Polemik Kenaikan PBB-P2 di Jombang, Revisi Perda Disebut Jadi Jalan Keluar
Ketua Bapemperda DPRD Jombang angkat bicara terkait keresahan masyarakat soal naiknya PBB-P2 di Kabupaten Jombang, Jatim.
Penulis: Anggit Puji Widodo | Editor: Cak Sur
SURYA.CO.ID, JOMBANG - Ketua Badan Pembentukan Peraturan Daerah (Bapemperda) DPRD Jombang, Kartiyono, angkat bicara terkait keresahan masyarakat soal naiknya Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB-P2) di Kabupaten Jombang, Jawa Timur (Jatim).
Menurut Kartiyono, isu bahwa lonjakan pajak di Jombang dipicu kebijakan dari daerah lain, seperti Pati, tidak benar.
“Kalau ada yang menyebut kenaikan pajak ini akibat pengaruh luar, itu keliru besar,” ucapnya saat dikonfirmasi, Senin (25/8/2025).
Kartiyono mengungkapkan, keluhan warga sebenarnya sudah banyak diterima DPRD sejak 2024 lalu.
Menyikapi hal itu, pihak legislatif memanggil Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) serta sejumlah pihak terkait untuk membahas solusi.
Salah satu rekomendasinya, adalah melakukan pendataan ulang dengan melibatkan perangkat desa.
Selain itu, DPRD juga mendorong perubahan Peraturan Daerah (Perda) Nomor 13 Tahun 2023, agar lebih sesuai dengan kondisi riil di lapangan.
Proses revisi perda tersebut dimulai pada Oktober 2024, dan resmi disahkan pada 13 Agustus 2025.
Kartiyono menambahkan, DPRD sebenarnya telah meminta Pj Bupati Sugiat agar mempercepat pembahasan revisi, namun langkah itu masih menunggu evaluasi dari Kementerian Dalam Negeri. Situasi semakin kompleks setelah Maret 2025, saat Bupati definitif Warsubi dilantik.
“Pada masa itu, ada banyak agenda transisi pemerintahan, termasuk program retret kepala daerah. Karena itu, DPRD memilih menunggu hasil evaluasi Kemendagri sambil pendataan ulang berjalan,” ungkapnya.
Dengan demikian, Kartiyono menegaskan, bahwa proses kenaikan maupun penyesuaian pajak di Jombang murni bersumber dari dinamika regulasi di daerah sendiri, bukan karena intervensi atau pengaruh kabupaten lain.
Polemik kenaikan PBB-P2 di Jombang yang belakangan ramai dikeluhkan masyarakat, mendapat tanggapan serius dari Bupati Jombang, Warsubi dan Ketua DPRD Kabupaten Jombang, Hadi Atmaji.
Dalam sebuah pertemuan bersama kepala Persaudaraan Kepala Desa Indonesia (PKDI) Kabupaten Jombang beberapa waktu lalu, Bupati Warsubi menegaskan, bahwa kenaikan PBB bukan hanya dialami Kabupaten Jombang, melainkan juga terjadi di 146 kabupaten/kota lain di Indonesia.
Ia mendorong agar kepala desa proaktif membantu warganya menyampaikan keberatan ke Badan Pendapatan Daerah (Bapenda).
Warsubi juga mengakui, bahwa revisi Perda Nomor 13 Tahun 2025 akan mengurangi Pendapatan Asli Daerah (PAD). Dari Rp 51 miliar di tahun 2024, penerimaan pajak turun menjadi Rp 50 miliar di 2025.
Bahkan, jika revisi berjalan, potensi kehilangan pendapatan bisa mencapai Rp 15 miliar pada 2026.
“Namun, langkah ini tetap diambil demi meringankan beban masyarakat,” ucap pada Sabtu (23/8/2025).
Untuk menutup potensi kekurangan tersebut, Bupati Warsubi menaruh harapan pada kinerja Badan Usaha Milik Daerah (BUMD).
Ia mencontohkan Perkebunan Panglungan, yang kini berangsur sehat setelah lama merugi.
Perusahaan itu bahkan mulai menyumbang kas hingga ratusan juta rupiah.
Selain perkebunan, Bank Jombang, PDAM serta Aneka Usaha Daerah diharapkan ikut memperkuat pendapatan daerah.
Di sisi lain, Ketua DPRD Jombang, Hadi Atmaji, menekankan bahwa kenaikan PBB yang dirasakan masyarakat bukanlah hasil kebijakan pemerintahan saat ini.
Ia menjelaskan, lonjakan tersebut bermula pada 2022, ketika Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) ditetapkan lewat metode appraisal berbasis Google dengan tarif tunggal per zona.
“Kondisi itu membuat lahan di pinggir jalan raya dengan lokasi belakang mendapat NJOP sama. Akibatnya ada lonjakan signifikan, misalnya dari Rp 250 ribu menjadi Rp 1,4 juta per meter persegi,” ungkap Hadi.
Ia juga meluruskan, bahwa kasus viral pembayaran pajak dengan uang koin terjadi pada pajak tahun 2024, bukan 2025 seperti yang banyak dikira publik.
Hadi menegaskan, Pemerintahan Kabupaten (Pemkab) Jombang, saat itu tetap memberi kesempatan warga untuk mengajukan keberatan maupun klarifikasi ke Bapenda.
Sebagai solusi ke depan, Pemkab bersama DPRD Tuban telah menyepakati pemberlakuan empat tarif baru PBB-P2 mulai 2026, yakni antara 0,1 persen hingga 0,2 persen, dengan penyesuaian sesuai harga pasar.
“Masyarakat yang merasa terbebani, dipersilakan langsung berkonsultasi dengan Bapenda,” tutur Hadi.
Meski kebijakan baru berisiko mengurangi PAD, baik eksekutif maupun legislatif menegaskan bahwa kepentingan warga tetap menjadi prioritas.
“Kami ingin keadilan lebih terasa, agar pajak tidak lagi menjadi beban yang memberatkan,” pungkas Hadi.
kenaikan PBB-P2 di Jombang
Kabupaten Jombang
Jombang
DPRD Jombang
Kartiyono
Bupati Jombang Warsubi
Hadi Atmaji
PBB-P2
SURYA.co.id
Jeep Wrangler Rubicon 4-Door Resmi Hadir di Surabaya, PT IND: Usung Fitur dan Teknologi Modern |
![]() |
---|
Makan Mie Instan Tapi Tetap Menyehatkan, dr Zaidul Akbar Beri Tipsnya |
![]() |
---|
Lirik Tasmuani Robbah Tadri Kholajati Wa Munajati, Teks Arab dan Artinya |
![]() |
---|
Tanggapi Rencana Aksi 3 September 2025, Fraksi PKS DPRD Jatim: Jangan Bandingkan Jatim dengan Jabar |
![]() |
---|
3 Pasangan Tak Resmi Terjaring Razia Kos dan Homestay di Tuban |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.