Berita Viral

2 Kriminolog UI Beda Pendapat Soal Penyebab Arya Daru Tewas Terlilit Lakban, Pihak Ketiga Terlibat?

Dua kriminolog berbeda pendapat soal penyebab kematian diplomat muda Arya Daru Pangayunan (39) di kamar kos daerah Gondangdia, Menteng, Jakarta Pusat

Editor: Musahadah
kolase Metro TV/Kompas TV
BEDA - Dua kriminolog UI Adrianus Meliala dan Haniva Hasna memiliki pendapat berbeda terkait penyebab kematian diplomat muda Arya Daru yang tewas terlilit lakban di kamar kosnya. 

SURYA.CO.ID - Dua kriminolog berbeda pendapat soal penyebab kematian diplomat muda Arya Daru Pangayunan (39) di kamar kos daerah Gondangdia, Menteng, Jakarta Pusat pada Selasa (8/7/2025).

Seperti diketahui, Arya Daru ditemukan tewas dalam kondisi kepala terlilit lakban dan tertutup selimut berwarna gelap.  

Sebelum ditemukan tewas, tak ada gelagat mencurigakan yang dilakukan diplomat muda berkarir cemerlang ini. 

Dari rekaman CCTV yang ada di depan kamar kos terlihat Arya Daru keluar kamar kos dengan membawa kantong plastik hitam.

Kantong plastik tersebut diduga berisi sampah, yang akan dibuang.

Baca juga: 3 Aksi Heroik Diplomat Arya Daru Sebelum Ditemukan Tewas Terlilit Lakban, Gendong Anak WNI Telantar

Arya Daru kemudian terlihat kembali dengan tangan kosong ke kamar kosnya.

Lalu, apa penyebab tewasnya Arya Daru? 

Berikut pendapat berbeda dua kriminolog: 

  1. Ada orang ketiga 

Kriminolog Universitas Indonesia, Haniva Hasna, mengungkapkan tidak menutup kemungkinan ada pihak ketiga dalam kasus tewasnya Arya Daru.

Pendapat ini disampaikan setelah dia melihat temuan-temuan yang ada, seperti pintu kos korban yang masih terkunci dan tidak ditemukannya tanda-tanda kekerasan.

Menurutnya, hal tersebut justru memungkinkan adanya pihak ketiga dalam kasus ini.

"Kalau saya melihat dari temuan bahwa pintu (kos) terkunci dan tidak ada tanda-tanda kekerasan fisik, apakah mungkin ada keterlibatan pihak ketiga? Sebetulnya sangat mungkin," ungkapnya dalam Sapa Indonesia Malam Kompas TV, Kamis (10/7/2025).

"Karena dalam kriminologi modern, ketiadaan luka fisik dan ruangan yang terkunci dari dalam itu tidak otomatis menyingkirkan keterlibatan pihak ketiga," jelasnya.

Alasannya, kata Haniva, karena sekarang ini banyak sekali pelaku kejahatan yang menggunakan metode-metode modern dalam melancarkan aksinya.

Sehingga, kata dia, tidak menutup kemungkinan adanya rekayasa kasus dalam kematian diplomat muda tersebut.

"Banyak sekali pelaku kejahatan itu yang canggih banget menggunakan metode-metode yang meninggalkan kekerasan terbuka, sehingga layaklah kita itu menganggap bahwa ini ada kemungkinan rekayasa gitu ya," katanya.

"Karena mereka kan biasanya menggunakan teknik pengalihan, racun atau obat penenang, atau bahkan staging, staging itu adalah rekayasa ketika terjadi pembunuhan."

"Jadi ini bisa jadi staging bunuh diri pasca pembunuhan, jadi korban, maaf, sudah dilakukan kekerasan sampai kehilangan nyawa, baru dibuat skenario seolah-olah dia mengalami bunuh diri," jelas Haniva.

Kondisi kamar kos Daru yang terkunci, menurut Haniva, juga merupakan salah satu trik yang digunakan oleh pelaku kejahatan.

"Nah, kamar terkunci ini bisa juga dibuat sedemikian dengan trik tertentu gitu ya, termasuk alat-alat yang menarik kunci dari luar setelah ditutup."

"Artinya, meski terlihat seperti bunuh diri atau kematian alami, tidak menutup kemungkinan terhadap kemungkinan rekayasa tadi," ujarnya.

Sehingga, ketika disampaikan adanya dugaan bunuh diri, kata Haniva, itu sangat tidak mungkin karena melihat kondisi Tempat Kejadian Perkara (TKP) dalam kondisi pintu kamar terkunci itu. 

Apalagi, korban juga ditemukan dalam kondisi terselimuti rapi.

"Ketika disampaikan bahwa ini adalah bunuh diri, sepertinya sangat tidak mungkin, karena kita melihat dalam kondisi tertutup seperti itu."

"Terus ditemukan dalam kondisi yang sangat rapi, ini mengindikasikan ada seseorang atau pihak ketiga yang membuat korban ini serapi itu," ucap Haniva.

Haniva pun menjelaskan, jika korban melakban wajahnya sendiri karena ingin bunuh diri, korban akan mengalami sesak napas, kemudian ada gerakan-gerakan yang asimetris, sehingga ketika ditemukan tidak akan serapi itu.

Namun, pada kenyataannya, ketika ditemukan, korban dalam kondisi sangat rapi dan terselimuti.

Maka dari itu, Haniva menduga adanya keterlibatan pihak ketiga dalam kasus kematian diplomat muda tersebut.

"Kan kalau dia melakukan pembalutan sendiri (plester di wajah), berarti ada kondisi ketika korban itu mengalami sesak napas sehingga ada gerakan-gerakan yang asimetris."

"Tapi, ketika ditemukan ini kan dalam kondisi yang sangat rapi, terselimuti dengan bagus gitu ya, berarti kan ada kemungkinan ini ada pihak ketiga yang melakukan kejahatan ini," ungkapnya.

2. Mengakhiri Hidup

Kriminolog UI Adrianus Meliala
Kriminolog UI Adrianus Meliala (kompas.TV)

Kriminolog Universitas Indonesia (UI) lainnya, Adrianus Meliala, mengatakan hingga kemarin, dia meyakini Arya tewas karena mengakhiri hidupnya.

Penilaian itu berdasarkan sejumlah bukti di lapangan. 

Mulai tidak ditemukannya tanda-tanda kekerasan di tubuh korban.

Kondisi kost Arya juga tak menunjukkan ada pihak lain yang memaksa masuk ke dalam.

"Kalau dari analisis terhadap lingkungan dari almarhum, saya lebih meyakini ini adalah satu tindakan bunuh diri, mengingat tidak ada pihak lain masuk atau keluar pada saat-saat yang bersangkutan meninggal," urainya dikutip dari kanal YouTube KOMPASTV, Kamis (10/7/2025).

Meskipun demikian, masih ada beberapa petunjuk yang bisa terus didalami polisi.

Utamanya terkait kandungan makanan yang disantap Arya beberapa saat sebelum ditemukan tewas.

"Perlu pemeriksaan forensik dan toksikologi forensik. Saya kira dua pemeriksaan itu bisa bicara banyak tentang penyebab kematian dari almarhum," tambahnya.

Adrianus dalam kesempatannya juga menduga, Arya lah yang melilitkan lakban ke kepalanya sendiri.

Ia mendapatkan informasi dari media, hanya sidik jari korban yang tertinggal di lakban.

"Artinya bisa diduga almarhum yang melakban diri sendiri," katanya.

Adrianus menduga, penggunaan lakban untuk menghalangi jalan napas. 

"Hingga kemudian yang bersangkutan kehabisan napas. Pada saat yang bersamaan bersangkutan kemungkinan mengonsumsi obat tidur."

"Sehingga dia tidur lalu kemudian pada lain kemudian sesak napas lalu meninggal," urai Adrianus.

Menurut Adrianus, orang yang akan mengakhiri hidupnya biasanya menampakan sejumlah gejala.

Mereka akan memberikan pesan-pesan terakhir hingga melakukan hal tak biasa.

"Umumnya memang orang-orang yang bunuh diri menampilkan gejala, apakah dari perkataannya, dari perilakunya yang aneh, atau juga indikasi-indikasi misalnya memberikan satu surat yang kok isinya aneh," katanya, dikutip dari kanal YouTube BeritaSatu.

Gejala lain, lanjut Adrianus, bisa berupa gejala yang memperlihatkan korban sedang stres atau linglung.

Terkait hal ini, Adrianus menilai, perlu dilakukan wawancara mendalam kepada orang-orang terdekat Arya Daru.

Langkah tersebut, bisa mengungkap apakah Arya Daru menunjukkan gejala-gejala hendak mengakhiri hidup.

Meskipun demikian, Adrianus menggarisbawahi, tidak semua kasus mengakhiri hidup menampakkan gejala sebelum kejadian,.

"Kalau misalnya tidak ada sekali, ini juga bukan suatu hal yang luar biasa. Karena ada saja kasus bunuh diri dilakukan tanpa ada satu indikasi sama sekali, tanpa ada satu sebab," tandasnya.

Sebelumnya, kerabat korban, Iyarman Waruwu, mengatakan Arya pertama kali ditemukan dalam kondisi terlentang di kasur dengan kepala tertutup lakban berwarna kuning.

“Korban ditemukan dengan posisi di atas tempat tidur dengan kondisi kepala tertutup lakban warna kuning. Korban tertutup selimut warna biru dongker,” katanya.

Sebagian artikel ini telah tayang di Tribunnews.com dengan judul Misteri Penyebab Kematian Diplomat Muda Kemlu, Kriminolog UI Yakin Arya Daru Akhiri Hidup

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved