Berita Viral

Kesalahan Fatal Bupati Pati Sudewo saat Akan Naikkan PBB, Abaikan Arahan Pemprov: Kajian Belum Ada

Terungkap kesalahan fatal Bupati Pati Sudewo saat akan naikkan PBB 250 persen, hingga akhirnya berujung demo ricuh. Abaikan arahan Pemprov.

Dok Warga via Kompas.com
KESALAHAN BUPATI PATI - Bupati Pati, Sudewo berjalan kaki mendatangi langsung posko donasi Aliansi Masyarakat Pati Bersatu di depan gerbang Kantor Bupati Pati, Jumat (8/8/2025) malam. 

SURYA.co.id - Terungkap kesalahan fatal Bupati Pati Sudewo saat akan naikkan PBB 250 persen, hingga akhirnya berujung demo ricuh.

Ternyata, Sudewo sempat mengabaikan arahan Pemerintah Provinsi Jawa Tengah.

Hal ini diungkapkan oleh Gubernur Jawa Tengah, Ahmad Luthfi.

Polemik kenaikan Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB-P2) di Kabupaten Pati hingga 250 persen berbuntut panjang.

Gubernur Jawa Tengah, Luthfi, mengungkapkan bahwa kebijakan yang memicu gelombang protes pada Rabu (13/8/2025) tersebut sebenarnya tidak sejalan dengan arahan Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jawa Tengah.

Pemprov Klaim Sudah Beri Arahan

Menurut Luthfi, Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Pati memang sempat berkonsultasi terkait kebijakan tersebut pada 12 April 2025.

Baca juga: Usai Heboh Demo Warga Pati Tuntut Mundur Bupati Sudewo, Sosok Ini Diam-diam Kirim Tim untuk Pantau

Saat itu, Pemprov Jateng menekankan pentingnya kajian matang sebelum tarif baru diberlakukan.

“Sekda Pati sudah mengirim surat verifikasi. Bahkan, pada 22 April kami undang untuk rapat koordinasi. Dalam rapat itu ada tiga syarat yang wajib dipenuhi,” ujar Luthfi usai rapat terbatas bersama Forkopimda Jateng, Kamis (14/8/2025), melansir dari Kompas.com.

Tiga syarat yang dimaksud adalah:

  1. Melibatkan pihak ketiga untuk asistensi atau kajian.
  2. Memastikan kebijakan tidak membebani masyarakat.
  3. Menyesuaikan tarif dengan kondisi dan kemampuan daerah.

“Tiga poin itu seharusnya dilaporkan kembali dalam satu pekan. Tapi sampai hari ini belum ada tindak lanjut dari Pemkab Pati,” tambahnya.

Kenaikan Pajak Dinilai Tanpa Kajian

Luthfi menegaskan, kenaikan PBB-P2 sebesar 250 persen yang sudah sempat diberlakukan belum memenuhi rekomendasi Pemprov.

Bahkan, menurutnya, kajian teknis atas kebijakan itu belum pernah disampaikan.

“Kajian belum ada. Ini menjadi catatan sekaligus teguran untuk Pemkab Pati agar tidak mengulangi hal serupa. Untungnya, kebijakan itu sudah dibatalkan.

Selanjutnya, kami akan lakukan pembinaan,” tegasnya.

Sementara itu, terkait wacana penggunaan Hak Angket di DPRD Pati untuk memakzulkan Bupati Sudewo, Luthfi memilih menghormati proses yang berjalan.

“Semuanya ada mekanismenya di DPRD. Kita tunggu hasilnya, apakah nanti dalam 60 hari ada keputusan resmi atau tidak,” jelasnya.

Baca juga: Rekam Jejak Asep Guntur, Pejabat KPK yang Beber Bupati Pati Sudewo Terlibat Kasus Suap DJKA

12 Pelanggaran Bupati Sudewo

DPRD Kabupaten Pati mengungkap ada 12 dugaan pelanggaran Bupati Sudewo selama menjabat sejak 2024. 

12 dugaan pelanggaran itu dirangkum dari 22 poin tuntutan yang disampaikan para pengunjuk rasa saat mendesak Bupati Sudewo mundur pada Rabu (13/8/2025). 

Selain tentang kenaikan PBB-P2 sebesar 250 persen, dugaan pelanggaran yang dilakukan Sudewo diantaranya dengan pemecatan atau PHK ratusan eks karyawan RSUD Soewondo, Pati, Jawa Tengah. 

Ketua Pansus Hak Angket DPRD, Teguh Bandang Waluyo menyampaikan itu dalam rapat Pansus pada Kamis (14/8/2025). 

Saat itu pansus memanggil beberapa pihak untuk dimintai keterangan dan klarifikasi.

Di antaranya, eks karyawan RSUD Soewondo, jajaran direksi RSUD Soewondo, Asisten Pemerintahan dan Kesejahteraan Rakyat Setda Pati, dan Plt Kepala BKPSDM Pati.

Ada lima perwakilan eks karyawan RSUD dari total 220 orang yang mengalami pemutusan kerja dihadirkan di dalam rapat Pansus.

Rapat Pansus Hak Angket pemakzulan Bupati Pati Sudewo tersebut pun diwarnai tangis saat dua mantan pegawai RSUD memberikan keterangan.

Haning Dyah dan Siti Masruhah, dua mantan pegawai RSUD Soewondo menangis terisak di hadapan anggota dewan.

Baca juga: Pantas Jombang dan Daerah Lain Banyak Naikkan PBB, Pati Sampai Demo Kisruh, Ternyata Ini Penyebabnya

Tangis Haning dan Siti pecah saat pimpinan dan anggota Pansus menanyakan keadaan dan harapan mereka setelah tak lagi menjadi karyawan RSUD.

Haning diketahui sudah mengabdi di RSUD Soewondo Pati selama 10 tahun.

Ia terakhir menjabat sebagai staf keuangan.

Sementara suaminya yang juga ikut kena Pemutusan Hubungan Kerja (PHK), sudah mengabdi di RSUD tersebut selama 13 tahun.

Selama bekerja di RSUD Soewondo Pati, Haning dan suaminya hanya berstatus karyawan kontrak.

Namun, ia dan suaminya tak menyangka bila pengabdian mereka bertahun-tahun berakhir di tahun 2025.

Saat itu, Haning dan 220 karyawan RSUD yang berstatus sebagai pekerja tak tetap harus kembali menjalani tes, meski pada saat awal masuk mereka menjalani tes.

"Saya dan suami saya bagian dari 220 orang yang tidak lolos tes, dianggap tidak kompeten dan akhirnya dipecat," kata Haning dikutp dari Tribunjateng.com.

Setelah menceritakan hal tersebut, Haning pun tak bisa membendung air matanya.

Nasib serupa dialami Siti Masruhah. Ia sudah mengabdi di RSUD Soewondo Pati selama 20 tahun.

Di tengah asa untuk menjadi pegawai tetap, justru ia malah terkena PHK.

Alasannya sama, dinilai tidak kompeten setelah gagal mengikuti tes.

"Saya pernah ikut tes karyawan tetap dulu, tapi enggak lolos. Pengumumannya hanya ada nomor, nama dan keterangan lolos atau tidak lolos. Tidak ada angka perangkingan. Tahun ini malah dipecat," ujarnya.

Agus Triyono pun menceritakan hal yang sama. Dirinya terkena PHK setelah mengabdi lebih dari 17 tahun di RSUD Soewondo Pati.

Kini ia pun menjadi pengangguran.

"Hasilnya (tes) nggak lolos, sekarang enggak kerja lagi," ujar dia.

Muhammad Suaib yang sudah mengabdi untuk RSUD Pati 16 tahun dan Siswanto yang sudah mengabdi 14 tahun pun mengalami nasib serupa, terkena PHK setelah mengikuti tes dan dinyatakan tak kompeten.

Para mantan pegawai honorer korban PHK RSUD RAA Soewondo Pati sempat ikut dalam aksi unjuk rasa 13 Agustus 2025 di Alun-alun Kabupaten Pati.

Mereka bersama perserta aksi unjuk rasa sempat menggelar selamatan dan doa bersama.

Mereka berdoa agar aksi unjuk rasa Rabu (13/8/2025) berjalan lancar dan tuntutan bisa terpenuhi.

Bupati Pati Sudewo diketahui melakukan kebijakan perampingan pegawai RSUD dengan alasan efisiensi anggaran.

Menurutnya, jumlah pegawai honorer terlalu banyak, jauh melebihi kebutuhan.

“Jumlah tenaga honorer sangat berlebih. Ada sekira 500 orang. Padahal seharusnya cukup hanya 200 orang,” kata dia pada Sabtu (22/3/2025).

Menurut Sudewo, jumlah tenaga honorer yang terlalu banyak sangat membebani keuangan RSUD.

Akibatnya, fasilitas dan pelayanan  jadi tidak maksimal.

Dia juga mengkritisi prosedur penerimaan tenaga honorer yang menurut dia selama ini tidak tepat.

“Sebelumnya, penerimaan pegawai honorer tidak melalui prosedur yang benar. Tidak ada seleksi, tidak ada tes. Tidak ada pengumuman."

"Pokoknya asal masuk sehingga menjadi over dan membebani rumah sakit,” tutur Sudewo

Pihaknya lalu memerintahkan Direktur RSUD Pati, Rini Susilowati untuk menggelar seleksi pegawai tetap yang diikuti seluruh tenaga honorer.

Mereka yang dinyatakan tidak lolos tes diberhentikan.

Sudewo menjamin, mekanisme seleksi tersebut adil dan objektif.

>>>Update berita terkini di Googlenews Surya.co.id

Sumber: Kompas.com
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved