Berdampak Pada Madin dan TPQ di Jombang, Sekolah 5 Hari Abaikan Akar Religius Kota Santri

Kalau kebijakan pusat diterapkan mentah-mentah tanpa menyesuaikan dengan kondisi daerah, hasilnya akan kontraproduktif,

Penulis: Anggit Puji Widodo | Editor: Deddy Humana
dok
SEKOLAH LIMA HARI - Ketua Fraksi PKB di DPRD Kabupaten Jombang, M Subaidi Muchtar menilai penerapan sekolah 5 hari tergesa-gesa tanpa mempertimbangkan kesiapan fasilitas maupun dampak sosialnya. 

SURYA.CO.ID, JOMBANG - Penerapan sekolah lima hari dengan sistem full day school kembali disoroti. Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) di DPRD Kabupaten Jombang sekarang menyoroti dampak negatif penerapan sistem pembelajaran di wilayahnya.

Kebijakan yang menerapkan lima hari sekolah dalam sepekan itu dinilai belum tepat diterapkan secara menyeluruh dan berpotensi mengikis ruang belajar keagamaan di luar sekolah formal, seperti Taman Pendidikan Al-Qur’an (TPQ) dan Madrasah Diniyah (Madin).

Kritik tersebut mencuat dalam forum hearing yang digelar Fraksi PKB bersama para guru dan pengelola lembaga pendidikan, Senin (13/10/2025). 

Dalam forum tersebut, banyak peserta menyampaikan keprihatinan atas berkurangnya waktu anak-anak untuk belajar agama akibat sistem sekolah seharian penuh.

Ketua Fraksi PKB DPRD Jombang, M Subaidi Muchtar, menilai penerapan kebijakan tersebut dilakukan secara tergesa-gesa tanpa mempertimbangkan kesiapan fasilitas maupun dampak sosialnya.

“Banyak sekolah belum siap. Fasilitas seperti ruang istirahat, toilet, maupun tempat ibadah masih jauh dari memadai. Akibatnya, anak-anak dipaksa belajar seharian dalam kondisi yang tidak nyaman,” kata Muchtar, Selasa (14/10/2025). 

Subaidi menambahkan, selain persoalan infrastruktur, kebijakan full day school juga menimbulkan efek domino terhadap lembaga pendidikan nonformal berbasis keagamaan. Ia menyebut banyak TPQ dan Madin kini kehilangan murid karena jadwal belajar formal yang terlalu panjang.

“Dulu selepas Dhuhur anak-anak masih sempat mengaji, sekarang mereka pulang sore. Hari Sabtu dan Minggu yang seharusnya bisa diisi kegiatan positif, justru banyak dihabiskan untuk hal-hal yang tidak produktif,” ujarnya. 

Politikus senior PKB itu juga mengkritik proses perumusan kebijakan yang dinilai minim partisipasi publik. Ia menegaskan bahwa kebijakan pendidikan seharusnya dibangun melalui kajian akademik yang matang dan melibatkan semua pihak terkait, termasuk DPRD.

“Kami tidak pernah diajak membahas secara mendalam. Tidak ada public hearing resmi sebelum kebijakan ini dijalankan. Padahal dampaknya sangat luas,” ungkapnya.

Menurut Subaidi, semangat membangun generasi berkharakter tidak bisa hanya diukur dari lamanya waktu belajar di sekolah. 

Ia menegaskan pentingnya menjaga keseimbangan antara pendidikan umum dan pendidikan keagamaan, apalagi Jombang memiliki identitas kuat sebagai Kota Santri.

“Jangan sampai kebijakan pendidikan di Jombang justru mengabaikan akar religius daerah ini. Kalau kebijakan pusat diterapkan mentah-mentah tanpa menyesuaikan dengan kondisi daerah, hasilnya akan kontraproduktif,” pungkasnya.

Subaidi menambahkan, Fraksi PKB saat ini tengah menyiapkan hasil kajian lengkap terkait pelaksanaan full day school di Jombang. Hasil evaluasi itu, katanya, akan menjadi dasar untuk memanggil Dinas Pendidikan guna dimintai penjelasan lebih lanjut.

Penerapan sekolah lima hari di Jombang menimbulkan perdebatan. Kritik terbaru datang dari jajaran kiai Nahdlatul Ulama (NU) yang menilai kebijakan tersebut berpotensi merugikan anak-anak, terutama yang tinggal di pedesaan.

Sumber: Surya
Halaman 1 dari 2
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved