Transkrip Lengkap Pidato Presiden Prabowo Subianto di PBB yang Membuatnya Disanjung Donald Trump

Presiden RI Prabowo Subianto menghadiri Multilateral Meeting on the Middle East di Ruang Konsultasi Dewan Keamanan PBB, New York

Editor: Adrianus Adhi
YouTube PBB
Tangkapan layar Presiden Indonesia Prabowo Subianto saat sidang umum Majelis PBB 

Kini Indonesia lebih dekat dari sebelumnya untuk memenuhi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan, khususnya mengakhiri kemiskinan ekstrem dan kelaparan—karena bertahun-tahun lalu, dewan ini memilih untuk mendengar dan menegakkan keadilan sosial dan ekonomi. Kami tidak akan pernah lupa. Dan hari ini, kita tidak boleh bungkam saat rakyat Palestina terus ditolak keadilan dan legitimasi di aula ini.

Para Yang Mulia, Thucydides pernah memperingatkan: yang kuat melakukan apa yang mereka mau, yang lemah menanggung apa yang harus mereka tanggung. Kita harus menolak doktrin ini. PBB ada untuk menolaknya. Kita harus berdiri untuk semua—yang kuat maupun yang lemah. Hak tidak boleh tunduk pada kekuatan; yang benar harus tetap benar.

Indonesia hari ini adalah salah satu kontributor terbesar pasukan penjaga perdamaian PBB. Kami percaya pada PBB. Kami akan terus mengabdi di mana pun perdamaian membutuhkan pengawal—bukan hanya dengan kata-kata, melainkan dengan menempatkan pasukan di lapangan. Jika dan ketika Dewan Keamanan serta Majelis ini memutuskan, Indonesia siap mengirim 20.000 atau lebih putra-putri kami untuk membantu mengamankan perdamaian di Gaza atau di tempat lain—di Ukraina, Sudan, Libya—di mana pun perdamaian perlu ditegakkan dan dijaga, kami siap. Kami akan memikul bagian beban kami. Tidak hanya dengan putra-putri kami, kami juga bersedia berkontribusi secara finansial untuk mendukung misi besar PBB mencapai perdamaian.

Ibu Presiden, para Yang Mulia, Saya menawarkan kepada majelis ini pesan harapan dan optimisme yang berlandaskan tindakan nyata dan pelaksanaan. Hari ini kita mendengar pidato Ibu Presiden Majelis Umum PBB. Benar adanya yang beliau sampaikan: tanpa Organisasi Penerbangan Sipil Internasional, apakah kita bisa berkumpul dan duduk di aula megah ini? Tanpa PBB, tak satu pun negara dapat merasa aman. Kita membutuhkan PBB, dan Indonesia akan terus mendukung PBB, meski kami masih berjuang. Kami tahu dunia membutuhkan PBB yang kuat.

Populasi dunia meningkat. Planet kita dalam tekanan. Krisis pangan, energi, dan air membayangi banyak negara. Kami memilih menjawab tantangan ini secara langsung di dalam negeri, dan membantu di luar negeri sebisa mungkin. Tahun ini, Indonesia mencatat produksi beras dan cadangan gabah tertinggi dalam sejarah. Kami kini swasembada beras, dan mulai mengekspor beras ke negara-negara yang membutuhkan, termasuk menyediakan beras untuk Palestina. Kami membangun rantai pasok pangan yang tangguh, memperkuat produktivitas petani, berinvestasi dalam pertanian cerdas iklim untuk memastikan ketahanan pangan bagi anak-anak kita dan anak-anak dunia. Kami yakin dalam beberapa tahun ke depan Indonesia akan menjadi lumbung pangan dunia.

Sebagai negara kepulauan terbesar di dunia, kami bersaksi di hadapan Anda bahwa kami telah merasakan dampak langsung perubahan iklim, khususnya ancaman kenaikan permukaan laut. Permukaan laut di pesisir utara ibu kota kami naik sekitar 5 cm setiap tahun. Bayangkan dalam 10 tahun, dalam 20 tahun. Karena itu, kami terpaksa membangun tanggul laut raksasa sepanjang 480 kilometer. Mungkin akan memakan waktu 20 tahun, tetapi tidak ada pilihan; kita harus mulai sekarang. Karena itu kami memilih menghadapi perubahan iklim bukan dengan slogan, melainkan langkah-langkah segera. Kami berkomitmen memenuhi kewajiban Perjanjian Paris 2015. Kami menargetkan mencapai net zero emission pada 2060, dan kami sangat yakin bisa lebih cepat. Kami menargetkan melakukan rehabilitasi lebih dari 12 juta hektare hutan terdegradasi, mengurangi degradasi hutan, serta memberdayakan komunitas lokal dengan pekerjaan hijau yang bermutu bagi masa depan. Indonesia beralih tegas dari pembangunan berbasis energi fosil menuju energi terbarukan. Mulai tahun depan, sebagian besar tambahan kapasitas pembangkit listrik kami akan berasal dari energi terbarukan. Tujuan kami jelas: mengentaskan seluruh warga dari kemiskinan dan menjadikan Indonesia pusat solusi bagi ketahanan pangan, energi, dan air.

Ibu Presiden, para Yang Mulia, Kita hidup di masa ketika kebencian dan kekerasan seakan menjadi suara yang paling nyaring. Namun di balik kebisingan itu, ada kebenaran yang lebih hening: setiap insan mendambakan rasa aman, dihormati, dicintai, dan ingin mewariskan dunia yang lebih baik kepada anak-anaknya. Anak-anak kita memperhatikan. Mereka belajar kepemimpinan bukan dari buku teks, melainkan dari pilihan-pilihan kita.

Hari ini, situasi yang sangat katastrofis di Gaza masih berlangsung di depan mata kita. Saat ini juga, orang-orang tak bersalah menangis minta tolong, memohon diselamatkan. Siapa yang akan menyelamatkan mereka—yang lansia, para perempuan, anak-anak? Jutaan orang menghadapi bahaya, trauma, kerusakan yang tak dapat dipulihkan, bahkan kelaparan. Dapatkah kita tetap diam? Adakah jawaban bagi jeritan mereka? Akankah kita ajarkan bahwa keluarga manusia sanggup menjawab tantangan ini? Ibu Presiden, kita harus bertindak sekarang.

Banyak pembicara telah menegaskan bahwa kita harus membela tatanan multilateral di mana perdamaian, kemakmuran, dan kemajuan bukan hak istimewa segelintir, melainkan hak semua. Dengan PBB yang kuat, kita dapat membangun dunia di mana yang lemah tidak “menanggung apa yang harus mereka tanggung”, tetapi hidup dalam keadilan yang memang menjadi hak mereka.

Mari kita lanjutkan perjalanan besar kemanusiaan menuju cita-cita—aspirasi luhur yang melahirkan PBB. Mari gunakan ilmu pengetahuan untuk mengangkat martabat, bukan untuk menghancurkan. Biarlah negara-negara yang bangkit membantu yang lain untuk ikut bangkit. Saya yakin para pemimpin peradaban besar dunia—Barat, Timur, Utara, Selatan; Amerika, Eropa, India, Tiongkok, dunia Islam, seluruh dunia—akan bangkit memenuhi peran yang dituntut sejarah. Kita berharap para pemimpin dunia menunjukkan kenegarawanan, kebijaksanaan, pengendalian diri, dan kerendahan hati, serta mengatasi kebencian dan kecurigaan.

Ibu Presiden, para delegasi yang terhormat, Kami terinspirasi oleh perkembangan beberapa hari terakhir, ketika negara-negara berpengaruh memilih berpihak pada sejarah—memilih sisi yang benar dari sejarah: jalan moral yang luhur, jalan keadilan, jalan kemanusiaan; menolak kebencian, mengatasi kecurigaan, dan menghindari kekerasan. Kekerasan hanya akan melahirkan kekerasan. Tak ada satu negara pun yang dapat menggertak seluruh komunitas keluarga manusia. Kita mungkin lemah secara individu, tetapi rasa tertindas dan rasa ketidakadilan, seperti dibuktikan sejarah manusia, akan menyatu menjadi kekuatan yang mampu mengatasi penindasan dan ketidakadilan itu sendiri.

Sebagai penutup, saya menegaskan kembali dukungan penuh Indonesia terhadap solusi dua negara di Palestina. Kita harus mewujudkan Palestina merdeka, namun pada saat yang sama kita juga harus mengakui, menghormati, dan menjamin keselamatan serta keamanan Israel. Hanya dengan demikian kita dapat meraih perdamaian sejati—tanpa kebencian dan kecurigaan. Satu-satunya jalan adalah solusi dua negara. Dua keturunan Nabi Ibrahim harus hidup dalam rekonsiliasi, damai, dan harmoni. Arab, Yahudi, Muslim, Kristen, Hindu, Buddha—semua agama—kita harus hidup sebagai satu keluarga manusia. Indonesia berkomitmen menjadi bagian untuk mewujudkan visi ini.

Apakah ini mimpi? Mungkin. Namun ini mimpi indah yang harus kita upayakan bersama. Mari kita bekerja menuju tujuan mulia ini. Mari kita lanjutkan perjalanan harapan kemanusiaan—perjalanan yang dimulai para pendahulu kita, dan yang menjadi tugas kita untuk tuntaskan.

Terima kasih. Om shanti shanti shanti om. Terima kasih banyak. Semoga Tuhan memberkati kita semua. Semoga damai menyertai kita. Terima kasih.

=====

Halaman
123
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved