Santri di Nganjuk Pendarahan Otak

Duduk Perkara Santri di Nganjuk Pendarahan Otak Diduga Dianiaya Teman, Saksi Ungkap Fakta Berbeda

Ini lah duduk perkara MKM (12), santri di Nganjuk yang mengalami pendarahan di otak diduga akibat dianiaya temannya. 

Penulis: Danendra Kusumawardana | Editor: Musahadah
kolase kompas.com/istimewa
Ilustrasi santri di Nganjuk pendarahan otak diduga dianiaya teman. Kapolres meminta pelaku segera menyerahkan diri. 

Unit Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Polres Nganjuk memeriksa beberapa saksi. Di antaranya, keluarga, teman sekamar korban, dan pihak pondok pesantren.

Barang bukti berupa hasil diagnosa medis korban juga dikumpulkan. 

Lalu, benarkah penganiayaan ini yang menjadi penyebab sang santri pendarahan otak?  

Berdasar keterangan para saksi yang dihimpun polisi, pendarahan otak yang diderita korban bukan akibat penganiayaan yang dilakukan AF. 

Beberapa hari lalu, Unit Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Polres Nganjuk sudah memeriksa beberapa saksi. 

Di antaranya, keluarga, teman sekamar korban, dan pihak pondok pesantren.

Barang bukti berupa hasil diagnosa medis korban juga dikumpulkan. 

"Luka serius di kepala korban menurut keterangan para saksi bukan karena terduga. Terduga memang pernah menganiaya, tapi hanya penganiayaan ringan, ini menurut para saksi," ungkap Julkifli. 

Namun, Julkifli tak menerangkan secara detail, terkait penyebab luka serius dan jenis penganiayaan ringan yang dilancarkan terduga terhadap korban, sesuai keterangan para saksi. 

Motif penganiayaan ringan juga belum diketahui pasti. 

Salah satu saksi juga menyebutkan bahwa korban pernah terjatuh dari tangga, namun belum dapat dipastikan apakah insiden tersebut menjadi penyebab pendarahan otak yang dialami korban.

"Kalau kepalanya kenapa-napa itu kami belum bisa memastikan. Cuma ada salah satu saksi yang menjelaskan katanya dia sempat jatuh dari tangga, tapi itu cuma satu saksi yang menjelaskan," ujarnya.

Hingga saat ini, penyidik Reskrim Polres Nganjuk belum dapat memintai keterangan orang tua maupun korban, karena korban masih menjalani perawatan di rumah sakit.

"Korban pun sampai sekarang belum bisa diperiksa, masih di rumah sakit," tuturnya.

Sementara itu, dalam proses penanganan kasus in i, petugas akan menerapkan Undang-Undang (UU) Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak (SPPA). 

Halaman
123
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved