SURYA Kampus

Sosok 2 Mahasiswa Baru Termuda Unesa yang Lolos Jalur SNBP, Ada yang Masih Berusia 15 Tahun

Setelah pengumuman SNBP 2025, Unesa memiliki dua mahasiswa baru dengan umur yang terbilang cukup muda. Ada yang masih umur 15 tahun.

Kolase Dok.UNESA
MAHASISWA BARU TERMUDA - (kiri) Yuyun Maemunah dan (kanan) Robith Najachil Umam, mahasiswa baru termuda Unesa dari jalur SNBP 2025. 

SURYA.co.id - Setelah pengumuman Seleksi Nasional Berdasarkan Prestasi (SNBP) 2025, Unesa memiliki dua mahasiswa baru dengan umur yang terbilang cukup muda.

Bahkan salah satunya masih berusia 15 tahun.

Siswa yang berusia 15 tahun rata-ratanya masih menempuh kelas 3 SMP atau kelas 1 SMA.

Namun, pada usia itu ada yang sudah diterima di Universitas Negeri Surabaya (Unesa).

Mereka adalah Yuyun Maemunah dan Robith Najachil Umam.

Seperti apa sosok mereka?

Berikut ulasannya.

Lolos SNBP Unesa di Usia 15 Tahun

Sosok Yuyun Maemunah jadi sorotan karena berhasil lolos SNBP di Unesa, padahal usianya baru 15 tahun.

Hal ini membuatnya jadi mahasiswa baru termuda di Universitas Negeri Surabaya (Unesa).

Ia lolos Seleksi Nasional Berdasarkan Prestasi (SNBP) 2025 pada usia 15 tahun.

"Awalnya, saya nggak nyangka bisa diterima di Unesa. Saat cek pengumuman sama teman-teman rasanya campur aduk dan alhamdulillah lolos," tuturnya dilansir dari laman Unesa.

Baca juga: Kisah Perjuangan Robith, Pemuda Mojokerto yang Lolos SNBP 2025 Kedokteran Unesa di Usia 16 Tahun

Yuyun kini jadi calon mahasiswa baru di jurusan S1 Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKn) Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (Fisipol) Unesa.

Lulusan SMAS Kae Woha, Nusa Tenggara Barat tersebut mengaku awalnya risau karena harus merantau dan jauh dari orang tua.

Namun, dukungan keluarga membuatnya bertekad untuk mengambil kesempatan baik ini.

"Awalnya ragu karena tidak mengenal orang daerah saya di Surabaya.

Tapi orang tua meyakinkan bahwa saya harus ke sana untuk belajar. Hal tersebut membuat saya lebih tenang dan percaya diri," ungkapnya.

Yuyun menyebut pencapaiannya saat ini bukanlah sesuatu yang instan. Ia telah memulainya sejak kecil bahkan saat usia 5 tahun.

Di usia tersebut Yuyun telah masuk Taman Kanak-kanak (TK). Saat menempuh SD, Yuyun pun telah menunjukkan prestasinya karena selalu dapat ranking.

"Sejak kecil, saya sudah terbiasa belajar secara teratur. Saya selalu berusaha memahami setiap pelajaran dengan baik, bukan hanya menghafal, tetapi juga memahami konsepnya," ujarnya.

Kemudian Yuyun berbagi tips agar konsisten belajar bagi siswa. Hal pertama yang menurutnya penting adalah menjaga motivasi dan menentukan target yang jelas.

Setelah itu, ia mengatur jadwal belajar secara teratur dan konsisten. Menurutnya, tugas sekolah harus diprioritaskan dan tak boleh ditunda pengerjaannya.

Tak lupa Yuyun juga selalu berusaha aktif di kelas. Ia senang berdiskusi dan mengerjakan tugas tambahan untuk memahami materi secara lebih dalam.

"Orang tua saya selalu menanamkan nilai bahwa pendidikan adalah bekal untuk masa depan. Mereka mendukung saya dalam segala hal, baik dalam belajar maupun dalam mempersiapkan diri untuk kuliah," katanya.

Saat ditanya tentang cita-cita, Yuyun ingin menjadi seorang guru. Selain senang mengajar, Yuyun juga ingin melahirkan siswa yang unggul dan berwawasan luas.

"Saya ingin menjadi guru PPKn, karena saya ingin ikut serta dalam mencetak generasi yang memahami hak dan kewajiban sebagai warga negara," pungkasnya.

Masuk Kedokteran Unesa di Usia 16 Tahun

Selain Yuyun, ada juga sosok Robith Najachil Umam.

Robith berhasil masuk Fakultas Kedokteran Universitas Negeri Surabaya atau Unesa jalur SNBP 2025 (Seleksi Nasional Berdasarkan Prestasi).

Menariknya, Ia menjadi mahasiswa baru termuda pada jalur Seleksi Nasional Berdasarkan Prestasi (SNBP) 2025.  

Remaja kelahiran Mojokerto, tahun 2009 ini diterima di Prodi S1 Kedokteran, FK Unesa pada usia 16 tahun 1 bulan.

Hal ini bisa terwujud berkat prestasi akademik, kedisiplinan, serta nilai-nilai keagamaan yang ia jalankan sejak di pondok pesantren.

Pemuda yang akrab disapa Robith itu dikenal sebagai siswa berprestasi di berbagai ajang akademik.

Ia berhasil meraih semifinalis Olimpiade Kedokteran di Unusa, semifinalis Olimpiade Biologi di PGRI Adi Buana, serta dua medali emas dari Pusat Kejuaraan Sains Nasional (Puskanas).

“Saya sangat bersyukur bisa mencapai semua ini. Prestasi yang saya raih bukan hanya karena usaha pribadi, tetapi juga karena doa orang tua, guru, serta para kyai yang selalu membimbing saya,” ujarnya, dilansir dari laman Unesa.  

Menjadi mahasiswa kedokteran di usia muda bukan hal yang mudah.

Keberhasilan Robith tak lepas dari keputusannya untuk mengikuti program akselerasi sejak SMP dan SMA. 

Dengan sistem ini, ia mampu menyelesaikan pendidikan menengahnya hanya dalam waktu empat tahun, lebih cepat dibandingkan siswa pada umumnya.

“Saya menjalani akselerasi dengan ritme belajar yang padat. Jika biasanya satu semester ditempuh enam bulan, saya harus menyelesaikan dalam tiga bulan saja. Itu tantangan besar, tetapi juga pengalaman yang sangat berharga,” ungkapnya.

Menurutnya, ketaatan kepada kyai (KH. Asep Saifudin) dan kebiasaan mengamalkan ibadah rutin di pesantren menjadi bagian penting dari perjalanannya.

Ia terbiasa melakukan salat tasbih seminggu sekali, membaca Yasin empat kali, serta mengikuti istighosah apel pagi setiap hari.

“Saya selalu diajarkan bahwa keberkahan ilmu datang dari adab kepada guru. Selain itu, saya dan teman-teman di pondok dibimbing untuk salat malam secara rutin,” ceritanya.

Sebagai mahasiswa akselerasi, Robith sudah terbiasa dengan beban akademik yang tinggi.

Ia menerapkan strategi belajar yang efektif agar tetap bisa memahami materi dengan baik.

“Saya selalu mencatat ulang materi yang diajarkan guru dengan bahasa saya sendiri.

Selain itu, waktu yang cocok untuk belajar ketika setelah sholat Subuh, otak masih fresh dan suasana lebih tenang,” tambahnya.

Masuk ke dunia perkuliahan di usia 16 tahun tentu menghadirkan tantangan tersendiri.

Robith harus beradaptasi dengan lingkungan kampus yang berbeda jauh dari pesantren.

“Saya harus belajar komunikasi dengan baik dan menemukan kesamaan dengan teman-teman.

Saya melihat ini sebagai kesempatan untuk belajar memperkuat kompetensi,” ucap putra dari pasangan Ahmad Ziaul Haq dan Nur Arifah itu.

Lahir dari keluarga dokter, Robith memang sudah akrab dengan dunia medis sejak kecil.

Namun, pilihannya masuk Fakultas Kedokteran bukan semata-mata mengikuti jejak orang tuanya, melainkan cita-cita pribadinya untuk melampaui pencapaian mereka.

“Orangtua saya berharap saya bisa lebih baik dari mereka. Saya ingin mewujudkan itu dengan menjadi dokter spesialis yang tidak hanya mengobati pasien, tetapi juga berkontribusi untuk masyarakat,” tutur lulusan MAS Unggulan Amanatul Ummah Surabaya itu.

Selain itu, ia memilih Unesa sebagai tempat belajar, karena melihat potensi besar di Prodi Kedokteran Unesa.

Baginya, ini adalah kesempatan emas untuk berkembang bersama institusi yang sedang berkembang pesat.

Sang Ibu, Nur Arifah berharap agar putra sulungnya tidak hanya sukses dalam akademik, tetapi juga menjadi pribadi yang lebih baik dari mereka sebagai orang tua.

“Saya ingin Robith sekolah lebih tinggi dari kami, melampaui pencapaian yang telah kami raih. Tapi yang penting, saya ingin ia lebih sukses, tidak hanya di dunia tetapi juga di akhirat,” harapnya. 

>>>Update berita terkini di Googlenews Surya.co.id

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved