Berita Viral

Sosok 3 Mahasiswa dan Pelajar yang Tewas Imbas Demo di Jakarta, Jateng, Jogja, Penyebabnya Misterius

Demonstrasi yang terjadi di sejumlah daerah di Indonesia berbuntut pada tewasnya tiga mahasiswa dan pelajar. 

Editor: Musahadah
kolase tribun jateng/tribun jakarta
KORBAN TIga korban tewas buntut demonstrasi di sejumlah daerah. Dari kiri ke kanan: Andika Lutfi Falah (16), siswa SMKN 14 Kabupaten Tangerang; Rheza Sendy Pratama, mahasiswa Prodi Ilmu Komunikasi, Universitas Amikom Yogyakarta; dan Iko Juliant Junior, mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Negeri Semarang (Unnes). 

SURYA.CO.ID - Demonstrasi yang terjadi di sejumlah daerah di Indonesia berbuntut pada tewasnya tiga mahasiswa dan pelajar. 

Mereka adalah Rheza Sendy Pratama, mahasiswa Prodi Ilmu Komunikasi, Universitas Amikom Yogyakarta.

Kemudian, Iko Juliant Junior, mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Negeri Semarang (Unnes) dan Andika Lutfi Falah (16), siswa SMKN 14 Kabupaten Tangerang. 

Hingga kini, kronologis dan penyebab kematian tiga mahasiswa dan pelajar ini masih misterius. 

Sejumlah kabar menyebut mereka meninggal karena kekerasan, namun ada kabar lain yang menyebut akibat kecelakaan.

Baca juga: Profil Lengkap 7 Korban Tewas saat Demo Ricuh di Jakarta, Makassar dan Jogja: Driver Ojol hingga ASN

Berikut fakta dan sosok korban: 

  1. Andika Lutfi tempurung belakang kepalanya retak

Andika Lutfi Falah (16), siswa SMKN 14 Kabupaten Tangerang meninggal dunia setelah ikut aksi unjuk rasa di depan Gedung DPR RI.

Andika yang selama ini tinggal di Perumahan Puri Bidara RT 02/06, Tigaraksa, Kabupaten Tangerang, dimakamkan pada Senin (1/9/2025) siang di TPU Puri.

Ketua RT setempat, Sugiono, menuturkan awal mula Andika bisa ikut dalam aksi di Jakarta.

Menurutnya, Andika awalnya berpamitan kepada pihak sekolah dengan alasan hendak mengantar ibunya berobat.

Namun ternyata, ia justru pergi bersama temannya menuju DPR RI.

Sugiono melanjutkan, selepas pamit dari sekolah, Andika tidak pernah kembali lagi.

Guru sempat menghubungi pihak keluarga, namun jawaban tak kunjung ada.

Situasi semakin sulit karena Andika tidak membawa telepon genggam maupun kartu identitas.

Keluarga kebingungan mencari kabar, sementara teman-temannya pun tidak tahu pasti di mana keberadaannya.

Hingga akhirnya, Sabtu (30/8/2025) sore, sebuah informasi mengejutkan muncul dari media sosial yakni foto Andika beredar dengan keterangan ia sedang dirawat di RS Mintohardjo, Jakarta Pusat, dalam kondisi kritis.

Keluarga pun bergegas menuju rumah sakit tersebut.

Setibanya di sana, mereka mendapati Andika sudah tak sadarkan diri sejak Jumat (29/8/2025).

Tim medis menjelaskan bahwa ia mengalami koma akibat tempurung belakang kepalanya retak.

Meski dugaan muncul bahwa luka parah tersebut disebabkan hantaman benda tumpul, pihak keluarga tidak bisa memastikan penyebab pastinya.

“Apakah jatuh atau terkena sesuatu, kami tidak tahu. Yang jelas hasil medis memang ada benturan,” ujar Sugiono.

Keluarga memilih untuk tidak memperpanjang persoalan.

Mereka menyatakan ikhlas menerima kepergian Andika, meski tanda tanya besar masih menyelimuti bagaimana peristiwa itu terjadi.

“Kami tidak akan melanjutkan hal-hal yang tidak diinginkan. Semua keluarga sudah ikhlas dan rida,” kata Sugiono menegaskan.

Di tengah keramaian pelayat, ibunda Andika hanya bisa berusaha menahan air mata.

Ia mengelus dada dan berulang kali menyebutkan sudah mengikhlaskan kepergian putranya.

“Saya tidak menyalahkan siapa pun, mungkin ini memang sudah takdir anak saya,” ucapnya lirih.

Ia masih ingat betul kebiasaan putranya yang gemar mendaki gunung.

Cerita itu kembali ia kenang sambil menitikkan air mata di hadapan para tamu yang datang.

2. Iko Juliant Junior mengigau “ampun Pak, tolong Pak, jangan pukulin saya lagi"

Iko Juliant Junior, mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Negeri Semarang (Unnes) angkatan 2024 menghembuskan napas terakhir pada Minggu (31/8/2025) sore.

Kepergian Iko bukan hanya meninggalkan duka mendalam, tetapi juga rentetan misteri yang hingga kini belum terjawab.

Berdasarkan Surat Tanda Penerimaan (STP) yang dikeluarkan Satlantas Polrestabes Semarang, korban Iko Juliant Junior mengalami kecelakaan di Jalan Dr Cipto Semarang, Jawa Tengah pada Minggu (31/8/2025) pukul 02.30 WIB.  

Surat STP yang ditandatangani oleh Aiptu Hardiyanto itu menerangkan motor dan SIM milik Iko Juliant Junior disita polisi.

Namun, ia baru tiba di RSUP dr Kariadi sekitar pukul 11.00 siang dalam kondisi kritis.

Keluarga Iko memperoleh informasi kejadian tersebut ketika korban sudah di rumah sakit.

Rentang hampir 10 jam tanpa penjelasan ini menimbulkan pertanyaan besar: apa yang sebenarnya terjadi pada Iko selama kurun waktu itu?

Kepolisian mengklaim masih melakukan penyelidikan terhadap kasus kecelakaan tersebut.

"Masih kami dalami," kata Kanit Gakkum Satlantas Polrestabes Semarang, Iptu Novita Candra kepada Tribunjateng.com, Senin (1/9/2025) malam.

Hal lain yang menimbulkan tanda tanya: Iko diantar ke rumah sakit oleh anggota Brimob Polda Jateng, bukan oleh warga atau pengendara yang menemukan di lokasi.

Keterangan ini diperoleh dari satpam rumah sakit.

Selain itu, ibu korban yang mendampingi Iko Juliant Junior sempat mendengar anaknya mengigau dengan kalimat “ampun Pak, tolong Pak, jangan pukulin saya lagi.

"Iko mengucapkan kalimat yang sama hingga 3 kali."

"Sambil memegangi tangan anaknya, Ibunda Iko berbisik lirih dimaafkan, dimaafkan, dimaafkan," papar Naufal.

Pernyataan terakhir itu membuat keluarga bertanya: benarkah Iko hanya korban kecelakaan tunggal, atau ada kekerasan yang dialaminya?

Motor dan SIM Iko kini disita polisi, tetapi barang pribadinya yang lain hilang.

Tas ransel biru berisi jas almamater serta telepon genggam tak pernah kembali ke tangan keluarga.

Hanya baju PDH DPM yang dikembalikan, itu pun dalam kondisi robek.

Kematian Iko tersebut dinilai janggal oleh beberapa pihak seperti dari Pusat Bantuan Hukum Ikatan Alumni (PBH IKA) FH Unnes.

Anggota PBH IKA Alumni FH Unnes, Naufal Sebastian menyebut, kejanggalan yang ditemukan pihaknya berdasarkan beberapa temuan di lapangan.

Seperti kedatangan korban ke RSUP dr Kariadi Semarang diantar oleh petugas Brimob Polda Jateng dalam kondisi kritis pada Minggu (31/8/2025) sekira pukul 11.00 WIB. 

Naufal menambahkan, berdasarkan foto dari jenazah Iko sebelum dimakamkan dan diambil hanya di bagian
kepala, ada luka sobek di bibirnya.

Belum diketahui luka-luka lain karena jenazah sudah dimakamkan pada Senin (1/9/2025).

"Kejanggalan-kejanggalan itu yang sedang kami coba ungkap," paparnya.

3. Rheza Sendy Pratama tengkuknya patah

TEWAS - Rheza Sendy Pratama, Mahasiswa Prodi Ilmu Komunikasi, Universitas Amikom, Yogyakarta yang meninggal saat unjuk rasa pada Minggu (31/8/2025).
TEWAS - Rheza Sendy Pratama, Mahasiswa Prodi Ilmu Komunikasi, Universitas Amikom, Yogyakarta yang meninggal saat unjuk rasa pada Minggu (31/8/2025). (kolase tribun jogja)

Rheza Sendy Pratama merupakan mahasiswa Prodi Ilmu Komunikasi 2023, Universitas Amikom Yogyakarta.

Berdasar keterangan rilis resmi BEM Amikom Yogyakarta, disebutkan pada Minggu (31/8/2025), pada saat aksi demonstrasi besar-besaran yang tengah bergema di Yogyakarta, Rheza turut hadir sebagai bagian dari barisan perjuangan mahasiswa.

Di tengah situasi kacau, motor yang ditungganginya mati ketika hendak berbalik arah.

Tiba-tiba aparat menembakkan gas air mata dan membuat Rheza terjatuh.

Jenazah Rheza dikebumikan di Tempat Pemakaman Umum (TPU) Sasanalaya Jatisari, Mlati, Sleman, Yogyakarta.

Pihak Amikom Yogyakarta masih menunggu informasi resmi dari kepolisian terkait kronologi kejadian.

Wakil Rektor III Bidang Kemahasiswaan dan Alumni Universitas Amikom Yogyakarta, Dr Achmad Fauzi SE MM menjelaskan bahwa hingga kini pihaknya belum memperoleh keterangan lengkap mengenai peristiwa yang merenggut nyawa mahasiswa tersebut.

“Karena itu tidak dalam pantauan kami, kami tidak tahu persis kejadiannya. Informasi baru kami terima siang tadi, dan polisi pun belum memberi keterangan. Kami fokus mendampingi almarhum dulu, mulai dari rumah sakit hingga ke rumah duka,” kata Achmad Fauzi dikutip dari tribunjogja.com.

Ayah Rheza Sendy, Yoyon Surono mengungkapkan, sang anak diajak ngopi teman SMK pada malam hari sebelum tragedi, pada Sabtu (30/8/2025).

Saat itu Rheza sempat memintanya uang.

“Malam itu dia minta uang untuk ngopi sama temannya,” kenangnya. 

“Sebenarnya saya sudah suruh dia di rumah saja,” tambahnya.

Baca juga: Gelagat Dandi Sopir Ojol Sebelum Tewas Dikeroyok Massa Usai Dituduh Intel, Diajak Teman Lakukan Ini

Tak ada firasat buruk sedikit pun.

“Paginya dia sudah ada di depan Polda DIY. Saya tidak mengira. Baru saja kemarin dia bayar kuliah, baru masuk libur. Saya suruh di rumah saja,” kata sang ayah dengan suara tertahan.

Yoyon mengaku kali pertama mendapat kabar soal anaknya dari tetangga yang menunjukan foto kartu tanda penduduk (KTP). 

Tetangga itu menanyakan apakah sosok di foto itu adalah anaknya? 

"Tetangga yang datang ke rumah nunjukin foto KTP, terus bilang ini Rheza? Ya Rheza kenapa?"kata Yoyon Surono menceritakan lagi kejadian yang dialaminya. 

Singkat cerita, ada seorang polisi menelepon mengabarkan Rheza terkena gas air mata dan dirawat di RSUP Sardjito.

Yoyon Surono kemudian datang ke RSUP Sardjito dan kenyataan pahit itu harus dihadapi Yoyon Surono.

“Anaknya terbujur (kaku),” lalu sejenak berhenti karena menahan tangis.

“Saya tanya yang di sana, katanya dibawa dari unit kesehatan Polda,” tambahnya. 

Yoyon lalu memaparkan luka yang dialami sang anak.

Menurutnya, kondisi Yoyon Surono menunjukkan tengkuk yang menurutnya patah.

Dia menyebutkan ada bekas luka pijakan kaki, wajah mengalami luka.

Bagian kaki dan tangan ada lecet, kemudian di bawah mata berwarna putih.

Yoyon juga memutuskan untuk tidak ada tindakan autopsi karena menganggap apa yang terjadi terhadap Rheza adalah musibah.

Yoyon hanya ingin bertemu dengan teman anaknya yang malam sebelum kejadian mengajaknya ngopi.

Yoyon menegaskan, keluarganya hanya ingin satu hal: tidak ada lagi korban dari aksi demonstrasi.

“Harapannya, kalau ada demo itu damai. Pengamanan diperketat, jelas, jangan asal main gebuk. Kasihan orang-orang yang tidak tahu apa-apa,” tambah dia.

Bagi Yoyon, kehilangan ini bukan sekadar luka pribadi, melainkan peringatan keras tentang perlunya perlindungan warga dalam menyuarakan pendapat. 

“Kami pasrah. Ini musibah. Tapi semoga tak ada lagi keluarga lain yang harus merasakan apa yang kami rasakan hari ini,” tutupnya.

Sebagian artikel ini telah tayang di Tribunnews.com dengan judul Daftar 6 Korban Tewas Buntut Demo Ricuh di Sejumlah Daerah, Ada Mahasiswa, Staf DPRD, Driver Ojol

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved