Berita Viral
Sosok Anggota DPR yang Sindir Menkeu Purbaya Usai Kritik Pertamina, Minta Fokus ke Masalah Klasik
Setelah mengkritik keras Pertamina, Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa menuai reaksi dari berbagai pihak. Salah satunya disindir anggota DPR.
Penulis: Putra Dewangga Candra Seta | Editor: Putra Dewangga Candra Seta
SURYA.co.id - Setelah mengkritik keras Pertamina, Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa menuai reaksi dari berbagai pihak.
Salah satunya Ketua Komisi XI DPR RI, Mukhamad Misbakhun.
Mukhamad Misbakhun menyoroti pentingnya peran Menteri Keuangan (Menkeu) Purbaya dalam memperkuat tata kelola subsidi dan kompensasi energi di Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
Ia menegaskan, tugas utama Menkeu bukanlah masuk ke ranah teknis, melainkan memastikan sistem pembayaran subsidi berjalan tepat waktu dan akuntabel.
“Selama bertahun-tahun masalah klasik ini selalu muncul, terutama pada subsidi energi, seperti BBM, listrik, dan LPG 3 kilogram (kg). Realisasi pembayarannya kerap terlambat, membebani arus kas, bahkan berpotensi mengganggu pelayanan publik. Ini yang seharusnya segera diperbaiki Menteri Keuangan (Purbayan),” ujar Misbakhun dalam keterangan tertulis di Jakarta, Jumat (3/10/2025), melansir dari Kompas.com.
Menurut Misbakhun, hal-hal teknis seperti penetapan harga maupun distribusi subsidi energi merupakan kewenangan kementerian terkait, yaitu Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) serta Kementerian Sosial.
Karena itu, Menkeu diminta untuk lebih fokus pada fungsi utamanya sebagai bendahara umum negara.
“Peraturan perundang-undangan sudah jelas membagi kewenangan itu. Jadi, pernyataan Menkeu yang keluar dari ranahnya justru berpotensi menimbulkan gangguan koordinasi antarkementerian,” tegasnya.
Politisi Partai Golkar tersebut menekankan, esensi dari kebijakan subsidi adalah menjaga daya beli masyarakat kecil dan memastikan kelompok rentan tetap memiliki akses terhadap energi dengan harga terjangkau.
“Jika distribusi subsidi LPG 3 kg atau subsidi energi lain tidak tepat sasaran, yang paling dirugikan adalah masyarakat kelas bawah.
Yang diperlukan sekarang adalah perbaikan basis data penerima manfaat, integrasi sistem digital, dan sinergi antar kementerian, bukan perdebatan terbuka di ruang publik," imbuh Misbakhun.
Ia menambahkan bahwa data penerima manfaat subsidi energi akan dimasukkan ke dalam Data Terpadu Subsidi Energi Nasional (DTSEN), hasil kolaborasi antara Kementerian ESDM dan Badan Pusat Statistik (BPS).
Lebih lanjut, Misbakhun mengingatkan bahwa alokasi subsidi dan kompensasi energi dalam APBN 2026 berpotensi meningkat akibat fluktuasi harga minyak dunia serta ketidakstabilan nilai tukar rupiah.
Hal itu, menurutnya, menuntut disiplin fiskal dan tata kelola keuangan negara yang lebih ketat.
“Komisi XI DPR RI mendukung kebijakan subsidi untuk rakyat. Namun tetap mengawasi agar APBN dijalankan tertib, efisien, dan berpihak pada masyarakat. Menkeu harus menjawab tantangan ini dengan memastikan mekanisme pembayaran subsidi tepat waktu dan akuntabel,” pungkas Misbakhun.
Sosok Mukhamad Misbakhun
Mukhamad Misbakhun lahir di Pasuruan, Jawa Timur, pada 29 Juli 1970. Sejak muda, ia dikenal tekun menempuh pendidikan. Setelah menamatkan sekolah dasar hingga SMA di kota kelahirannya, ia melanjutkan studi ke Sekolah Tinggi Akuntansi Negara (STAN) dan meraih gelar Diploma III Perpajakan. Perjalanan akademiknya berlanjut hingga ke Universitas Trisakti, tempat ia memperoleh gelar sarjana ekonomi.
Kecintaannya pada ilmu membuatnya tak berhenti belajar; ia menempuh magister hukum bisnis di Universitas Gadjah Mada, lalu meraih gelar doktor ilmu ekonomi dengan predikat cum laude di Universitas Trisakti pada 2024. Disertasinya membahas integrasi kebijakan fiskal dan moneter dalam postur APBN selama pandemi Covid-19, sebuah tema yang merefleksikan kiprahnya di parlemen.
Karier profesionalnya dimulai sebagai pegawai negeri sipil di Direktorat Jenderal Pajak, Kementerian Keuangan, tempat ia mengabdi sejak 1990 hingga 2005. Setelah itu, ia sempat menekuni dunia usaha sebelum kemudian masuk ke ranah politik.
Perjalanan politiknya dimulai dari Partai Keadilan Sejahtera (PKS), namun kemudian ia berlabuh di Partai Golkar. Dari partai inilah Misbakhun melangkah ke Senayan, terpilih sebagai anggota DPR RI sejak 2009 dari daerah pemilihan Jawa Timur II yang meliputi Pasuruan dan Probolinggo.
Di DPR, namanya kerap muncul sebagai sosok yang vokal dan kritis dalam berbagai isu kebijakan, terutama yang terkait dengan keuangan negara.
Ia terlibat aktif dalam pembahasan kasus bailout Bank Century dan belakangan semakin menegaskan peranannya di bidang fiskal. Pada periode 2024–2029, ia dipercaya menjabat sebagai Ketua Komisi XI DPR RI, komisi yang membidangi keuangan, perbankan, moneter, dan pembangunan nasional.
Selain kesibukannya di parlemen, Misbakhun juga aktif dalam organisasi sayap Partai Golkar, seperti SOKSI, dengan perhatian khusus pada pengembangan koperasi dan UMKM. Di balik kesibukan publik, ia adalah seorang suami dari Eny Sulistijowati dan ayah dari empat anak.
Kehidupan pribadinya yang sederhana berpadu dengan dedikasinya di ranah politik dan akademik, menjadikannya sosok politisi yang berusaha menggabungkan pengalaman praktis, pemikiran akademis, serta kepentingan rakyat yang diwakilinya.
Pandangan Mukhamad Misbakhun menyoroti satu hal penting yang kerap luput: tata kelola subsidi bukan semata soal teknis distribusi, tetapi soal keberlangsungan fiskal negara. Jika arus pembayaran subsidi tersendat, dampaknya bisa menjalar ke berbagai sektor, mulai dari beban kas negara, kredibilitas APBN, hingga kepercayaan publik.
Menurut saya, pernyataan Misbakhun ini relevan karena sering kali kebijakan subsidi terjebak pada perdebatan siapa yang berhak menerima, berapa besaran, atau bagaimana distribusinya. Padahal, ada aspek krusial yang tak kalah penting: kepastian mekanisme pembayaran yang lancar, transparan, dan akuntabel.
Jika Menkeu mampu menjaga kelancaran pembayaran subsidi, kementerian teknis bisa lebih fokus pada sasaran distribusi dan verifikasi data penerima manfaat. Dengan demikian, subsidi benar-benar sampai ke masyarakat kecil tanpa membebani fiskal negara secara berlebihan.
Bagi saya, tantangan utama di tahun 2026 bukan hanya soal naik-turunnya harga minyak dunia atau gejolak rupiah, melainkan bagaimana pemerintah bisa membangun integrasi digital, data tunggal penerima manfaat, dan sinergi antar kementerian. Tanpa itu, masalah klasik subsidi akan terus berulang.
Kritik Keras Pertamina
Sebelumnya, Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa mengkritik keras Pertamina dalam rapat kerja dengan Komisi XI DPR RI di Gedung DPR, Jakarta, Rabu (1/10/2025).
Bahkan, mantan Kepala Lembaga Penjaminan Simpanan (LPS) ini tak segan menyebut Pertamina malas-malasan.
Menkeu Purbaya juga mengancam akan memangkas anggaran Pertamina.
Berikut kritikan keras Purbaya:
- Tak Ada pembangunan kilang minyak baru, subsidi terus membengkak
Dalam rapat kerja itu, Purbaya sempat menyinggung soal rencana pembangunan kilang minyak yang tidak kunjung direalisasikan Pertamina.
Purbaya menilai hal itu karena Pertamina bermalas-malasan.
"Jadi kilang itu bukan kita enggak bisa bikin atau kita enggak bisa bikin proyeknya, cuman pertaminanya malas-malesan saja," kata Purbaya dikutip dari siaran TV Parlemen, Rabu (1/10/2025).
Dijelaskan Purbaya, pembangunan kilang minyak baru dibutuhkan untuk mengangkat produksi BBM dalam negeri, sehingga bisa mengurangi ketergantungan impor BBM yang membebani APBN.
Karena tidak ada kilang minyak baru sehingga berdampak pada besarnya impor.
Dan ini mengakibatkan subsidi BBM terus membengkak karena volume impor BBM terus naik dari tahun ke tahun.
Tingginya impor BBM juga berdampak buruk pada neraca perdagangan Indonesia.
"Subsidi energi naik terus dari tahun ke tahun, BBM tuh solar, diesel, kita banyak impornya sampai puluhan miliar dollar setahun," beber Purbaya.
Yang bikin dirinya tidak habis pikir, kondisi ini seolah dibiarkan bertahun-tahun. APBN pun tersedot untuk menyubsidi BBM impor yang terkadang harganya melonjak tinggi.
"Sudah berapa tahun kita mengalami hal tersebut sudah puluhan tahun kan. Kita pernah bangun kilang baru enggak, enggak pernah," ucap Purbaya.
2. Sudah ada investasi kilang dari China tapi ditolak
Purbaya lalu mengungkit soal janji Pertamina untuk membangun 7 kilang baru dalam 5 tahun pada 2018 silam, namun hingga sampai sekarang sudah 7 tahun berlalu, tak satu pun kilang dibangun.
Pada 2018, Purbaya saat itu menjabat sebagai Staf Khusus Bidang Ekonomi Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman, Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman di bawah Luhut Binsar Pandjaitan, sehingga tugasnya kerap bersinggungan dengan Pertamina.
Padahal saat itu, kata Purbaya, terdapat investor asal China yang menawarkan diri untuk membangun kilang baru di Indonesia, dengan tawaran Pertamina harus membeli produk mereka.
Investor China tersebut juga menjanjikan ke Pertamina, bahwa bila sudah beroperasi selama 30 tahun, maka kilang minyak tersebut bisa diambil alih Pertamina secara cuma-cuma.
Kendati demikian, tawaran investor China itu ditolak oleh Pertamina.
Saat itu, Pertamina berdalih, mereka sudah merencanakan pembangunan 7 kilang baru, sehingga bila menyetujui proposal dari China, bisa berpotensi mengakibatkan kelebihan kapasitas.
"Mereka (Pertamina) akan bangun tujuh kilang baru dalam waktu 5 tahun. sampai sekarang kan enggak ada satu pun, jadi bapak tolong kontrol mereka juga," kata Purbaya.
3. Singgung insiden kebakaran kilang Pertamina
Ia meminta DPR sebagai fungsi legislatif, ikut mendesak Pertamina agar segera membangun kilang minyak baru supaya APBN tidak jebol.
"Dari saya kontrol, dari bapak-bapak juga kontrol (Pertamina), karena kita rugi besar. karena kita impor dari mana dari Singapura.
"Mereka bilang iya tapi ke depan akan jadi, sampai sekarang enggak jadi. Yang ada malah beberapa dibakar kan," ucap Purbaya mengungkit soal beberapa insiden kebakaran di kilang Pertamina beberapa waktu terakhir.
4. Ancam pangkas anggaran
Dalam rapat kerja itu, Purbaya juga melontarkan peringatan keras kepada Pertamina.
Purbaya menegaskan tak segan memangkas anggaran Pertamina jika terus bergantung pada impor bahan bakar minyak (BBM).
Dengan posisinya sebagai Menteri Keuangan, ia mengaku akan tegas dalam mengambil langkah.
“Kalau enggak kita potong saja uangnya, Pak. Saya kan pengawas, kita copot saja Dirutnya,” ujarnya.
Sebagai informasi, pada APBN 2025 pemerintah mengganggarkan subsidi dan kompensasi untuk tahun 2025 sebesar Rp 498,8 triliun dengan realisasi hingga Agustus mencapai Rp 218 triliun atau sekitar 43,7 persen dari pagu tersebut.
Perlu diketahui pula, realisasi subsidi dan kompensasi energi dipengaruhi oleh fluktuasi ICP, depresiasi nilai tukar rupiah, serta peningkatan volume barang bersubsidi.
Data per akhir Agustus 2025 juga menunjukkan adanya peningkatan konsumsi berbagai barang bersubsidi hingga Agustus 2025 dimana konsumsi BBM tumbuh sekitar 3,5 persen, LPG 3 kg tumbuh 3,6 persen, pelanggan listrik bersubsidi tumbuh 3,8 persen, dan pupuk mengalami peningkatan sebesar 12,1 persen.
berita viral
Multiangle
Meaningful
Menteri Keuangan
Purbaya Yudhi Sadewa
Menkeu Purbaya
Mukhamad Misbakhun
SURYA.co.id
surabaya.tribunnews.com
Kekayaan Willie Salim, Konten Kreator yang Ingin Angkat Adik Bocah Palestina dan Dibawa ke Indonesia |
![]() |
---|
Rekam Jejak 12 Tokoh yang Ajukan Amicus Curiae untuk Nadiem Makarim di PN, Ada Eks Jaksa Agung |
![]() |
---|
Sosok Hariman Ibrahim, Wakil Ketua II DPRD Pasangkayu, Video Tak Lancar Baca Pembukaan UUD 45 Viral |
![]() |
---|
Rekam Jejak Bibit Waluyo, Purnawirawan TNI yang Dapat Pangkat Istimewa dari Presiden Prabowo |
![]() |
---|
Selain Roy Suryo, Inilah Sosok Bonatua Silalahi yang Juga Ngaku Kantongi Salinan Ijazah Jokowi |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.