Pagu Sekolah Favorit Sudah Dibatasi, 42 SMP Negeri di Ponorogo Masih Tetap Kekurangan Murid

Meskipun dalam penetapan pagu tersebut, pihaknya sudah melihat kondisi serta sarana dan prasarana yang dimiliki sekolah.

Penulis: Pramita Kusumaningrum | Editor: Deddy Humana
surya/Pramita Kusumaningrum (Pramita)
KEKURANGAN MURID - Kepala Dindik Ponorogo, Nurhadi Hanuri mengungkapkan baru 14 dari 56 SMP negeri yang memenuhi pagu PPDB tahun ajaran 2025/2026. 


SURYA.CO.ID, PONOROGO - Tidak terpenuhinya jumlah minimal pendaftar pada tahun ajaran baru 2025/2026 ini memang hampir terjadi di banyak daerah.

Di Ponorogo tidak berbeda, karena dari 56 SMP Negeri ternyata hanya 14 sekolah yang bisa memenuhi pagu murid baru selama masa Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB).

Artinya 42 sekolah lainnya belum memenuhi pagu. Sedangkan enam SMP negeri yang mencapai target jumlah pendaftar ada di pusat kota. Sisanya adalah SMPN yang favorit di Kecamatan masing-masing.

Ke-14 SMPN yang memenuhi pagu adalah SMPN 1 Pulung, SMPN 1 Mlarak, SMPN 1 Bungkal, SMPN 1 Kauman, SMPN 1 Jenangan, SMPN 1 Ponorogo, SMPN 2 Ponorogo.

Kemudian SMPN 3 Ponorogo, SMPN 4 Ponorogo, SMPN 5 Ponorogo, SMPN 6 Ponorogo, SMPN 1 Jetis, SMPN 2 Ngrayun dan SMPN 2 Balong.

“Seluruh SMP Negeri di kota (Kecamatan Ponorogo Kota) terpenuhi kuotanya. Secara keseluruhan di Kabupaten Ponorogo yang  memenuhi pagu ada 14 sekolah,” ungkap Kepala Dinas Pendidikan (Dindik) Ponorogo, Nurhadi Hanuri, Jumat (11/7/2025).

Data yang dihimpun ada beberapa yang SMP Negeri yang hanya mendapatkan siswa di bawah 10 orang.

Meskipun dalam penetapan pagu tersebut, pihaknya sudah melihat kondisi serta sarana dan prasarana yang dimiliki sekolah. 

“Ada pembatasan pagu untuk sekolah-sekolah favorit agar siswanya merata. Tetapi ternyata masih ada SMP negeri yang tidak memenuhi pagu,” kata Nurhadi.

Nurhadi menyebutkan bahwa ada sejumlah faktor yang membuat pagu puluhan SMPN tidak terpenuhi. Analisanya adalah angka kelulusan siswa SD di wilayah juga berpengaruh ke pendaftaran SMP.

Bahkan Nurhadi menyebut kekurangan siswa di SMPN adalah masalah klasik. “Jadi ini masalah klasik, contohnya output SD juga berpengaruh. Jika outputnya kecil otomatis yang naik ke SMP juga sebanding,” ujarnya.

Apakah akan melakukan penggabungan, Nurhadi menjelaskan bahwa Dindik belum melakukan kajian terkait wacana merger sekolah yang jumlah siswanya minim ini. 

“Ada berbagai alasan tidak kami lakukan penggabungan. Berapa pun muridnya, negara harus hadir memberikan layanan pendidikan,” pungkasnya. ****

Sumber: Surya
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved