Berita Viral
Respons Kocak Jokowi Soal Ijazah SMA Gibran Dipermasalahkan hingga Digugat, Singgung Jan Ethes
Presiden ke-7 RI, Joko Widodo (Jokowi) memberikan respons kocak terkait ijazah SMA Gibran yang dipermasalahkan. Singgung Jan Ethes.
Penulis: Putra Dewangga Candra Seta | Editor: Putra Dewangga Candra Seta
SURYA.co.id - Presiden ke-7 RI, Joko Widodo (Jokowi) memberikan respons kocak terkait ijazah SMA Gibran yang dipermasalahkan.
Bahkan, gara-gara itu Gibran Rakabuming digugat Rp 125 triliun.
Jokowi mengaku heran karena keluarganya terus diseret dalam polemik soal latar belakang pendidikan.
Setelah sebelumnya muncul tudingan mengenai ijazah palsu miliknya, kini isu serupa kembali diarahkan kepada anak sulungnya, Gibran Rakabuming Raka.
Bahkan, Jokowi berseloroh bahwa bukan tidak mungkin cucunya, Jan Ethes, kelak ikut menjadi sorotan.
"Ijazah Jokowi dimasalahkan. Ijazah Gibran dimasalahkan. Nanti sampai ijazah Jan Ethes dimasalahkan," ucap Jokowi sambil tertawa di Solo, Jawa Tengah, Jumat (12/9/2025), melansir dari Kompas.com.
Baca juga: Digugat karena Diduga Tak Punya Ijazah SMA, Ini Rekam Jejak Wapres Gibran dan Riwayat Pendidikannya
Meski menganggap isu tersebut berlebihan, Jokowi menegaskan bahwa dirinya tetap menghormati aturan hukum yang berlaku.
"Ya tapi apa pun ikuti proses hukum yang ada, ya. Semuanya kita layani," ujarnya.
Ia juga menilai isu soal ijazah yang terus bergulir selama bertahun-tahun tidak mungkin berlangsung tanpa adanya dukungan pihak tertentu.
"Iya ini tidak hanya sehari, dua hari. Sudah empat tahun yang lalu. Kalau yang napasnya panjang itu kalau tidak ada yang mem-backup kan tidak mungkin. Gampang-gampangan aja," tuturnya.
Jokowi lantas menyinggung ihwal sekolah Gibran di luar negeri. Menurutnya, ia sendiri yang menentukan pilihan sekolah tersebut.
"Iya (Singapura) di Orchid Park Secondary School. Yang nyarikan saya kok," jelasnya.
Sebagai catatan, Gibran tengah menghadapi gugatan seorang warga bernama Subhan di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Subhan menilai riwayat pendidikan Gibran tidak sesuai ketentuan yang berlaku di Indonesia.
Mengacu pada data KPU, Gibran menyelesaikan pendidikan setara SMA di Orchid Park Secondary School, Singapura (2002–2004), lalu melanjutkan ke UTS Insearch, Sydney (2004–2007).
Namun, Subhan berpendapat bahwa meskipun statusnya setara SMA, UU Pemilu hanya menyebutkan SMA/SLTA atau sederajat di Indonesia, bukan dari lembaga pendidikan luar negeri.
Sebelumnya, Subhan Palal resmi melayangkan gugatan perdata terhadap Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
Gugatan itu didaftarkan pada Jumat (29/8/2025) dan teregistrasi dengan nomor perkara 583/Pdt.G/2025/PN Jkt.Pst.
Dalam dokumen gugatan, Subhan meminta majelis hakim menghukum Gibran bersama Komisi Pemilihan Umum (KPU) untuk membayar ganti rugi fantastis, yakni Rp125 triliun serta tambahan Rp10 juta yang akan disetorkan ke kas negara.
“Menghukum Para Tergugat secara tanggung renteng membayar kerugian materiil dan immateriil kepada Penggugat dan seluruh Warga Negara Indonesia sebesar Rp 125 triliun dan Rp 10 juta dan disetorkan ke kas negara,” demikian bunyi salah satu petitum gugatan tersebut.
Subhan menjelaskan, gugatan diajukan karena ia menilai Gibran tidak memenuhi syarat pendidikan minimum dalam pencalonan wakil presiden pada Pilpres lalu.
“Syarat menjadi cawapres tidak terpenuhi. Gibran tidak pernah sekolah SMA sederajat yang diselenggarakan berdasarkan hukum RI,” ujar Subhan saat dihubungi, Rabu (3/9/2025), melansir dari Kompas.com.
Berdasarkan data KPU di laman infopemilu.kpu.go.id, Gibran menyelesaikan pendidikan setara SMA di dua institusi luar negeri: Orchid Park Secondary School, Singapura (2002–2004), dan UTS Insearch, Sydney, Australia (2004–2007).
Menurut Subhan, kedua institusi itu tidak sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam UU Pemilu.
“Karena di UU Pemilu itu disyaratkan, presiden dan wakil presiden itu harus minimum tamat SLTA atau sederajat,” ujarnya dalam program Sapa Malam Kompas TV, Rabu (3/9/2025).
Ia menilai KPU tidak berwenang menetapkan kesetaraan ijazah luar negeri dengan SMA dalam negeri.
“Meski (institusi luar negeri) setara (SMA), di UU enggak mengamanatkan itu. Amanatnya tamat riwayat SLTA atau SMA, hanya itu,” kata Subhan.
Menurutnya, definisi SLTA atau SMA yang tercantum dalam UU Pemilu merujuk pada lembaga pendidikan di Indonesia.
“Ini pure hukum, ini kita uji di pengadilan. Apakah boleh KPU menafsirkan pendidikan sederajat dengan pendidikan di luar negeri,” lanjutnya.
Gugatan Sebelumnya di PTUN
Sebelum mendaftarkan gugatan perdata ke PN Jakpus, Subhan mengaku pernah mengajukan gugatan serupa ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) DKI Jakarta.
Namun, perkara itu tidak diterima karena sudah melewati batas waktu pengajuan.
Dalam penjelasan Kompas TV, presenter Frisca Clarissa membacakan isi putusan:
“Penetapan dismissal. Karena dari segi waktu PTUN Jakarta tidak lagi berwenang memeriksa sengketa berkaitan dengan surat penetapan KPU berkaitan dengan penetapan paslon capres cawapres makanya gugatan penggugat tidak diterima, begitu ya.”
Meski Subhan tidak menyebutkan kapan putusan itu dijatuhkan, diketahui bahwa putusan sengketa Pilpres 2024 di Mahkamah Konstitusi dibacakan pada 22 April 2024.
Beberapa bulan setelahnya, gugatan PDI-P terhadap pencalonan Gibran di PTUN Jakarta juga ditolak. Putusan PTUN dibacakan pada 25 Oktober 2024 tanpa mengubah status Gibran.
Tegaskan Tak Ada Motif Politik
Subhan menepis anggapan bahwa dirinya ditunggangi kekuatan politik tertentu. Ia menyebut gugatannya murni inisiatif pribadi.
“Saya maju sendiri. Enggak ada yang sponsor,” kata Subhan.
Ia juga menduga KPU berada dalam tekanan saat memproses pencalonan Gibran.
“Saya lihat, hukum kita dibajak nih kalau begini caranya. Enggak punya ijazah SMA (tapi bisa maju Pilpres).
Ada dugaan, KPU kemarin itu terbelenggu relasi kuasa,” ujarnya.
Subhan menegaskan, tuntutan ganti rugi dalam petitum ditujukan untuk kepentingan negara, bukan keuntungan pribadi.
“Menghukum Para Tergugat secara tanggung renteng membayar kerugian materiil dan immateriil kepada Penggugat dan seluruh Warga Negara Indonesia sebesar Rp 125 triliun dan Rp 10 juta dan disetorkan ke kas negara,” tulis isi petitum.
Sidang perdana perkara perdata ini dijadwalkan berlangsung di PN Jakarta Pusat pada Senin (8/9/2025).
Gugatan yang diajukan Subhan Palal terhadap Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka memperlihatkan adanya ruang tafsir dalam regulasi pemilu, khususnya terkait syarat pendidikan calon presiden dan wakil presiden.
Subhan menilai bahwa ijazah luar negeri yang dimiliki Gibran tidak memenuhi ketentuan UU Pemilu. Di sisi lain, KPU sebagai penyelenggara pemilu telah menerima dokumen tersebut sebagai sah untuk proses pendaftaran.
Polemik terkait ijazah Presiden Joko Widodo dan keluarganya kembali mencuat ke ruang publik. Kasus ini menunjukkan bagaimana isu pendidikan kerap dijadikan pintu masuk untuk menyerang legitimasi politik maupun kredibilitas seseorang. Jokowi, yang sebelumnya pernah menghadapi tuduhan serupa terkait dirinya, kini menyaksikan hal itu menimpa anak sulungnya, Gibran Rakabuming Raka.
Dalam pernyataannya di Solo, Jokowi menanggapi isu tersebut dengan nada santai, bahkan disertai gurauan yang menyebut ijazah cucunya, Jan Ethes, mungkin juga akan dipersoalkan. Namun di balik sikap ringan itu, Jokowi tetap menegaskan komitmennya untuk mengikuti proses hukum yang berjalan. Hal ini menunjukkan bahwa meskipun ia menganggap isu tersebut berlebihan, mekanisme hukum tetap dihormati sebagai jalur penyelesaian.
Dari sisi hukum, gugatan yang diajukan oleh seorang warga bernama Subhan membuka ruang perdebatan mengenai penafsiran syarat pendidikan calon pemimpin dalam regulasi pemilu. Data resmi KPU mencatat bahwa Gibran menempuh pendidikan setara SMA di Singapura dan melanjutkan studi ke Australia. Subhan menilai ketentuan undang-undang hanya mengakomodasi institusi pendidikan di dalam negeri. Perbedaan tafsir inilah yang menjadi inti persoalan.
Secara obyektif, kasus ini menggambarkan dua hal. Pertama, adanya celah dalam regulasi yang memungkinkan tafsir berbeda mengenai pendidikan luar negeri. Kedua, isu politik di Indonesia sering kali bergerak ke arah personal, bahkan sampai menyentuh hal-hal fundamental seperti pendidikan keluarga pejabat.
Apakah persoalan ini berakhir sebagai polemik politik semata atau menjadi preseden hukum baru akan sangat ditentukan oleh proses persidangan yang sedang berlangsung. Publik sendiri memiliki peran penting untuk menilai secara rasional, apakah isu ini murni berkaitan dengan syarat formal pencalonan, atau justru lebih banyak bernuansa politis.
berita viral
Jokowi
Gibran Rakabuming
Jan Ethes
ijazah SMA Gibran
Gibran digugat
SURYA.co.id
surabaya.tribunnews.com
5 Peran Oknum TNI Kopda F di Penculikan Bos Bank Plat Merah, Arahkan hingga Potong Bayaran Penculik |
![]() |
---|
Eko Patrio Maafkan 1 Pelaku Penjarahan Rumahnya, Ajukan Penangguhan Penahanan demi Kucing Kesayangan |
![]() |
---|
Benarkah Dedi Mulyadi Dapat Gaji dan Tunjangan Rp 33 M? Langsung Beber Fakta dan Rinciannya |
![]() |
---|
Rekam Jejak Iwan Catur Kajari Jaksel yang Ditugaskan Cari Silfester Matutina, Sudah Digugat 2 Pihak |
![]() |
---|
Heboh Video Polisi Minta Warga Lepas Maling Motor, Kapolsek Cikarang Utara Klarifikasi: Salah Paham |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.