Reaksi LIRA Jatim Saat Gubernur Jatim Mangkir Panggilan KPK Terkait Dana Hibah : Ada Yang Ditutupi

Tidak hadirnya Khofifah untuk diperiksa memantik respons Gubernur LIRA Jawa Timur, Samsudin yang menilai ada dugaan sesuatu yang ditutupi.

Penulis: Ahsan Faradisi | Editor: Deddy Humana
surya/Ahsan Faradisi (ahsan1234)
DANA HIBAH JATIM - Gubernur Jawa Timur, Khofifah Indar Parawansa berkunjung ke Desa Kalibuntu, Kecamatan Kraksaan, Kabupaten Probolinggo, Kamis (19/6/2025). Khofifah tidak memenuhi panggilan KPK untuk diperiksa sebagai saksi atas kasus dana hibah Jawa Timur. 


SURYA.CO.ID, PROBOLINGGO - LIRA (Lumbung Informasi Rakyat) Jatim, lembaga independen yang peduli pemberantasan korupsi merespons ketidakhadiran Gubernur Jawa Timur, Khofifah Indar Parawansa atas undangan pemeriksaan dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) belum lama ini.

KPK masih melanjutkan penyelidikan dugaan kasus korupsi dana hibah di Jatim yang sebelumnya telah menjerat legislator daerah beberapa waktu lalu.

Pemeriksaan sebagai saksi itu perihal dugaan suap pengelolaan dana hibah Kelompok Masyarakat (Pokmas) dari Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) Jawa Timur 2019-2022.

Namun mantan Menteri Sosial itu tidak hadir di Gedung Merah Putih di Jakarta Selatan, karena sudah memiliki agenda lain dan meminta penjadwalan ulang.

"Saksi tidak hadir, minta untuk dijadwalkan ulang. Karena ada keperluan lainnya," kata Juru Bicara KPK Budi Prasetyo, dikutip dari Tribunnews.com.

Tidak hadirnya Khofifah untuk diperiksa sebagai saksi memantik respons Gubernur LIRA Jawa Timur, Samsudin yang menduga ada sesuatu yang ditutupi.

"Kami rasa KPK sudah cukup bukti untuk menetapkan Gubernur Jawa Timur sebagai tersangka. Ketidakhadirannya dalam panggilan resmi KPK mencerminkan dugaan kuat adanya sesuatu yang ditutupi," kata Samsudin, Sabtu (21/6/2025) lalu.

Khofifah, menurut Samsudin, diduga menyalahgunakan kewenangannya dengan melanggar Permendagri Nomor 77 Tahun 2020, khususnya ketentuan bahwa penganggaran dana hibah maksimal 10 persen dari total belanja APBD. 

Kenyataannya, lanjut Samsudin, persentase dana hibah yang dianggarkan jauh melampaui batas tersebut, dengan dugaan kuat adanya persetujuan dari gubernur tanpa dasar hukum yang sah.

"Kemudian adanya dugaan menaikkan SPJ fiktif menjadi LKPJ, yaitu menjadikan dokumen pertanggungjawaban hibah yang tidak valid sebagai bagian dari Laporan Keterangan Pertanggungjawaban Gubernur kepada DPRD dan negara," ujar Samsudin.

Samsudin juga menyebut sejumlah pasal yang bisa menjerat Khofifah, seperti pasal 3 UU Nomor 31 Tahun 1999 jo UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, Penyalahgunaan wewenang yang merugikan keuangan negara.

Kemudian Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP, Setiap orang yang turut serta dalam tindak pidana dapat dimintai pertanggungjawaban pidana.

Lalu Pasal 263 KUHP tentang Pemalsuan Dokumen yaitu Barang siapa membuat surat palsu atau memalsukan surat yang dapat menimbulkan suatu hak, perikatan atau pembebasan utang dengan maksud untuk menggunakan atau menyuruh orang lain menggunakan seolah-olah isinya benar dan tidak palsu, dapat dipidana 6 tahun penjara.

Dan Pasal 421 KUHP: Penyalahgunaan kekuasaan oleh pejabat yang merugikan masyarakat. Terakhir UU Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan yaitu Tindakan pejabat publik wajib tunduk pada prinsip akuntabilitas, legalitas, dan kehati-hatian. 

Pelanggaran prinsip ini merupakan perbuatan melawan hukum administrasi dan dapat berdampak pidana.

"Karena itu, kami mendesak KPK agar tidak lagi ragu menjadikan Khofifah tersangka. Jika pejabat tinggi daerah ikut merekayasa dokumen dan menyalahgunakan kewenangan, ia harus dimintai pertanggungjawaban secara hukum. Tidak cukup hanya pejabat teknis dijadikan kambing hitam," pungkasnya. ****

Sumber: Surya
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved