Berita Viral

Kecurigaan Nelayan Kholid Terbukti? Pagar Laut Tangerang Ternyata Memiliki 263 Sertifikat HGB

Menurut nelayan Kholid, pagar laut hanya membuat nasib nelayan semakin sengsara karena pemanfaatan ruang laut bagi nelayan kapal kecil semakin sempit.

|
Penulis: Pipit Maulidiya | Editor: Adrianus Adhi
kolase TVOne
Kholid, nelayan dari desa Krojo yang lantang menolak pembangunan pagar laut sepanjang 30,16 kilometer di Kabupaten Tangerang, Banten. 

SURYA.co.id - Kholid, nelayan dari desa Krojo menjadi viral di media sosial setelah lantang menolak pembangunan pagar laut sepanjang 30,16 kilometer di Kabupaten Tangerang, Banten.

Klolid mengaku curiga dengan pembangunan pagar laut tersebut, karena tidak sesuai undang-undang.

Selain itu, menurut Kholid, pagar laut hanya membuat nasib nelayan semakin sengsara karena pemanfaatan ruang laut bagi nelayan kapal kecil semakin sempit.

"Saya melawan, kehidupan saya sebagai nelayan dikelola korperasi, sampe kiamat anak cucu saya miskin, karena saya hanya dijadikan objek, dia yang mengelola," bebernya, dikutip dari tayangan Fakta TV One pada Senin (20/1/2025).

"Karena korporasi selalu berbicara untung dan rugi, tapi tidak mementingkan keadilan bagi rakyat, kami tidak merasakan itu,"ujarnya.

Kholid mempertanyakan kepastian undang-undang mengenai pengaturan kelautan berkaitan dengan adanya pagar misterius sepanjang 30 kilometer.

Ia menegaskan, segala hal berkaitan dengan pemanfaatan ruang laut, harus mengantongi izin. Sekalipun, pemanfaatan itu dilakukan oleh masyarakat setempat.

"Kalau misalnya jelas undang-undangnya, aturannya, di kelautan itu seperti apa."

"Anggap saja misalnya, walaupun menurut saya itu nggak rasional, yang (membuat pagar laut) mengatasnamakan nelayan Pantura segala macam, ini sudah melanggar hukum," kata Kholid dalam wawancara bersama tvOneNews, Minggu (12/1/2025), dikutip Tribunnews.com.

"Yang namanya melakukan pemanfaatan ruang laut, harus ada izin, anggaplah masyarakat (yang membuat pagar laut), kan harus ada izinnya, ada undang-undangnya."

"Dan itu (membuat pagar laut tanpa izin) sudah melanggar, walau siapapun itu (yang membuat), sekalipun masyarakat," ujarnya.

Area pagar laut ternyata bersertifikat HGB

Seolah menjawab kecurigaan Kholid dan nelayan lainnya, Menteri Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Nusron Wahid mengungkapkan ternyata area pagar laut Tangerang, Banten memiliki sertifikat hak guna bangunan (HGB).

Tak main-main, sertifikat HGB di laut Tangerang itu mencapai 263 bidang dan dimiliki oleh beberapa perusahaan dan perorangan. 

"Kami sampaikan, kami mengakui atau kami membenarkan ada sertifikat (HGB) yang ada di kawasan pagar laut sebagaimana yang muncul di sosial media," ujarnya dalam konferensi pers pada Senin (20/1/2025).

Nusron mengungkapkan, jumlah sertifikat HGB ada 263 bidang. 

Rinciannya atas nama PT Intan Agung Makmur sebanyak 234 bidang, atas nama PT Cahaya Inti Sentosa sebanyak 20 bidang, dan atas nama perorangan sebanyak 9 bidang.

Selain SHGB, terdapat pula SHM yang terbit di kawasan pagar laut Tangerang dengan jumlah 17 bidang.

"Jadi berita yang muncul di media tentang adanya sertifikat tersebut setelah kami cek, benar adanya, lokasinya pun benar adanya, sesuai dengan aplikasi BHUMI, yaitu di Desa Kohod, Kecamatan Pakuhaji, Kabupaten Tangerang," tandasnya.

Mengenai SHGB dan SHM ini, Nusron memerintahkan Direktur Jenderal Survei dan Pemetaan Pertanahan dan Ruang (Dirjen SPPR) untuk melakukan koordinasi dan mengecek bersama Badan Informasi Geospasial (BIG) pada Senin (20/1/2025). 

Tujuannya untuk memeriksa lokasi dari sertifikat tanah-sertifkat tanah di garis pantai Desa Kohod tersebut berada di dalam garis pantai (daratan) atau berada di luar garis pantai (laut).

Pasalnya, di dalam pengajuan sertifikat tanah tersebut, terdapat dokumen-dokumen yang terbit tahun 1982.

Sehingga, pihaknya perlu memeriksa batas garis pantai tahun 1982, 1983, 1984, 1985, 2024, hingga sekarang.

"Untuk mengecek keberadaan apakah lokasi yang dimaksud dalam peta bidang tanah yang tertuang dalam SHGB maupun SHM tersebut berada di dalam garis pantai atau di luar garis pantai. Dan kami minta besok (Selasa) sudah ada hasil, karena itu masalah tidak terlalu sulit untuk dilihat, jadi garis pantainya mana," tuturnya.

Setelah ada hasil pemeriksaan, Kementerian ATR/BPN akan melakukan tindak lanjut secara tegas.

Terutama jika ditemukan adanya pelanggaran di mana sertifikat tanah berada di luar garis pantai (laut), bukan di dalam garis pantai (daratan).

"Manakala nanti hasil koordinasi dengan BIG terdapat SHGB maupun SHM yang terbukti benar-benar berada di luar garis pantai, bukan APL, memang wilayah laut kemudian disertifikatkan, maka kami tentu akan evaluasi dan tentu akan tinjau ulang," jelasnya.

Menurut Nusron, Kementerian ATR/BPN masih memiliki kewenangan untuk meninjau ulang sertifikat tanah tersebut. Karena sertifikat tanah tersebut baru terbit tahun 2023.

"Berdasarkan PP, selama sertifikat itu belum berusia lima tahun, dan ternyata dalam perjalanan ada catat material, cacat prosedural, dan cacat hukum."

"Maka dapat kami batalkan dan dapat kami tinjau ulang tanpa harus perintah proses perintah pengadilan, tapi kalau sudah usia lima tahun harus perintah pengadilan," terangnya.

Selain itu, Kementerian ATR/BPN juga akan melakukan penindakan terhadap orang-orang yang terlibat dalam penerbitan sertifikat tanah tersebut.

Mulai dari juru ukur, Kepala Seksi Pengukuran dan Survei Kantor Pertanahan (Kantah) Tangerang, Kepala Seksi Penetapan Hak dan Pendaftaran Tanah Kantah Tangerang, serta Kepala Kantah Tangerang.

"Manakala nanti terbukti berada di luar garis pantai, dan manakala terbukti tidak compliance, manakala terbukti tidak sesuai dengan prosedur, dan manakala tidak sesuai dengan aturan yang berlaku, kami akan tindak sesuai dengan aturan peraturan perundang-undangan yang ada," pungkasnya.

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved