Berita Viral

Lagi! Gebrakan Dedi Mulyadi Kirim Siswa ke Barak Militer Disorot KPAI, Temukan Ancaman dari Guru

Gebrakan Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, mengirimkan siswa ke barak militer kembali menuai atensi Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI).

Penulis: Arum Puspita | Editor: Musahadah
Kompas.com Firman Taufiqurrahma
GEBRAKAN DEDI MULYADI - (kiri) Puluhan siswa SMP di Kabupaten Cianjur, Jawa Barat, berjalan menuju barak militer di markas Yonif Raider 300 Cianjur, Jawa Barat, Selasa (6/5/2025). (kanan) Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi 

SURYA.CO.ID -  Gebrakan Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, mengirimkan siswa ke barak militer kembali menuai atensi Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI).

Wakil Ketua KPAI, Jastra Putra, menemukan adanya ancaman yang dilakukan oleh guru bimbingan konseling (BK) terhadap siswa yang menolak dikirim ke barak militer.

Fakta tersebut terungkap ketika KPAI memantau kondisi siswa-siswa yang mengikuti program barak militer.

"Ada ancaman bahwa siswa yang menolak mengikuti program bisa tidak naik kelas, ini wawancara kita anak-anak di Purwakarta maupun di Lembang," kata Jastra, dikutip SURYA.CO.ID dari Kompas.com.

Dalam temuan lain, tiga sekolah di Purwakarta bahkan tidak memiliki guru BK.

Dengan adanya temuan tersebut, KPAI mempertanyakan atas dasar rekomendasi siapa para pelajar ini dipilih untuk mengikuti program di barak militer.

"Itu jadi pertanyaan kami, rekomendasi ini siapa yang melakukan? Ini tentu harus dilihat lebih jauh sehingga kita tentu bisa merekomendasikan psikolog yang profesional," ujar Jastra.

Padahal, salah satu faktor penyimpangan perilaku anak-anak disebabkan oleh kurangnya bimbingan konseling di lingkungan keluarga maupun sekolah.

"Hasil diskusi dengan dinas terkait bahwa kekurangan psikolog profesional, pekerja sosial, dan guru BK menyebabkan layanan konseling anak tidak berjalan maksimal," imbuhnya.

Dalam kesempatan yang sama, Ketua KPAI, Ai Maryati Solihah, menambahkan ada kekhawatiran kalau program ini akan mengarah kepada pelanggaran hak anak.

Baca juga: Kejanggalan Kasus Penahanan Ijazah eks Karyawan Jan Hwa Diana, Ditemukan Saat Sentosa Seal Digeledah

Sebab, tidak adanya rekomendasi psikolog profesional sebelum mengirim anak-anak ke barak militer.

"Kami mengharapkan tidak terjadi pelanggaran hak anak ini, tetapi potensi mengarah ke situ, tadi hilangnya referensi asesmen yang jelas (dari psikolog)," kata Ai.

Sekitar 6,7 persen anak-anak di barak militer bahkan tidak mengetahui alasan mereka dikirim untuk mengikuti program ini.

"Ada persentase anak 6,7 persen itu mengatakan tidak tahu kenapa ada di sini, artinya kan ada bentuk yang harus diimplementasikan secara optimal untuk menghindari potensi melanggar hak anak," ucap Ai.

Pendapat Kak Seto

Halaman 1 dari 4
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved