Berita Viral

Pemerintah Siapkan BBM Campuran Etanol, Ini Dampaknya Menurut Pakar

Pemerintah tengah menyiapkan kebijakan baru untuk mengurangi ketergantungan terhadap impor. satu langkah dengan mecampur BBM dengan etanol.

Penulis: Pipit Maulidiya | Editor: Musahadah
Wikipedia
PERTAMINA - Pemerintah tengah menyiapkan kebijakan baru untuk mengurangi ketergantungan terhadap impor 

SURYA.CO.ID - Pemerintah tengah menyiapkan kebijakan baru untuk mengurangi ketergantungan terhadap impor bahan bakar minyak (BBM) sekaligus menekan emisi karbon.

Salah satu langkah konkretnya adalah dengan mewajibkan campuran bensin dan etanol atau yang dikenal dengan istilah biofuel.

Kebijakan tersebut disampaikan oleh Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia.

Bahlil mengatakan, Presiden Prabowo Subianto telah memberikan lampu hijau untuk penerapan mandatori etanol 10 persen atau E10 dalam campuran BBM nasional.

“Kemarin malam sudah kami rapat dengan Bapak Presiden. Bapak Presiden sudah menyetujui untuk direncanakan mandatori 10 persen etanol (E10),” ujar Bahlil di Jakarta, Selasa (7/10/2025), dikutip dari Antara.

Baca juga: Menkeu Purbaya dan Bahlil Saling Balas Soal Data Subsidi LPG 3 Kg, Siapa yang Salah Baca Data?

BAHLIL NAIK JET - Menteri ESDM Bahli Lahadalia, ia viral Naik Jet Pribadi saat Mudik Lebaran.
BAHLIL NAIK JET - Menteri ESDM Bahli Lahadalia, ia viral Naik Jet Pribadi saat Mudik Lebaran. (Handover)

Bahlil menekankan, kebijakan ini tidak hanya bertujuan menekan impor minyak, tetapi juga mendorong lahirnya energi yang lebih ramah lingkungan.

“Agar tidak kita impor banyak dan juga untuk membuat minyak yang bersih, yang ramah lingkungan,” tuturnya.

Langkah ini sejalan dengan arah kebijakan energi hijau yang terus ditekankan pemerintah.

Dengan memanfaatkan etanol sebagai campuran bensin, Indonesia berpotensi besar mengembangkan ekosistem biofuel seperti yang sudah dilakukan oleh negara maju.

Sementara itu, Direktur Utama PT Pertamina (Persero) Simon Aloysius Mantiri menegaskan kesiapan Pertamina untuk menjalankan kebijakan tersebut.

“Disampaikan Pak Menteri adalah mendorong ekosistem biofuel, kita sudah dengan B40, dan nanti dengan tahun depan, Pak Menteri sampaikan E10,” kata Simon.

Simon menjelaskan, Pertamina sejatinya sudah memiliki produk dengan campuran etanol lima persen, yaitu Pertamax Green 95.

“Saat ini kami Pertamina sudah ada produk E5, yaitu Pertamax Green 95, jadi artinya itu 5 persennya adalah etanol,” jelasnya.

Langkah menuju E10 bukan tanpa dasar. Direktur Jenderal Energi Baru, Terbarukan, dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian ESDM, Eniya Listiani Dewi, menuturkan bahwa kendaraan di Indonesia sebenarnya sudah mampu menggunakan BBM dengan kandungan etanol hingga 20 persen.

Selain itu, uji coba pasar terhadap BBM beretanol telah dilakukan melalui produk Pertamax Green 95, yang berbasis Pertamax dan termasuk dalam kategori BBM non-PSO atau non-penugasan pemerintah.

Meskipun demikian, sejauh ini Indonesia baru menerapkan campuran etanol sebesar lima persen.

Sementara di sejumlah negara lain, seperti Amerika Serikat, kadar etanol dalam BBM telah mencapai 20 persen dan menjadi praktik umum dalam industri energi ramah lingkungan.

Menurut Pakar

Apakah pencampuran etanol dalam bensin dapat menurunkan performa kendaraan?

Menurut Tri Yuswidjajanto, Guru Besar Institut Teknologi Bandung (ITB) sekaligus pakar bahan bakar dan pelumas, penambahan etanol 3,5 persen pada bensin atau disebut E3,5 tidak memberikan pengaruh berarti terhadap performa mesin.

“Kalau dihitung dari kandungan energinya, penurunan sangat kecil, hanya sekitar 1 persen dari bensin murni. Jadi secara praktik, pengemudi tidak akan merasakan perbedaan pada akselerasi maupun kecepatan puncak,” kata Tri dikutip dari Kompas.com, Minggu (5/10/2025).

Tri menjelaskan, bensin murni memiliki kandungan energi sekitar 40 megajoule per kilogram (MJ/kg), sementara etanol memiliki 28,25 MJ/kg.

Dengan campuran 3,5 persen etanol, energi total bahan bakar menjadi 39,6 MJ/kg.

“Artinya, penurunan nilai kalor atau energi hanya 1 persen dibanding bensin biasa. Itu jauh di bawah batas toleransi yang ditetapkan oleh World Wide Fuel Charter (WWFC), yaitu maksimum 2 persen,” ujarnya.

Ia menegaskan, penurunan energi sekecil itu tidak akan memengaruhi efisiensi konsumsi bahan bakar, respons pedal gas, maupun kinerja mesin dalam kondisi normal.

Mesin modern juga telah dirancang untuk menyesuaikan rasio udara dan bahan bakar secara otomatis.

“Kalau kadarnya masih di bawah lima persen seperti E3,5, performa tetap sama. Yang penting bahan bakar memenuhi standar mutu, oktannya sesuai, dan sistem pembakaran kendaraan dalam kondisi baik,” kata Tri.

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved