Harga Tembakau di Magetan Tak Sesuai Harapan Petani, Ada Serangan Ulat dan Cuaca Tak Bersahabat

Hasil panen petani tembakau di Kecamatan Plaosan, Kabupaten Magetan, Jatim, tidak sesuai harapan

Penulis: Febrianto Ramadani | Editor: Cak Sur
SURYA.CO.ID/Febrianto Ramadani
PANEN TEMBAKAU - Petani Tembakau di lereng Gunung Lawu. Tepatnya di Desa Getasanyar, Kecamatan Plaosan, Kabupaten Magetan, Jawa Timur, sedang memanen tembakau, Selasa (9/9/2025). Panen bersamaan dengan cuaca yang kurang bersahabat, dianggap petani tidak sesuai harapan. 

SURYA.CO.ID, MAGETAN - Hasil panen petani tembakau di lereng Gunung Lawu, tepatnya di Desa Getasanyar, Kecamatan Plaosan, Kabupaten Magetan, Jawa Timur (Jatim), tidak sesuai harapan petani. 

Seorang petani tembakau, Suyono, mengungkapkan bahwa cuaca yang kurang bersahabat, ditambah serangan ulat hingga masalah pupuk membuat kualitas daun tembakau menurun drastis.

“Musim tanam kali ini penuh tantangan. Hujan datang di luar perkiraan membuat daun tidak bisa berkembang sempurna,” ungkap Suyono, Selasa (9/9/2025).

Menurutnya, daun tembakau basah dari kebun bisa mencapai harga Rp 5.000 per kilogram (kg). 

Namun, tahun ini turun di kisaran harga  Rp 4.000 per kg. 

Kondisi itu dinilai Suyono, menyebabkan petani memilih menjual hasil panennya langsung dalam bentuk daun utuh setelah dipetik, tanpa diolah terlebih dahulu.

“Daun siap dipanen tapi mendadak turun hujan, jadi berpengaruh terhadap kualitas. Bagian bawah daun cepat mengering,” jelas Suyono yang sudah menanam tembakau sejak 1979.

Sementara itu, Ketua Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (APTI) Kabupaten Magetan, Siswanto, menambahkan bahwa persoalan ini tidak hanya terjadi di Magetan, tapi juga di daerah lain. 

“Faktor cuaca sangat berpengaruh terhadap kualitas tembakau. Kualitas tembakau yang biasanya grade E, kini hanya sampai grade D,” imbuhnya.

“Suhu panas tidak maksimal, daun tidak bisa kering sempurna, membuat kualitas turun hingga dua tingkat,” sambung Siswanto.

Siswanto menerangkan, harga tembakau rajangan halus masih relatif lebih baik, dari kisaran Rp 80 ribu hingga Rp100 ribu per kg.

Meski demikian, ia juga menyebut, sebagian petani memilih menunda penjualan sambil menunggu harga naik. Serta memperkuat pasar lokal, sekaligus memperbaiki proses pengeringan agar kualitas tetap terjaga. 

Selain menjual dalam bentuk daun basah, sebagian petani mencoba mengolah rajangan halus atau menjual varietas unggulan, seperti kemloko untuk mitra perusahaan.

Pihaknya berharap ada perbaikan pasar, dukungan sarana prasarana, agar petani tidak selalu merugi ketika cuaca tidak berpihak.

"Minimal hasil panen petani tetap bisa terserap pasar, dan ada keuntungan yang didapat," tandasnya.

Sumber: Surya
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved