dan tidak bernada insinuatif yang dapat memperkeruh pandangan publik.

Ia khawatir, jika pernyataan bernuansa tuduhan terus bermunculan, masyarakat bisa menilai ada pihak tertentu yang sengaja menggunakan figur purnawirawan untuk melemahkan citra Polri maupun Kapolri Listyo Sigit Prabowo.

“Situasi semacam itu bukan hanya merugikan Polri, tetapi juga merusak harmoni dan soliditas antar-institusi pertahanan dan keamanan negara (TNI-Polri),” kata Haidar.

Ia menutup dengan pesan moral bahwa di era demokrasi modern, peran purnawirawan bukan lagi di medan perang, tetapi dalam menjaga moral publik agar tidak terjebak dalam opini yang penuh prasangka.

“Maka, kebijaksanaan dalam berbicara tentang institusi negara adalah bentuk tertinggi dari patriotisme,” pungkasnya.

Pertemuan Berlangsung Dua Jam, Isi Pembicaraan Masih Misteri

Ajudan Presiden Jokowi, Kompol Syarif Muhammad Fitriansyah, membenarkan bahwa pertemuan di Kertanegara IV memang terjadi pada Sabtu siang.

“Ya, betul (Presiden ke-7 Joko Widodo bertemu dengan Presiden Prabowo di Kertanegara),” ujar Syarif kepada Kompas.com.

Ia menjelaskan, pertemuan dimulai sekitar pukul 13.00 WIB dan selesai menjelang 15.00 WIB. Namun, Syarif tidak memberikan penjelasan mengenai topik pembicaraan keduanya.

Sementara itu, Peneliti Senior BRIN, Lili Romli, menilai minimnya keterangan resmi dari kedua belah pihak membuat publik bebas berspekulasi.

“Kita hanya bisa berspekulasi karena tidak ada konfirmasi pers yang menjelaskan isi dari pertemuan tersebut,” tutur Lili kepada Kompas.com, Minggu (5/10/2025) malam.

Menurut Lili, transparansi komunikasi publik penting agar pertemuan politik tidak ditafsirkan secara keliru. Tanpa klarifikasi, isu-isu liar mudah tumbuh di tengah masyarakat dan berpotensi memunculkan ketegangan opini.

Pertemuan antara Jokowi dan Prabowo seharusnya dilihat sebagai hal wajar dalam dinamika kenegaraan. Namun, cepatnya publik terjebak pada spekulasi tanpa fakta memperlihatkan lemahnya budaya literasi politik kita.

Penting bagi masyarakat untuk membedakan antara informasi dan insinuasi, agar demokrasi tak dikendalikan oleh rumor, melainkan oleh nalar sehat dan data.

>>>Update berita terkini di Googlenews Surya.co.id

Sumber: Tribunnews
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved