Kecewa Jebakan Royalti Lagu, Pengusaha Bus Pasuruan Putar Kartolo Cs, Kirun Sampai Ceramah Gus Baha

penumpang bus disuguhi tontonan seperti ludruk Kirun Cs, Kartolo Cs, hingga pengajian dari Gus Baha, Ustaz Adi Hidayat, dan Gus Iqdam.

Penulis: Galih Lintartika | Editor: Deddy Humana
DOKUMEN PRIBADI SURYONO PANE
GANTI KONTEN - Suryono Pane, pengusaha PO Kopi Langit 81 Pasuruan berfoto di depan armada busnya, yang mulai menghindari pemutaran lagu agar tidak diminta royalti. 

SURYA.CO.ID, PASURUAN - Sejumlah pengusaha otobus harus memutar otak agar tidak menjadi sasaran penerapan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 56 Tahun 2021 tentang Pengelolaan Royalti Hak Cipta Lagu dan/atau Musik.

Agar terhindar dari kewajiban membayar royalti, perusahaan otobus di Pasuruan berencana mengganti hiburan di dalam bus dengan tayangan lawakan, seni tradisional, hingga pengajian.

Suryono Pane, pemilik otobus Kopi Langit 81 mengaku sudah menginstruksikan kru bus untuk tidak lagi memutar lagu yang berpotensi menimbulkan tagihan dari Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (LMKN).

“Kalau mengikuti aturan, kami wajib membayar royalti bila memutar lagu yang terdaftar di LMKN. Karena itu, saya minta kru menggantinya dengan hiburan lain, seperti ludruk, campursari, atau pengajian,” kata Suryono Pane, Rabu (20/8/2025).

Menurutnya, penumpang busnya sudah disuguhi tontonan seperti ludruk Kirun Cs, Kartolo Cs, hingga pengajian dari Gus Baha, Ustaz Adi Hidayat, dan Gus Iqdam.

Suryono mengaku kecewa dengan penerapan aturan tersebut. Menurutnya, penarikan royalti dilakukan tanpa sosialisasi memadai sehingga menimbulkan kesan liar.

“Seharusnya pemerintah memberi penjelasan lebih dulu. Mana lagu yang wajib royalti, mana yang bebas, atau mana yang sudah dihibahkan penciptanya. Kalau begini, rasanya seperti premanisme berkedok pajak,” ungkapnya.

Ia menambahkan, banyak kru bus yang bingung memahami aturan ini. Sebagian mengira semua musik yang beredar bisa diputar bebas tanpa biaya tambahan.

“Banyak yang berpikir kalau musik diputar dari handphone, toh kuota internet sudah dibayar. Jadi kaget kalau pemilik bus tetap diminta bayar hanya karena memutar lagu,” paparnya.

Bagi Suryono, kebijakan ini hanya menambah beban di tengah usaha yang sedang sulit. Jumlah penumpang kian menurun karena ekonomi lesu, sementara biaya operasional terus merangkak naik.

“Sekarang usaha angkutan bus tidak seramai dulu. Saya baru 5 tahun merintis, tetapi kalau aturan semakin rumit, jelas memberatkan. Apalagi tidak semua orang bisa langsung memahami regulasi semacam ini,” ungkapnya.

Ia berharap pemerintah dapat lebih bijak dalam menetapkan kebijakan, agar tidak semakin menekan pelaku usaha kecil.

“Kalau setiap hal dikenai pajak, tentu makin berat bagi rakyat. Harusnya ada aturan yang lebih sederhana, lebih adil, dan tidak membebani,” pungkasnya. *****

Sumber: Surya
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved