Sindikat Peredaran Uang Palsu di Ngawi Digulung Polisi, 2 Tersangka Menjabat Kades
Polres Ngawi mengungkap sindikat peredaran uang palsu di Kabupaten Ngawi, Jatim. Ironisnya, 2 dari 5 tersangka ternyata berprofesi sebagai kepala desa
Penulis: Febrianto Ramadani | Editor: Cak Sur
SURYA.CO.ID, NGAWI - Ribuan lembar uang palsu (upal) berhasil diamankan Tim Tiger Satreskrim Polres Ngawi, Jawa Timur (Jatim), beserta 5 tersangka yang berperan sebagai pengedar.
5 tersangka yang diamankan antara lain DM (42) dan ES (55) asal Kabupaten Ngawi, serta AS (41) warga Sragen Jawa Tengah, AP (38) warga Kuningan Jawa Barat dan TAS (47) warga Lampung Selatan.
Ironisnya, 2 dari 5 tersangka tersebut diketahui berprofesi sebagai kepala desa (kades). Mereka adalah ES dari Kecamatan Ngrambe, serta DM asal Kecamatan Sine.
Baca juga: Kasus Peredaran Uang Palsu di Ngawi, Polisi Temukan Mata Uang Dolar AS dan Brazilian Real
Kapolres Ngawi AKBP Charles Pandapotan Tampubolon, mengatakan bahwa kasus peredaran uang palsu di Ngawi berawal dari keresahan masyarakat.
Ia mengungkapkan, dari laporan polisi waktu kejadian tersebut pada Kamis (1/5/2025) di sebuah toko wilayah Dusun Pule, Desa/Kecamatan Ngrambe dan di Desa Sumberejo, Kecamatan Sine, Kabupaten Ngawi.
“Kami bergerak cepat dan berhasil mengungkap peredaran uang palsu, yang ternyata diedarkan di wilayah Ngawi, Magetan, Madiun dan Sragen,” ungkap AKBP Charles dalam keterangan pers yang diterima Sabtu (31/5/2025).
Saat ini, lanjut AKBP Charles, kelima tersangka sudah ditahan di Rutan Polres Ngawi untuk proses lebih lanjut.
“Para tersangka DM dan AS memperoleh uang palsu dengan cara membeli dari TAS dan AP dengan perbandingan 1:3. 1 rupiah asli banding 3 rupiah palsu,” terangnya.
Tersangka DM, ES dan AS disangkakan pasal 36 ayat (3) juncto pasal 26 ayat (3), dan atau pasal 36 ayat (2) juncto pasal 26 ayat (2) UURI Nomor 7 tahun 2011, tentang mata uang palsu atau pasal 245 KUHP juncto pasal 55 KUHP
Sedangkan untuk tersangka AP dan TAS diterapkan pasal 37 ayat (1) juncto pasal 27 ayat (1) dan atau pasal 36 ayat (3) juncto pasal 26 ayat (3) dan atau pasal 36 ayat (2) juncto pasal 26 ayat (2) UURI Nomor 7 tahun 2011, tentang mata uang atau pasal 245 KUHP juncto pasal 55 KUHP.
"Ancaman hukuman maksimal selama-lamanya 15 tahun penjara," tandas AKBP Charles Pandapotan Tampubolon.

Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.