Toko Modern Berdiri Dekat Pasar Desa Meski IUTS Distop Sejak 2016, Pedagang Protes ke DPRD Jember

Jumadi mengungkapkan, yang meminta tanda tangan tersebut adalah Ketua setempat sebagai pengawas toko berjaringan.

Penulis: Imam Nahwawi | Editor: Deddy Humana
Humas DPRD Jember
PROTES TOKO MODERN - Perwakilan pedagang Pasar Desa Lojejer, Kecamatan Wuluhan menunjukkan foto-toko modern berjaringan yang berdiri di dekat pasar tradisional saat rapat dengar pendapat di ruang Komisi B DPRD Jember, Jawa Timur, Kamis (30/1/2025). 

SURYA.CO.ID, JEMBER - Pedagang Pasar Desa Lojejer, Kecamatan Wuluhan mendatangi DPRD Jember untuk menyatakan keberatannya atas berdirinya sebuah toko modern berjaringan yang jaraknya hanya sekitar 50 meter dari pasar tradisional tempat mereka berjualan.

Jumadi, salah seorang perwakilan pedagang Pasar Lojejer mengaku keberatan atas keberadaan toko modern berjaringan yang begitu dekat. Lantaran toko modern itu dikhawatirkan mematikan ceruk pendapatan para pelapak di pasar tradisional.

"Saya meminta penjelasan dengan rencana berdirinya toko berjaringan di depan lapak kami. Saya menolak, sebagai wakil pedagang sekitar pasar," tegas Jumadi.

Jumadi juga mengaku bahwa para pedagang merasa dibohongi oleh pemilik toko berjaringan tersebut. Sebab pengelola toko pernah mengatakan hanya mendirikan bangunan untuk membuka showroom atau ruang pamer.

"Ketika bangunan sudah jadi, ada logo ada warna merah, biru kuning, dan baru meminta tanda tangan persetujuan warga sekitar pasar," ucap Jumadi. 

Jumadi mengungkapkan, yang meminta tanda tangan tersebut adalah Ketua setempat sebagai pengawas toko berjaringan. Mereka menyasar warga biasa, bukan pedagang pasar. "Sedangkan yang pedagang atau yang buka lapak malah tidak dimintai tanda tangan," keluh Jumadi. 

Sementara Ardi Pujo Prabowo, salah seorang pedagang jamu di Pasar Lojejer mengungkapkan, petugas utusan toko berjaringan itu juga memberi uang Rp 50.000 ribu hingga Rp 100.000 kepada warga yang bertandatangan.

"Dan berdirinya bangunan hanya bermodal NIB (Nomor Induk Berusaha) dan sistemnya OSS. Sedangkan di sana, sudah ada logo yang dimiliki pasar modern. Saya tanya, apakah mereka memiliki perizinan yang lain, jawabannya masih diproses," ungkapnya.

Tokoh masyarakat Desa Lojejer ini menilai, untuk mendirikan toko berjaringan seharusnya mengacu Peraturan Daerah (Perda) Jember Nomor 9 Tahun 2016 tentang Perlindungan Pasar Rakyat dan Penataan Pusat Perbelanjaan serta Toko Swalayan.

"Kalau tidak sesuai aturan maka akan membaur ke berbagai wilayah di Jember. Selain itu juga ada Peraturan Bupati dan Gubernur, yang mengatur tentang regulasi Perda. Kami sinyalir (tidak dipatuhi) toko berjaringan ini," ucap Ardi. 

Ardi mengaku khawatir kalau toko modern berjaringan ini beroperasi, bakal berdampak terhadap para pedagang dan toko tradisional karena menghadapi persaingan kurang sehat. "Kami terdampak, bagaimana langkah pemerintah karena mereka hanya mengantongi izin dari desa," imbuhnya.

Ketua Komisi B DPRD Jember, Candra Ary Fianto meminta organisasi perangkat daerah (OPD) terkait menindaklanjuti keluhan para pedagang di Pasar Lojejer tersebut.

“OPD terkait sebaiknya segera menelusuri oknum yang melakukan intimidasi kepada pedagang. Apa pun alasannya, intimidasi itu tidak dapat dibenarkan,” ujar Candra.

Candra juga meminta Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Jember tidak mudah mengeluarkan izin operasional toko modern berjaringan, supaya tidak merugikan masyarakat.

"Lihat dulu lokasinya, kira-kira ada tidak yang dirugikan. Kalau sudah begini masyarakat menjadi korban lagi, saya minta diperketat lagi soal izin,” kata legislator Fraksi PDI Perjuangan ini.

Halaman
12
Sumber: Surya
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved