Berita Viral

Akhir Nasib Tumini Usai Diusir dari Toilet Umum yang Ditinggali dengan Sewa Rp 1 Juta, Tunggu Janji

Begini lah akhir nasib Tumini usai diusir dari ponten atau toilet umum di Taman Lumumba, Surabaya, Jawa Timur, yang ditinggali selama 15 tahun

Editor: Musahadah
Kompas.com Izzatun Najibah
TOILET - Foto kiri: Penampakan toilet umum yang ditinggali Tumini. Foto kanan: petugas melakukan pengosongan toilet umum. Kini Tumini hanya menunggu janji dari camat. 

SURYA.CO.ID - Begini lah akhir nasib Tumini usai diusir dari ponten atau toilet umum di Taman Lumumba, Surabaya, Jawa Timur, yang ditinggali selama 15 tahun dengan membayar sewa sekira Rp 1 juta ke Perum Jasa Tirta (PJT). 

Sejak dia diusir dan seluruh perabotannya dikeluarkan dari toilet umum pada Rabu (2/7/2025), hingga kini Tumini belum bekerja. 

Tumini yang kini tinggal di daerah Ngagel, Surabaya itu masih menunggu janji dari Camat Wonokromo, Maria Agustin Yuristina, yang akan memberinya gerobak dan modal usaha. 

Hingga kini dia masih menunggu janji itu terealisasi. 

“Katanya ditanyakan Pak Lurah (janji gerobak usaha), jadi masih menunggu,” kata Tumini, Jumat (4/7/2025). 

Baca juga: Alasan Tumini Minta Ganti Rugi usai Dilarang Tinggal di Toilet Umum Surabaya, Habis Jutaan Untuk Ini

Sementara itu, Lurah Ngagel, Junaedi, menawarkan Tumini lokasi tempat jualan di Taman Asreboyo. Tapi Tumini menolak.

Alasannya, karena taman tersebut sepi pengunjung di hari biasa.

“Saya sempat ke sana (Taman Asreboyo) tapi sepi. Dan kalau mau ke sana itu agak jauh, misal jalan kaki, karena kan dagangannya harus dibawa pulang tiap hari,” jelasnya.

Gerobak belum sampai di tangannya, dia sudah berangan-angan akan berencana menjual gorengan di depan rumahnya dengan mengandalkan pembeli dari tetangga.

“Bisa nanti jual gorengan, karena kalau di depan rumah sepertinya ramai. Banyak orang yang nyari kalau pagi-pagi. Kalau jual di pinggir jalan, saya takut digusur Satpol PP,” ungkapnya.

Dia sudah dilarang mengelola ponten umum lagi. 

Tumini menyadari bahwa fasum tersebut tidak diperuntukkan pribadi meski setiap bulannya dia membayar listrik dan pompa air.

“Ya sudah menerima saja. Karena nyoba nego pun sudah nggak bisa. Saya butuh uang buat makan. Jadi jualan saja di rumah sambil momong cucu,” ujar nenek satu cucu tersebut.

Tumini mengaku membayar biaya sewa sejak mengelola tempat tersebut ke Perum Jasa Tirta sebagai pemilik sekitar Rp1 juta setiap tahunnya sejak 2010.

Dan, lima tahun terakhir dia menjadikan fasum tersebut sebagai tempat tinggal.

Pembayaran dilakukan dengan mendatangi kantor PJT di Jalan Karah, Nomor 6, Kecamatan Jambangan, Surabaya.

Di tahun pertama, dia membayar sewa sekitar Rp 1 juta.

“Setelahnya, karena keterbatasan ekonomi kadang bayar tiga tahun sekali atau dua tahun sekali."

"Baru mulai 2017 itu aktif tiap tahun bayar,” kata Tumini, dikutip SURYA.CO.ID dari Kompas.com.

Namun, pada 2022, petugas Jasa Tirta menolak pembayaran uang sewa.

“Ditolak, nggak boleh bayar. Terakhir banyak 2021, tahun 2022 pas ke sana mau bayar ditolak,” tegasnya.

Menurut Tumini, petugas Jasa Tirta beralasan karena sudah tidak ada biaya operasional yang harus dibayar Tumini atas ponten umum tersebut.

“Sampai 2025 ini belum bayar lagi karena waktu itu disuruh nunggu info saja, nanti akan dikabari,” bebernya.

Baca juga: Alasan Tumini Minta Ganti Rugi usai Dilarang Tinggal di Toilet Umum Surabaya, Habis Jutaan Untuk Ini

Tumini tak mengetahui secara pasti alasan PJT 1 memberikan izin kepada suaminya di tahun 2010 untuk dipercaya mengelola ponten umum dan melakukan perjanjian pembayaran biaya pemanfaatan lahan.

“Ya disuruh saja, pokoknya almarhum suami saya dipercaya untuk mengelola. Gitu aja,” jelasnya.

Setidaknya, dalam kurun waktu 25 tahun mengelola ponten umum di Taman Lumumba, Tumini membayar sewa ke Jasa Tirta mencapai Rp 15 juta.

“Ada paling kalau sampai Rp 15 juta,” tegasnya.

Tanggapan Perum Jasa Tirta

TINGGAL DI TOILET - Tumini, wanita yang sudah 15 tahun tinggal di toilet umum di Surabaya. Camat Wonokromo janji beri bantuan.
TINGGAL DI TOILET - Tumini, wanita yang sudah 15 tahun tinggal di toilet umum di Surabaya. Camat Wonokromo janji beri bantuan. (Kompas.com)

Terpisah, Kepala Sub Divisi Pengelolaan Wilayah Sungai Brantas 3 PJT I, Teguh Bayu Aji tak mengetahui secara pasti terkait seluruh biaya sewa yang dibayarkan Tumi selama belasan tahun.

“Kami kurang tahu tepatnya. Untuk perjanjian terakhir 2018-2021 per tahun 1.250.000, perjanjian ini dibuat sebagai bentuk pengamanan sempadan agar tidak dijadikan hak milik oleh warga yang menempati,” bebernya.

Pihak Jasa Tirta sudah tidak lagi menarik biaya operasional sejak tahun 2022 dengan alasan sudah tidak memiliki kemanfaatan atas fasum tersebut.

“Memang ada biaya pemanfaatan lahan sampai dengan tahun 2021 tetapi setelah itu sudah tidak ada mungkin dengan pertimbangan kemanfaatanya sudah tidak seperti dulu,” ucapnya.

Baca juga: Sosok Maria Agustin, Camat Wonokromo Surabaya yang Janji Bantu Tumini Wanita Tinggal di Toilet Umum

Sementara Tumini berharap mendapat ganti rugi atas fasilitas yang ia buat dengan dana pribadi. 

Di antaranya memasang listrik, pompa air, dan membangun sumur sedalam 17 meter sejak awal dia kelola pada tahun 2010.

“Kalau sudah enggak boleh, tidak apa-apa. Tapi maksud saya, listrikku diganti, pasangnya dulu 1 juta, pompa air dulu 1,5 juta, dan sumur sekitar Rp 750.000,” ujar dia.  

Uang ganti rugi itu, kata Tumini, akan digunakan untuk kebutuhan sehari-hari. 

"Jika harapan tersebut dipenuhi, uang ganti rugi rencananya digunakan untuk menyambung hidup dan membayar utang."

“Kalau bisa, kan uangnya bisa buat tambahan untuk usaha nanti. Karena saya masih punya pinjaman harian,” kata Tumini.

berharap mendapat ganti rugi atas fasilitas yang ia buat dengan dana pribadi. 

Di antaranya memasang listrik, pompa air, dan membangun sumur sedalam 17 meter sejak awal dia kelola pada tahun 2010.

“Kalau sudah enggak boleh, tidak apa-apa. Tapi maksud saya, listrikku diganti, pasangnya dulu 1 juta, pompa air dulu 1,5 juta, dan sumur sekitar Rp 750.000,” ujar dia.  

Uang ganti rugi itu, kata Tumini, akan digunakan untuk kebutuhan sehari-hari. 

"Jika harapan tersebut dipenuhi, uang ganti rugi rencananya digunakan untuk menyambung hidup dan membayar utang."

“Kalau bisa, kan uangnya bisa buat tambahan untuk usaha nanti. Karena saya masih punya pinjaman harian,” kata Tumini.

Diketahui, Tumini harus angkat kaki dari toilet umum yang sudah ditinggalinya selama bertahun-tahun.

Sejak kisahnya viral pada Rabu (2/7/2025), Pemkot Surabaya dan jajaran terkait melakukan sterilisasi.

Perabot Tumini yang berada di toilet dikembalikan ke rumah yang berada di RT 1 RW 2 Lumumba, Ngagel.

Tumini pun pusing karena toilet umum tersebut juga menjadi lahan mata pencahariannya selama ini.

Selama menjaga ponten umum, Tumini pernah mengantongi pendapatan Rp 100 ribu-Rp 200 ribu per hari dari konsumen di masa kejayaan Taman Ngagel.

Namun, belakangan sepi dan sekitar lima tahun lalu Tumini membuka warung sederhana menjual minuman dan makanan di ponten umum.

Untuk menjaga barang dan tempat, ibunya terkadang tidur di ponten saat malam hari.

Sebagian artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Diusir Usai 15 Tahun Tinggal di Ponten Umum, Tumini Ingin Jualan Gorengan"

===

Kami mengajak Anda untuk bergabung dalam Whatsapp Channel Harian Surya. Melalui Channel Whatsapp ini, Harian Surya akan mengirimkan rekomendasi bacaan menarik Surabaya, Sidoarjo, Gresik, Persebaya dari seluruh daerah di Jawa Timur.  

Klik di sini untuk untuk bergabung 

Sumber: Kompas.com
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved