Jurnalis 30 tahun ini melanjutkan, kunci keberhasilan Radio Braille Surabaya adalah adanya inisiatif dari para anggotanya.
“Keinginan untuk dilatih dan dibekali dengan keterampilan berjurnalistik ini munculnya dari mas Tutus dan kawan-kawan. Jadi bukan kami yang menawarkan. Tetapi mereka yang berinisiatif meminta dilatih. Tentu saja kami tak bisa menolak kolaborasi ini karena percaya dampaknya akan luar biasa,” kata Hanaa.
Untuk menumbuhkan keterampilan berjurnalistik pada awak Radio Braille Surabaya, AJI Surabaya menerjunkan beberapa anggotanya yang kaya pengalaman. Tidak hanya berpengalaman melakukan reportase, tetapi juga berpengalaman menjadi trainer.
Namun sebagian besar trainer yang dihadirkan AJI Surabaya dalam beberapa bulan pelatihan, adalah jurnalis radio. Ini sesuai dengan format konten Radio Braille Surabaya yang akan lebih mengedepankan format video dengan narasi yang panjang.
“Misalnya, selain dilatih melakukan reportase lapangan, mereka (awak Radio Braille Surabaya) juga dilatih teknik pernapasan agar tidak mudah lelah ketika harus menjelaskan hasil reportase mereka di depan kamera,” kenang Hanaa.
Kolaborasi Dengan Persma
Kata Hanaa, AJI Surabaya menyadari bahwa keterlibatan organisasinya saja tak cukup. Dibutuhkan adanya kolaborasi dari pihak lain agar Radio Braille Surabaya semakin produktif dan berdampak.
Karena itu, AJI Surabaya melibatkan mahasiswa-mahasiswa dari beberapa kampus di kota Surabaya untuk menjadi relawan. Para mahasiswa yang sebagian besar memiliki latar belakang sebagai anggota Pers Mahasiswa (Persma) ini diperbantukan untuk mendampingi ketika kru Radio Braille Surabaya melakukan peliputan lapangan.
Tetapi sebelum para mahasiswa ini diterjunkan sebagai relawan, mereka lebih dulu mendapatkan pelatihan dari Radio Braille Surabaya. Sebab, jauh lebih penting untuk mengajarkan ‘orang awas’ tentang bagaimana cara berinteraksi dengan tunanetra.
“Pelatihan ini bertujuan agar mereka (mahasiswa) paham bagaimana cara berinteraksi dengan disabilitas netra, serta bagaimana cara memastikan keselamatan para disabilitas netra ketika terjun melakukan reportase di lapangan,”tuturnya.
Dukungan Kampus
Besarnya dampak yang dibuat oleh Radio Braille Surabaya lewat kontennya, ternyata juga menarik minat perguruan tinggi di Surabaya untuk terlibat dalam kolaborasi.
Salah satunya Universitas Negeri Surabaya (Unesa), melalui prodi S1 Komunikasi, yang memfasilitasi pembuatan website untuk Radio Braille Surabaya.
Lewat website itu, hasil-hasil reportase video yang diproduksi oleh Radio Braille Surabaya, dapat dikemas ulang dalam bentuk teks naratif. Sehingga format konten yang disajikan akan semakin kaya.
“Saat ini website tersebut masih terus dikembangkan dan kami harap bisa diluncurkan saat ulang tahun kedua Radio Braille Surabaya pada bulan Desember 2024 nanti. Dengan menerapkan multiplatform seperti ini, kami yakin Radio Braille Surabaya akan makin berdampak,” pungkas Hanaa.
BACA BERITA SURYA.CO.ID LAINNYA DI GOOGLE NEWS