Indonesia di Persimpangan : Belajar dari Kebangkitan Tiongkok dan Kemunduran Jepang

Tiongkok dan Jepang pernah berada di posisi yang hampir sejajar sebagai raksasa ekonomi Asia.

|
Foto Istimewa
Prof Dr Murpin J Sembiring Gurky SE MSi, Gurubesar Universitas Ciputra Surabaya dan Ketua Persatuan Gurubesar/Profesor Indonesia (PERGUBI) Jawa Timur saat berada di Kota Zuhai, China. 

Oleh : Prof. Dr.Murpin J. Sembiring Gurky. S.E.,M.Si
Gurubesar Universitas Ciputra Surabaya
Ketua Persatuan Gurubesar/Profesor Indonesia (PERGUBI) Jawa Timur

SURYA.CO.ID, SURABAYA - Tiongkok dan Jepang pernah berada di posisi yang hampir sejajar sebagai raksasa ekonomi Asia. Namun, dalam beberapa dekade terakhir, China melejit jauh meninggalkan Jepang, menandai transformasi yang luar biasa. Bagaimana China bisa melakukan lompatan besar, sementara Jepang terjebak dalam stagnasi? Yang lebih penting, apa pelajaran yang bisa diambil Indonesia saat ini dibawah kepemimpinan Presiden Prabowo dari fenomena ini?

Ekonomi : Dari Bayang-bayang ke Puncak Dunia

Pada 1980-an, Jepang mendominasi ekonomi Asia dengan industri otomotif dan elektroniknya yang mendunia. Di sisi lain, China masih berjuang keluar dari dampak Revolusi Kebudayaan yang menghancurkan sistem pendidikan dan inovasi. Namun, keputusan strategis Deng Xiaoping untuk membuka ekonomi dengan model "sosialisme berkarakteristik China" menjadi titik balik yang luar biasa. Zona Ekonomi Khusus seperti Shenzhen dan Zhuhai berhasil menarik investasi asing, yang pada tahun 2022 mencapai lebih dari 180 miliar dolar AS.

Sementara itu, Jepang mengalami stagnasi ekonomi sejak "The Lost Decade" di 1990-an, akibat gelembung ekonomi yang pecah. Regulasi ketat dan birokrasi berbelit-belit menyulitkan investasi asing, menjadikannya kalah saing dengan China. Pelajaran bagi Indonesia: fleksibilitas kebijakan ekonomi dan keberanian membuka pasar sangat penting untuk pertumbuhan jangka panjang.

Presiden Prabowo dan kabinetnya dalam strategi Asta Cita harus memastikan bahwa ekonomi Indonesia tidak terjebak dalam stagnasi seperti Jepang. Salah satu caranya adalah dengan mempercepat reformasi ekonomi, mengurangi hambatan investasi, serta memperkuat sektor industri berbasis teknologi dan manufaktur agar lebih kompetitif di pasar global dan terpentingnya juga berantas tuntas koruptor/mafia-mafia semua lini dan sektor tanpa ampun.

Infrastruktur : Kunci Daya Saing Global

Salah satu pilar utama kebangkitan China adalah pembangunan infrastruktur yang masif. Dengan jaringan kereta cepat terpanjang di dunia mencapai 42.000 km pada 2023, China memastikan distribusi barang dan tenaga kerja lebih efisien. Di sisi lain, Jepang yang terkenal dengan kereta api Shinkansen gagal mempertahankan daya saing infrastrukturnya karena kurangnya ekspansi.

Indonesia perlu mempercepat pembangunan infrastruktur untuk meningkatkan daya saing. Meskipun proyek seperti Kereta Cepat Jakarta-Bandung telah berjalan, cakupannya masih jauh dibandingkan China. Kita membutuhkan lebih banyak investasi dalam transportasi, energi, dan digitalisasi untuk mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan.

Sebagai bagian dari Asta Cita, Presiden Prabowo harus mendorong pembangunan infrastruktur strategis yang tidak hanya berorientasi pada transportasi tetapi juga energi hijau, smart city, serta infrastruktur digital untuk mendukung perkembangan industri 4.0 di Indonesia.

Teknologi dan Inovasi : Dari Konsumen ke Pemimpin

China kini menguasai pangsa pasar global dalam teknologi tinggi. Huawei, Alibaba, dan Tencent adalah contoh perusahaan yang telah menyalip dominasi perusahaan Jepang. Huawei memimpin pasar 5G global dengan 28 persen pangsa pasar pada 2023, sementara ByteDance (pemilik TikTok) menguasai media sosial dunia.

Di sisi lain, Jepang menghadapi tantangan besar karena populasi menua yang menghambat regenerasi tenaga kerja inovatif. Pada 2022, 28 % populasi Jepang berusia di atas 65 tahun, membuat negara ini kehilangan daya saing dalam sektor teknologi.

Indonesia harus berinvestasi lebih dalam R&D dan mendukung startup teknologi para kaum entreorenuer muda agar tidak hanya menjadi pasar bagi produk luar negeri. Dengan ekonomi digital yang berkembang pesat, kita memiliki peluang besar untuk menjadi pemimpin regional dalam inovasi teknologi.

Dalam Asta Cita, Presiden Prabowo harus memastikan bahwa kebijakan industri nasional memberikan dorongan besar bagi penelitian dan pengembangan (R&D), serta menciptakan ekosistem inovasi yang memungkinkan lahirnya unicorn-unicorn teknologi lokal yang bisa bersaing secara global.

Halaman
12
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved