Berita Viral

Babak Baru Kasus Tom Lembong Usai Dapat Abolisi dari Prabowo, Malah Laporkan Hakim PN Tipikor

Tom Lembong lapor hakim Tipikor ke KY dan Bawas MA. Tim hukumnya soroti sikap tidak netral selama sidang kasus impor gula.

Wartakota
TOM LEMBONG BEBAS - Thomas Trikasih Lembong atau Tom Lembong menyapa pendukungnya saat keluar dari Rutan Cipinang, Jakarta Timur, Jumat (1/8/2025). 

SURYA.co.id - Kasus korupsi impor gula yang menjerat Thomas Trikasih Lembong alias Tom Lembong kini memasuki babak baru.

Setelah dapat abolisi dari Presiden Prabowo Subianto, kubu Tom Lembong kini malah laporkan majelis hakim PN tipikor ke Bawas MA dan KY.

Tim kuasa hukum mantan Menteri Perdagangan Thomas Trikasih Lembong atau Tom Lembong melayangkan laporan resmi terhadap majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta Pusat.

Laporan tersebut ditujukan ke dua lembaga pengawas, yaitu Badan Pengawasan Mahkamah Agung (Bawas MA) dan Komisi Yudisial (KY), atas dugaan pelanggaran kode etik dan sikap tidak imparsial dalam proses persidangan.

"Benar, kami menindaklanjuti laporan-laporan sebelumnya. Kami menyoroti dugaan sikap tidak netral dari hakim, khususnya Hakim Anggota Alfis, yang tampak sudah ingin menghukum Pak Tom sejak pemeriksaan saksi," ungkap kuasa hukum Tom, Zaid Mushafi, saat dikonfirmasi pada Minggu, 3 Agustus 2025, melansir dari Kompas.com.

Baca juga: Imbas Prabowo Beri Abolisi Tom Lembong dan Amnesti Hasto, Kinerja KPK dan Kejaksaan Disindir Pakar

Persidangan kasus dugaan korupsi impor gula yang menyeret nama Tom Lembong dipimpin oleh Hakim Ketua Dennie Arsan Fatrika.

Ia didampingi dua hakim anggota, yakni Purwanto S Abdullah dan Alfis Setyawan.

Dalam laporan itu, tim hukum menyebut ada indikasi kuat bahwa proses persidangan tidak berjalan dengan menjunjung asas praduga tak bersalah.

"Yang membuat kami khawatir, Hakim Alfis berkali-kali menyampaikan kesimpulan seolah-olah terdakwa telah bersalah, padahal semestinya asas presumption of innocence tetap dikedepankan," jelas Zaid.

Meskipun laporan tersebut ditujukan kepada seluruh anggota majelis hakim yang menyidangkan perkara, namun sikap Hakim Alfis menjadi fokus utama dalam pengaduan tersebut.

“Kami memang melaporkan seluruh majelis, tetapi perilaku Hakim Alfis menjadi poin krusial dalam laporan,” tambahnya.

Sebelumnya, Tom Lembong telah divonis 4,5 tahun penjara oleh Pengadilan Tipikor Jakarta terkait kasus dugaan korupsi impor gula.

Namun, situasi berubah drastis ketika Presiden Prabowo Subianto menerbitkan Keputusan Presiden tentang abolisi pada 1 Agustus 2025.

Dengan keputusan tersebut, seluruh proses hukum terhadap Tom dihentikan, dan ia langsung dibebaskan dari Rutan Cipinang pada malam hari yang sama.

Apa Itu Abolisi?

Melansir dari Kompas.com, abolisi merupakan suatu keputusan untuk menghentikan pengusutan dan pemeriksaan suatu perkara saat pengadilan belum menjatuhkan putusan atau vonis.

Abolisi termasuk hak istimewa (prerogratif) Presiden.

Dalam Pasal 14 UUD 1945 pasal 14 ayat (2) UUD 1945 berbunyi, "Presiden berhak memberikan abolisi dengan memperhatikan pertimbangan DPR RI".

Selain itu, abolisi juga diatur dalam Undang-Undang Darurat Nomor 11 Tahun 1954 tentang Amnesti dan Abolisi.

Dengan pemberian abolisi oleh Presiden, maka penuntutan terhadap orang atau kelompok orang yang menerima abolisi dihentikan dan ditiadakan.

Sementara menurut Marwan dan Jimmy, dalam Kamus Hukum Dictionary of Law Complete Edition (2009), abolisi adalah suatu hak untuk menghapus seluruh akibat dari penjatuhan putusan pengadilan atau menghapus tuntutan pidana seseorang serta melakukan penghentian apabila putusan tersebut telah dijalankan.

Mekanisme Pemberian Abolisi Sebagaimana diatur dalam Pasal 14 ayat (2) UUD 1945, Presiden harus memperhatikan pertimbangan DPR RI sebelum memberikan abolisi.

Dengan kata lain, Presiden harus mengajukan permohonan pertimbangan kepada DPR RI.

Aturan itu semakin jelas diatur dalam Pasal 71 huruf i Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2018 yang mengatur wewenang DPR. Pasal itu berbunyi, 

"Memberikan pertimbangan kepada presiden dalam pemberian amnesti dan abolisi”.

Pertimbangan DPR diperlukan sebagai upaya pengawasan kebijakan eksekutif dan guna menjaga keseimbangan antar lembaga.

Sebab, DPR merupakan perwakilan rakyat yang terdiri dari partai politik.

Ada pun selama ini, abolisi diberikan kepada pelaku tindak pidana sengketa politik.

Dalam kasus Tom Lembong, pengusulan pemberian abolisi dilakukan Kementerian Hukum atau Menteri Hukum Supratman Andi Agtas ke Presiden Prabowo Subianto.

“Demikian pula halnya pengusulan ke Presiden juga dilakukan oleh Menteri Hukum atas pemberian abolisi kepada saudra Tom Lembong,” kata Supratman di kompleks Parlemen, Jakarta, Kamis.

Selanjutnya, Presiden Prabowo meminta pertimbangan DPR RI melalui Surat Presiden nomor R43 tertanggal 30 Juli 2025. Kemudian, setelah mendapatkan persetujuan DPR RI, Presiden bakal menerbitkan Keputusan Presiden (Keppres) pemberian abolisi kepada Tom Lembong.

Divonis 4 Tahun 6 Bulan

Tom Lembong dijatuhi hukuman penjara selama 4 tahun dan 6 bulan atas kasus korupsi yang berkaitan dengan kebijakan impor gula.

Putusan ini dibacakan oleh Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta Pusat pada Jumat, 18 Juli 2025.

Dalam sidang tersebut, hakim menyatakan bahwa Tom Lembong terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindakan melawan hukum yang menyebabkan kerugian keuangan negara.

Ketua Majelis Hakim Dennie Arsan Fatrika menyampaikan amar putusan yang menyebutkan bahwa Lembong bertanggung jawab atas penerbitan izin impor gula kristal mentah (GKM) yang dinilai melanggar ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Salah satu pertimbangan majelis hakim adalah bahwa kebijakan impor yang dilakukan Lembong tidak melalui rapat koordinasi (rakor) sebagaimana seharusnya.

Hal ini berdasarkan temuan audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) terkait kegiatan impor gula pada tahun 2016 hingga pertengahan 2017.

Hakim Purwanto menjelaskan bahwa selama periode tersebut, total impor gula mencapai 1,69 juta ton, namun pelaksanaannya tidak memenuhi prosedur formal, termasuk ketentuan dalam Undang-Undang Perdagangan serta Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 117.

“Persetujuan impor gula dalam jumlah besar dikeluarkan tanpa mekanisme koordinasi lintas sektor yang memadai,” ujar Hakim Purwanto dalam persidangan.

Majelis hakim menilai tindakan tersebut sebagai bentuk penyalahgunaan kewenangan yang tidak hanya melanggar peraturan administratif, tetapi juga menimbulkan kerugian negara, sehingga memenuhi unsur tindak pidana korupsi.

>>>Update berita terkini di Googlenews Surya.co.id

Sumber: Kompas.com
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved