Pembunuhan Vina Cirebon

Kejanggalan MA Tolak PK Terpidana Kasus Vina Cirebon Diungkap Susno Duadji: Anak S1 Saja Paham

Susno Duadji, buka suara usai Mahkamah Agung (MA) menolak pengajuan peninjauan kembali (PK) terpidana kasus Vina Cirebon. Ini analisisnya.

Penulis: Arum Puspita | Editor: Musahadah
Kolase Metro TV/Kompas.com
Susno Duadji (kiri) ungkap kejanggalan MA tolak PK terpidana kasus Vina (kanan) 

SURYA.CO.ID - Mantan Kepala Bareskrim Polri Komjen Pol. (Purn), Susno Duadji, buka suara usai Mahkamah Agung (MA) menolak pengajuan peninjauan kembali (PK) terpidana kasus Vina Cirebon.

Susno Duadji mengaku prihatin dengan keputusan MA menolak PK tujuh terpidana kasus Vina Cirebon.

Hal tersebut tak sesuai prediksinya.  

"Saya berduka cita. Saya kaget. Apa yang menurut saya tidak mungkin, ternyata terjadi."

"Bahwa, kebenaran dan keadilan di Indonesia ini susah dicarinya. Yang kasat mata pun sulit dicapai," katanya saat diwawancarai Metro TV, Senin (16/12/2024) malam.

Ia lantas memberi penghargaan kepada kuasa hukum yang rela mati-matian memperjuangkan keadilan untuk para terpidana kasus Vina Cirebon.

"Saya beri penghargaan kepada penasehat hukum, karena mereka tidak dibayar, hilang waktu, hilang tenaga, hilang duit. 

Susno Duadji lantas menilai alasan MA menolak PK tujuh terpidana kasus Vina Cirebon, janggal.

MA menyebut, tidak ada kekeliruan hakim dalam menangani kasus yang terjadi pada 2016 silam. 

"Kedua, saya menyoroti pertimbangan meskipun tidak seluruh karena belum diungkap semua."

"Ditolaknya karena tidak ada kekeliruan hakim, kalau kita lihat dalam pradilan anaknya sudah keliru."

"Hakim tidak menghadirkan penasehat hukum mendampingi perkara yang diancam hukuman lebih dari lima tahun. Itu sudah keliru. Kesalahan," ujarnya.

Ia lantas menyinggung MA yang menyebut tidak ada bukti baru atau novum yang dihadirkan selama persidangan. 

Padahal, menurutnya, pihak terpidana kasus Vina Cirebon sudah memberikan bukti dengan menghadirkan saksi hingga bukti-bukti forensik.

"Dia katakan tidak ada novum. Bukti forensik yang awalnya tidak dimasukkan, kemudian dimasukkan."

"Kemudian, percakapan antara Vina dan temannya. Apa itu bukan novum?"

"Novum itu kan alat bukti yang belum dipakai. Ada seabrek saksi baru yang belum pernah didengar dalam persidangan. Apa itu bukan novum?" paparnya. 

"Tidak perlu belajar hukum tinggi hingga ke doktor. Anak baru belajar S1 saja sudah paham, kalau itu novum."

Baca juga: Nasib 7 Terpidana Kasus Vina Cirebon Usai PK Ditolak, Tak Sudi Ajukan Grasi, Dedi Mulyadi Ucap Duka

"Nah, kok dikatakan tidak ada novum?"

Di kesempatan lain, Susno mengingatkan masyarakat agar tetap menerima kenyataan yang ada, meskipun tidak sesuai harapan.

"Aneh gitu, aneh dan kaget, tapi kita tidak cukup dengan aneh dan kaget, kita pertama kagum kepada netizen, hormat kepada masyarakat hukum, terutama organisasi advokat yang telah bersukarela, bekerja untuk memperjuangkan kebenaran dan keadilan."

"Namun, finalnya, hasil perjuangan mereka dengan biaya dan lain sebagainya, ya inilah divonis oleh hakim bahwa ditolak (PK), ya harus diterima kenyataan, kenyataan pahit," katanya.

MA Tolak PK Terpidana Kasus Vina Cirebon

Perkara 7 terpidana kasus Vina Cirebon tercatat dalam dua nomor perkara. 

Pertama, PK Nomor 198 PK/PID/2024 dengan pemohon Eko Ramadhani dan Rivaldi Aditya.

Sementara itu, PK kedua Nomor 199 PK/PID/2024 dengan pemohon Eka Sandy, Hadi Saputra, Jaya, Sudirman, dan Supriyanto.

Persidangan kedua perkara sama-sama diketuai hakim Burhan Dahlan dan putusannya menolak semua permohonan.

"Tolak PK para terpidana," demikian dilihat dari situs MA, Senin (16/12/2024).

Jubir Mahkamah Agung, Yanto, mengungkapkan apa yang menjadi pertimbangan majelis hakim dalam menolak permohonan PK terpidana kasus Vina Cirebon ini.

Yanto menuturkan, MA menilai tak ada kekhilafan dari majelis hakim dalam mengadili para terpidana.

Selain itu, bukti baru atau novum yang diajukan dalam PK terpidana kasus vina juga bukanlah bukti baru.

"Tidak terdapat kekhilafan dalam mengadili para terpidana. Bukti baru yang diajukan oleh terpidana bukan merupakan bukti baru sebagaimana ditentukan dalam pasal 263 ayat 2 A KUHAP," kata Yanto dalam konferensi pers MA hari ini, Senin (16/12/2024).

Lebih lanjut Yanto mengatakan, dengan ditolaknya permohonan PK terpidana kasus Vina ini, maka putusan sebelumnya tetap berlaku.

Artinya, ketujuh terpidana kasus Vina Cirebon ini akan tetap menjalani hukuman penjara seumur hidup.

"Dengan ditolaknya permohonan PK para terpidana tersebut maka putusan yang dimohonkan PK tetap berlaku," terang Yanto.

Sebenarnya ada 8 orang yang diadili dalam kasus pembunuhan 2016 lalu itu dan telah divonis penjara seumur hidup.

Namun satu orang diantaranya telah bebas dari hukuman 8 tahun penjara yakni Saka Tatal.

Pakar psikologi forensik, Reza Indragiri Amriel, memberikan tanggapannya terkait putusan MA terkait permohonan PK para terpidana kasus Vina Cirebon

Berikut poin-poin yang disoroti Reza Indragiri: 

  • Akses Terbatas ke Barang Bukti: Para terpidana tidak memiliki akses untuk melakukan pengujian tandingan terhadap barang bukti.
  • Bukti Komunikasi Elektronik: Bukti yang diajukan oleh para terpidana belum pernah divalidasi secara resmi.
  • Putusan ini juga membuat Iptu Rudiana cs bebas dari hukum. 

Reza juga menyarankan agar tim penasihat hukum (PH) mengajukan judicial review ke Mahkamah Konstitusi (MK) terkait poin ketiga yang telah disebutkan di atas.

Ia menegaskan nurani pimpinan Polri patut diketuk lebih keras untuk mencari keadilan.

Dengan keputusan ini, nasib tujuh terpidana kasus Vina semakin jelas, dan langkah hukum selanjutnya akan menjadi perhatian publik dan pihak terkait.

Kasus pembunuhan remaja Vina Dewi (16) dan Muhammad Rizky (16) atau Eki di Cirebon, Jawa Barat, terjadi pada 2016.

Namun hingga kini masih terus berpolemik sebab muncul berbagai isu seperti rekayasa kasus hingga dugaan keterlibatan aparat.

Sebelumnya, Jutek Bongso yakin 7 terpidana kasus Vina Cirebon akan segera bebas bulan Desember 2024. 

Hal ini sesuai dengan deadline atau jatuh tempo penanganan perkara peninjauan kembali di Mahkamah Agung (MA) yang memakan waktu 90 hari. 

"Putusan PK harusnya  Desember sudah keluar, karena 90 hari PK, jatuh tempo pada Desember ini," kata Jutek dikutip dari tayangan youtube Jutek Bongso Pasopati Lawfirm pada Selasa (10/12/2024).

Dia berharap hasil PK ini bisa memberikan keadilan bagi Sudirman dan teman-temannya. 

"Kita sangat bersimpati pada Sudirman, mudah-mudahan tidak lama lagi Sudirman bisa keluar lapas, tanpa tangan diborgol, tanpa harus dikawal, tanpa harus diawasi. Saya yakin kebebasan masih berpihak pada Sudirman. Sabar, waktunya akan segera tiba," kata Jutek. 

===

Kami mengajak Anda untuk bergabung dalam Whatsapp Channel Harian Surya. Melalui Channel Whatsapp ini, Harian Surya akan mengirimkan rekomendasi bacaan menarik Surabaya, Sidoarjo, Gresik, Persebaya dari seluruh daerah di Jawa Timur.  

Klik di sini untuk untuk bergabung 

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved