Berita Viral

Sosok Yarman yang Blacklist Guide Juliana Marins dan Siap Hadapi Laporan Brasil ke HAM Internasional

Inilah sosok Kepala Balai Taman Nasional Gunung Rinjani (TNGR), Yarman yang mem-blacklist Ali Musthofa, pemandu wisata (guide) Juliana Marins.

Editor: Musahadah
kolase tribun lombok/ istimewa
BLACKLIST - Kepala TNGR Yarman, telah memblacklist guide Ali Musthofa usai kasus tewasnya Juliana Marins di Gunung Rinjani. Yarman juga siap menghadapi laporan pemerintah Brasil di HAM Internasional, 

SURYA.CO.ID - Inilah sosok Kepala Balai Taman Nasional Gunung Rinjani (TNGR), Yarman yang mem-blacklist Ali Musthofa, pemandu wisata (guide) yang membawa Juliana Marins

Dengan blacklist ini, Ali Mustofa tidak diperbolehkan mengantar pendaki ke Gunung Rinjani, Lombok, Nusa Tenggara Barat (NTB). 

Yarman mengatakan, keputusan itu sebagai langkah tegas dalam menangani kasus tewasnya Juliana Marins yang terjatuh ke jurang sedalam 600 meter. 

Selain itu, pihak TNGR akan mengecek lisensi atau sertifikasi Ali sebagai guide.

Yarman menyebut, hanya sekitar 300 dari 661 pemandu yang terdata memiliki lisensi sebagai pemandu pendakian di Gunung Rinjani.

Baca juga: Respon TNGR Soal Ali Musthofa dan Langkah Ayah Juliana Marins Bawa Kasus Ini ke HAM Internasional

Yarman juga mengusulkan agar pemberian lisensi pemandu dilakukan oleh Dinas Pariwisata NTB.

Sebelumnya, ayah Juliana Morins, Manoel Marins, menuding Ali Musthofa lalai dalam menjalankan tugas.

Ia dituding telah meninggalkan Juliana sendirian untuk merokok saat putrinya dalam kondisi kelelahan.

“Juliana bilang kepada pemandunya bahwa dia kelelahan, lalu si pemandu menyuruhnya duduk dan beristirahat. Kemudian, dia pamit merokok selama 5 sampai 10 menit."

"Untuk merokok! Ketika kembali, Juliana sudah tidak terlihat lagi,” ujar Manoel, dalam wawancara eksklusif dengan program Fantastico TV Globo yang tayang Minggu (29/6/2025)

Menurut Manoel, peristiwa itu terjadi sekitar pukul 04.00 pagi.

Namun, pemandu baru kembali melihat keberadaan Juliana pada pukul 06.08, ketika ia merekam video korban dan mengirimkannya kepada atasannya.

Di bagian lain, Yarman juga menanggapi rencana Pemerintah Brasil melayangkan gugatan jika menemukan dugaan kelalaian terkait tewasnya Juliana Marins.

Pada Senin (30/6/2025), Kantor Pembela Umum Federal (DPU) Brasil telah mengajukan permintaan kepada Kepolisian Federal (PF) untuk menyelidiki dugaan kelalaian dari otoritas Indonesia dalam insiden tersebut.

Jika ditemukan indikasi pelanggaran, Brasil tidak menutup kemungkinan akan membawa kasus ini ke forum internasional seperti Komisi Antar-Amerika untuk Hak Asasi Manusia (IACHR).

“Kami sedang menunggu laporan yang disusun oleh otoritas Indonesia. Setelah laporan itu diterima, kami akan menentukan langkah hukum berikutnya,” ujar Taisa Bittencourt, Pembela HAM Regional dari DPU.

Pihak keluarga Juliana juga sudah mengajukan proses otopsi ulang setelah jenazah Juliana tiba di Brasil pada 1 Juli lalu.

Otopsi pun langsung digelar pada hari yang sama di Institut Medis Legal (IML) Rio de Janeiro untuk mencari tahu penyebab dan waktu kematian Juliana.

Menurut DPU, pemeriksaan ulang tersebut sangat penting untuk mengklarifikasi dugaan bahwa Juliana mungkin tidak mendapatkan pertolongan memadai setelah kecelakaan terjadi.

“Otopsi kedua ini adalah permintaan dari keluarga. Kami akan mendampingi mereka sesuai hasil laporan dan keputusan yang akan diambil,” ujar Taisa.

Menanggapi hal ini, Yarman menyatakan bahwa pihaknya telah melakukan yang terbaik dalam proses evakuasi.

Yarman menjelaskan bahwa tim evakuasi SAR gabungan telah berusaha maksimal mengangkat jenazah Juliana dari kedalaman 600 meter di Gunung Rinjani.

"Kami tim evakuasi SAR gabungan sudah melakukan yang terbaik, dari awal mulai jatuh kami sudah mempersiapkan tim sampai lima hari berturut-turut baru bisa naik. Upaya-upaya itu sudah kami lakukan semaksimal mungkin," ujar Yarman saat ditemui usai acara Bincang Kamisan di kantor Provinsi NTB, Kamis (3/7/2025).

Meski begitu, ia mempersilakan otoritas Brasil jika ingin melayangkan gugatan.

Siapakah Yarman? 

TUNTUT KEADILAN - (kiri) Kepala Balai TNGR Yarman, Ia memberikan respons terkait Ali Musthofa dan langkah keluarga Juliana Marins bawa kasus ini di HAM Internasional.
TUNTUT KEADILAN - (kiri) Kepala Balai TNGR Yarman, Ia memberikan respons terkait Ali Musthofa dan langkah keluarga Juliana Marins bawa kasus ini di HAM Internasional. (Kolase Tribun Lombok dan instagram)

Yarman menjabat sebagai Kepala Balai Taman Nasional Gunung Rinjani (TNGR) sejak Kamis, 20 Juni 2024. 

Dia menggantikan Dedy Asriady, yang kini bertugas sebagai Kepala Balai KSDA Sulawesi Tengah di Palu.

Yarman sebelumnya bertugas di Taman Nasional Wasur, Merauke. 

Pasca insiden tewasnya Juliana Marins ini, pihaknya akan memperhatikan standar operasional prosedur (SOP) pendakian, mengingat Gunung Rinjani memiliki medan yang cukup ekstrem bagi pemula. 

"Karena memang Rinjani ini bukan untuk apa namanya (pemula), harus mempersiapkan mental, fisik kita, pengenalan medan, terutama itu membaca SOP," kata Yarman, Kamis (3/7/2025). 

Yarman mengatakan, sebelum melakukan pendakian, pendaki seharusnya memahami cara-cara penyelamatan diri apabila terjadi insiden. 

Pendaki berpengalaman atau pemula, kata Yarman, dilihat dari riwayat pendakiannya ke mendaki gunung lainnya. 

Selain itu, lisensi bagi pemandu wisata juga harus ditingkatkan.

Saat ini kurang dari setengah guide yang memiliki lisensi untuk mengantarkan tamu ke Gunung Rinjani. 

"Kita punya guide sekitar 661 orang separuh sudah, proses ke depan kita harus mempersiapkan bersama-sama dengan Dinas Provinsi NTB untuk melakukan sertifikasi," katanya. 

Seperti diketahui, Juliana Marins dilaporkan jatuh ke jurang saat mendaki Gunung Rinjani, Nusa Tenggara Barat (NTB), pada Sabtu (21/06/2025) pagi.

Saat korban terjatuh, mereka melalui jalur curam di dekat kawah Rinjani. Juliana Marins ditemukan dalam kondisi meninggal dunia oleh Tim SAR, tiga hari setelahnya.

Hasil otopsi dari RSUD Bali menyebutkan penyebab kematian Juliana Marins akibat benturan benda tumpul dan patah tulang.

Dari temuan otopsi, diketahui bahwa korban meninggal dalam waktu singkat setelah mengalami luka-luka tersebut.

Diperkirakan, kematian Juliana terjadi paling lama 20 menit setelah jatuh. Luka paling parah dan pendarahan terbesar terjadi di area dada dan perut.

Tidak ada organ spleen yang mengkerut atau menunjukkan bahwa perdarahan lambat.

Sebagian artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Kematian Juliana Marins Akan Dibawa ke Ranah Hukum, Bagaimana Reaksi Pemerintah?"

===

Kami mengajak Anda untuk bergabung dalam Whatsapp Channel Harian Surya. Melalui Channel Whatsapp ini, Harian Surya akan mengirimkan rekomendasi bacaan menarik Surabaya, Sidoarjo, Gresik, Persebaya dari seluruh daerah di Jawa Timur.  

Klik di sini untuk untuk bergabung 

Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved