PHT Tulungagung Dibuka Kembali Pasca Serangan PMK, Disebut Masih Sepi

Setelah penutupan panjang, Pasar Hewan Terpadu (PHT) Kabupaten Tulungagung, Jawa Timur, akhirnya kembali beroperasi.

Penulis: David Yohanes | Editor: Cak Sur
SURYA.CO.ID/David Yohanes
MENUNTUN SAPI - Seorang pedagang menuntun sapi di area tambatan Pasar Hewan Terpadu (PHT) Tulungagung, Jawa Timur, Jumat (14/2/2025), hari pertama pasaran setelah tutup sejak 9 Januari 2024 untuk mencegah penularan Penyakit Mulut dan Kuku (PMK). PHT Tulungagung masih sepi, dan hanya ada 208 sapi yang diperdagangkan, dari 750 ekor di situasi normal. 

SURYA.CO.ID, TULUNGAGUNG - Pasar Hewan Terpadu (PHT) Kabupaten Tulungagung, Jawa Timur (Jatim), akhirnya kembali beroperasi, Jumat (14/2/2025).

PHT Tulungagung sebelumnya tutup sejak 9 Januari 2025 hingga pasaran Pahing terakhir pada Minggu (9/2/2025).

Kebijakan tersebut diambil, Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Tulungagung, untuk mencegah penularan Penyakit Mulut dan Kuku (PMK).

Di hari pertama buka setelah penutupan panjang, PHT Tulungagung disebut masih sangat sepi.

Tempat parkir mobil yang ada di bagian depan nyaris kosong, padahal di kondisi normal selalu penuh, bahkan tidak bisa menampung kendaraan para pedagang.

Demikian juga di bagian tambatan sapi, terlihat banyak yang kosong. Padahal di situasi normal, sapi-sapi berjejer berdesakan di seluruh bagian tambatan.

Pihak PHT Tulungagung juga menyiagakan petugas yang bagian menyemprotkan desinfektan di pintu masuk.

Setiap kendaraan yang masuk membawa sapi atau kambing, wajib disemprot dengan cairan desinfektan.

Menurut salah seorang pedagang sapi, Agus dari Desa/Kecamatan Tanggunggunung, jumlah transaksi sangat sepi. Banyak para pedagang yang datang tanpa membawa sapi, sekedar memantau harga, karena khawatir merugi.

Agus yang membawa 3 ekor sapi, berhasil menjual 2 ekor di antaranya dengan harga di bawah standar.

“Harganya masih turun jauh. Per ekor bisa turun sampai Rp 2 juta,” ucap Agus saat ditemui di PHT Tulungagung.

Namun, ia mengaku tidak punya pilihan, karena membutuhkan uang, terpaksa menjual 2 sapinya di bawah harga standar.

Kebutuhan memutar uang untuk modal, memaksanya untuk menjual rugi.

Selain itu, terlalu lama menahan sapi di kandang juga menjadi beban pembiayaan, karena harus menyediakan pakan dan perawatan.

“Butuh modal, terpaksa dijual saja, nanti duitnya diputar lagi,” ulas Agus.

Halaman
12
Sumber: Surya
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved