Hikmah Ramadan

Merawat Kemabruran Puasa Ramadhan Dengan Menjauhi Ujaran Kebencian atau Hate Speech

Dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu kaum, mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. (QS Al-Maidah 5:8). 

Editor: Deddy Humana
Istimewa
Menteri Agama, Prof Dr KH Nasaruddin Umar MA. 

SALAH satu yang perlu dicermati jika hendak merawat kemabruran puasa adalah bagaimana menghindari ujaran kebencian (hate speech). 

Arti hate speech menurut kamus adalah 'speech that attacks a person or group on the basis of race, religion, gender, or sexual orientation (ungkapan yang menyerang seseorang atau kelompok berdasarkan ras, agama, gender, atau orientasi sksual).'

Dalam sosiologi masyarakat Indonesia, hate speech lebih banyak diartikan sebagai ungkapan dan syiar kebencian yang dialamatkan kepada orang perorangan, kelompok, atau lembaga berdasarkan agama, kepercayaan, aliran, etnik, ras, golongan, gender, orientasi seksual, dan hal-hal lain yang dapat memancing kemarahan publik. 

Istilah yang digunakan dalam Surat Edaran Kapolri Nomor SE/6/X/2015 tentang Penanganan Ujaran Kebencian ialah “Ujaran Kebencian” sebagai terjemahan dari “Hate Speech”.

Hate speech bisa terjadi dalam berbagai bentuk. Bisa dalam bentuk statemen, tulisan, karikatur, dan berbagai isyarat lain yang memompakan semangat kebencian dan antipasti kepada kelompok tertentu. 

Yang paling sensitif adalah Religiuos-Hate Speech (RHS), yaitu ungkapan kebencian berlatarbelakang agama, kepercayaan, aliran, mazhab, sekte, dan atribut keagamaan lainnya. 

Sebuah tindakan dapat disebut Religiuos-Hate Speech jika tindakan tersebut memenuhi syarat dan unsur, yaitu adanya pelaku yang terbukti, ada perbuatan yang dapat dikategorikan di atas, dan ada kelompok yang dituding dan yang bersangkutan mengalami kerugian atas ungkapan tersebut.

Ungkapan atau ujaran kebencian memang sesuatu yang tercela dan bisa merusak ketenangan dan ketenteraman masyarakat, bisa mengoyak persatuan dan kesatuan sebagai warga bangsa, dan lebih berbahaya ialah bisa menimbulkan konflik dan perang terbuka. 

Jika hate speech ini dibiarkan tanpa ada ketentuan yang mengaturnya maka akan bermuara kepada sebuah masyarakat yang berantakan (social disorder) dan pada gilirannya merugikan dunia kemmanusiaan. 

Karena itu perlu penanganan hate speech yang secara terukur. Disebut terukur karena kalau penanganan berlebihan bisa juga menimbulkan kontraproduktif untuk sebuah masyarakat demokratis. 

Kita tidak ingin penangan hate speech menimbulkan kevakuman dinamisme masyarakat, memasung kreatifitas intelektual, mengurangi kebebasan mimbar, dan menutup kembali era keterbukaan yang dengan susah payah diperjuangkan.

Dalam bahasa agama, hate speech memiliki beberapa padanan. Di antaranya yang paling dekat ialah hasud atau umum kita sebut hasut saja. 

Hasud dalam bahasa Arab berarti menghasut, memprovokasi orang lain agar ikut membenci musuhnya. Orang itu akan merasa puas saat melihat musuhnya terkapar dan tidak berdaya. 

Perbuatan hasud sangat tercela dalam Islam dan mungkin juga semua agama. Dalam Al-Quran, Allah SWT mengajarkan dua perlindungan terhadap orang-orang hasad: Wa minsyarri hasidin idza hasad (dan dari kejahatan pendengki bila ia dengki/QS Al-Falaq 113:5).

Hadist Nabi menyatakan kebencian terhadap para penghasud dengan mengatakan : "Sesungguhnya hasad itu memakan kebaikan seperti mana api memakan kayu bakar”. 

Halaman
12
Sumber: Surya
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    Berita Populer

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved