Berita Viral

Krominolog UI Sebut Kematian Arya Daru 95 Persen Karena Bunuh Diri, Polisi Tak Cepat Menyimpulkan

Krominolog UI Sebut Kematian Arya Daru 95 Persen Karena Bunuh Diri, Polisi Tak Cepat Menyimpulkan

Penulis: Pipit Maulidiya | Editor: Musahadah
Kolase YouTube TV ONE/Instagram
DIPLOMAT MUDA TEWAS - Kriminolog Universitas Indonesia (UI) mengungkap kematian Arya Daru Pangayunan Diplomat Muda Kementerian Luar Negeri 95 persen karena bunuh diri. 

"Namanya konsultasi ya, mengenai berbagai macam hal terkait dengan materi apa pun itu, saya rasa itu kan merupakan hal pribadi," katanya.

Meskipun demikian, Bagus menegaskan bahwa ADP tidak pernah mengeluhkan tekanan atau beban kerja.

"Perlu kami sampaikan juga bahwa namanya orang bekerja itu kan pasti ada beban. Hanya saja sepemahaman dan sepengamatan kami terhadap Daru itu sampai sejauh ini tidak pernah menceritakan beban-beban berat yang ada," jelasnya.

Terkait dengan ditemukannya obat-obatan seperti paracetamol di kosan ADP, Bagus menyatakan bahwa hal tersebut adalah hal yang lumrah jika seseorang merasa sakit.

"Namanya orang sakit itu kan lumrah, ya. Kadang kita pusing, ya minum Paracetamol," ujarnya.

Bagus juga menambahkan bahwa komunikasi antara ADP dan istrinya berjalan baik.

"Memang segala sesuatu itu didiskusikan, dikomunikasikan antara suami dan istri ini, dengan cukup baik," imbuhnya.

Ajak publik kawal kasus Ia mengajak publik untuk ikut mengawal proses hukum kasus ini dengan empati dan obyektivitas.

"Kami juga mengajak kepada teman-teman media dan masyarakat luas, untuk ikut mengawal jalannya proses ini dengan empati, kemudian informasi yang cukup berimbang dan objektif," kata Meta.

Keluarga sangat menghargai dukungan dari masyarakat terhadap kasus ini.

"Kami sangat, sangat menghargai sekali dukungan dari teman-teman media dari seluruh masyarakat Indonesia mengenai kasus ini," tambahnya.

Mereka berharap penyelidikan yang dilakukan oleh aparat kepolisian dapat mengungkap fakta sebenarnya di balik kematian ADP.

"Kami juga percaya bahwa pihak yang berwajib bekerja berdasarkan kaidah-kaidah pekerjaannya yang baik," tutupnya.

Kandungan CTM hingga Akses Layanan Kesehatan Mental

AKP Ade Laksono dari Toksikologi Puslabfor Polri memastikan sudah meneliti otak, empedu, limpa, hati, ginjal, lambung, darah, urine. 

Pemeriksaan ini bertujuan mendeteksi senyawa toksin, apakah ada di organ atau cairan tubuh tersebut, antara lain, obat-obatan atau bahan kimia. 

Hasilnya, seluruh organ dan cairan tubuh, tidak terdeteksi senyawa toksin, seperti pestisida, sianida, arsenik, alkohol maupun narkoba. 

Selanjutnya dilakukan pemeriksaan lanjutan dan menemukan kandungan paracetamol di otak, kandungan  chlorpheniramine atau CTM di empedu, hati, dan limpa. 

Lalu kandungan paracetamol dan chlorpheniramine di ginjal dan urine serta kandungan chlorpheniramine di lambung dan darah.

"Kesimpulannya pemeriksaan tidak terdeteksi senyawa toksin umum. Namun ditemukan kandungan paracetamol dan klor," terangnya. 

Sesuai studi literatur chlorpheniramine atau CTM adalah antihistamine yang dapat meredakan gejala alergi seperti hidung tersumbat dan menimbulkan efek mengantuk. 

Sementara paracetamol dipakai untuk meredakan nyeri. 

"Ini menunjukkan sdanya konsumsi atau paparan obat sebelum kematian," tegas Ade Laksono. 

Sementara itu, Ipda Saji Purwanto dari Ditressiber Polda Metro Jaya menjelaskan, pihaknya telah meneliti 20 titik CCTV yang ada di kantor Kemenlu, mal GRand Indonesia dan tempat kos Arya Daru. 

Hasilnya, pihaknya tidak menemukan adanya gerakan atau motion atau muatan tindakan kekerasan fisik. 

"Tidak ada pemotongan video.  Tidak ada gerakan-gerakan yang memiliki muatan adanya tindakan kekerasan," tegas Ipda Saji. 

Selain itu, tim Diressiber juga meneliti perangkat handphone milik korban yang aktif pertama tanggal 29 juni 2019 dan terakhir 20 september 2022. 

Dari pemeriksaan ini, pihaknya menemukan pengiriman email ke salah satu badan amal yang menyediakan layanan dukungan orang yang memiliki emosional, perasaan tertekan dan putus asa termasuk yang menyebabkan bunuh diri. 

"Kami menemukan 2 segmen, pertama 2013, tanggal 20 juni 2013- sampai 20 juli 2013. 
Menceritakan alasan ada keinginan bunuh diri. Kemudian tahun 2021, dimulai 24 September sampai 5 OKtober 2021. Terdapat 9 segmen, intinya, ada niatan yang semakin kuat untuk melakukan bunuh diri karena problem yang dihadapi," katanya.

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved