Berita Viral

Dedi Mulyadi Beraksi Lagi Usai Beri Rp 50 Juta ke Guru Supriyani, Kerahkan 23 Pengacara untuk Ini

Usai viral memberikan hadiah Rp 50 juta ke guru Supriyani, Dedi Mulyadi kini beraksi lagi. Kerahkan 23 pengacara untuk kasus ini.

|
Tribun Jabar
Dedi Mulyadi. Dedi Mulyadi Beraksi Lagi Usai Beri Rp 50 Juta ke Guru Supriyani. Kerahkan 23 Pengacara untuk Ini. 

SURYA.co.id - Aksi Dedi Mulyadi membantu masyarakat tak berdaya masih terus jadi sorotan.

Setelah viral memberikan hadiah Rp 50 juta ke guru Supriyani, Dedi kini beraksi lagi.

Ia mengerahkan 23 pengacara dalam kasus meninggalnya Albi Ruffi Ozara (8), siswa kelas 3 SDN Jayamukti, Blanakan, Subang, akibat perundungan oleh tiga kakak kelasnya.

Ketiga terduga pelaku hingga kini masih berkeliaran bebas, membuat publik geram.

Untuk memberikan efek jera dan memastikan kasus ini tidak terulang, calon gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi mengutus 23 pengacara untuk mengawal proses hukum dan membantu keluarga korban mendapatkan keadilan.

Ke-23 pengacara yang telah diberikan kuasa oleh keluarga korban akan menyelidiki lebih lanjut, termasuk mencari unsur pidana dalam kasus ini dan kelalaian pihak sekolah.

Mereka juga akan menggugat orangtua terduga pelaku serta Dinas Pendidikan hingga rumah sakit yang terlibat.

"Kasus ini harus diusut tuntas. Meskipun pelaku di bawah umur tidak bisa dipidana, orangtua dan pihak sekolah harus bertanggung jawab," ujar Dedi Mulyadi, Selasa (3/12/2024), melansir dari Kompas.com.

Baca juga: Kronologi Pembunuhan Janda di Jember, Suri Emosi saat Ajakan Nikah Ditolak, Langsung Ambil Kapak

Baca juga: Kronologi Bocah 12 Tahun Dianiaya Sadis oleh Warga, Kuku Dicabut Gara-gara Celana Dalam

Dedi Mulyadi berharap kasus ini menjadi pelajaran agar tidak ada kejadian serupa di masa depan.

Ia meminta orangtua dan sekolah untuk lebih mengawasi anak-anak mereka agar perundungan tidak terulang.

Ketua Aliansi Advokat Indonesia Jabar, Jutek Bongso, menyatakan siap membantu keluarga korban untuk mendapatkan keadilan. 

"Ketiga pelaku masih bebas dan bersekolah tanpa rasa bersalah, ini makin memperburuk kondisi psikologis keluarga korban," ujar Bongso.

Menurut Bongso, sebelum meninggal, Albi mengaku telah dibenturkan kepalanya ke tembok sekolah sebanyak lima kali hingga koma.

"Ini ada unsur kelalaian dari pihak sekolah. Kami akan tuntut pihak sekolah dan orangtua pelaku," tegasnya.

Jutek Bongso juga meminta agar polisi segera bertindak tegas.

Meskipun anak-anak di bawah 12 tahun tidak bisa diproses secara pidana, mereka bisa ditahan di Lembaga Penempatan Anak Sementara (LPAS) untuk dibina.

Warsih, ibu Albi, meminta agar ketiga pelaku segera ditahan.

"Saya ingin pelaku segera ditahan. Orangtua mereka harus diusir dari desa kami karena mereka seperti tidak merasa bersalah," katanya dengan penuh emosi.

Ia juga mengucapkan terima kasih kepada Dedi Mulyadi yang telah menyediakan 23 pengacara untuk membantu keluarga mendapatkan keadilan.

Baca juga: Kisah Pilu Nadia dan Bayi Usia 1 Tahun, Disekap Bos Sawit 2 Bulan Gara-gara Suami Dituduh Curi BBM

Baca juga: Profil Yuhronur Efendi, Bupati Lamongan Terpilih 2024-2029 yang Jadi CEO Persela Lamongan

Sebelumnya, ARO (9), bocah kelas 3 sekolah dasar di Subang, Jawa Barat, kritis usai diduga dirundung oleh kakak kelasnya.

AR kemudian menjalani perawatan intensif di RSUD Ciereng, Subang, Jawa Barat.

Setelah dirawat tiga hari, ARO dinyatakan meninggal dunia pada Senin (26/11/2024) sekitar pukul 16.10 WIB.

Ternyata ARO sudah dua tahun menjadi korban perundungan kakak kelasnya. Keluarga baru tahu kejadian tersebut setelah ARO meningal dunia.

Hal tersebut diungkapkan Dasam (45), paman ARO, saat ditemui di rumahnya di Desa Jayamukti, Blanakan, Selasa (26/11/2024).

Ia mengaku tidak mengetahui bahwa ARO mengalami perundungan selama dua tahun terakhir, hingga mendengar kabar dari teman-teman ARO.

"Di-bully selama dua tahun lamanya, itu saya dapat kabar dari teman-temannya. (Diduga pelaku bully) orang yang sama," kata Dasam.

Menurut dia, ARO adalah anak yang pendiam dan tinggal bersamanya sejak orangtuanya berpisah.

Terkait kematian ARO, ia berharap pelaku mendapatkan hukuman yang sesuai sebagai efek jera dan mencegah kejadian yang sama.

Selain itu, Dasam juga meminta kepada pemerintah untuk menggalakan sosialisasi anti-bullying agar kejadian tragis yang menimpa ARO tidak terulang lagi.

Sebelum meninggal dunia, korban sempat mengeluh sakit kepala hebat hingga muntah-muntah.

Kondisinya terus memburuk bahkan tak bisa membuka mata, tak bisa berjalan dan terpaksa merangkak.

"Dua hari itu dia muntah terus, kalau makan muntah, makan muntah, perutnya sakit, sama uwa-nya enggak cerita karena takut, kata saya kenapa kamu kayak gitu, sakit perutnya, dibenerin (diurut) abis diurut enggak muntah lagi," ujar Sarti, saudara korban saat dihubungi, Minggu (24/11/2024).

Saat itu AR sempat masuk sekolah, namun kondisinya semakin memburuk. Hingga akhirnya AR menceritakan yang ia alami selama ini.

Kepada keluarga, AR mengaku sering dipukuli oleh tiga kakak kelasnya. Bahkan ditendang dan kepalanya dibenturkan ke tembok.

Baca juga: Sosok Lengkap 3 Korban Tewas Pembunuhan Satu Keluarga Guru di Kediri, Gelagat Si Sulung Dikuak Teman

Baca juga: Jalan Kaki Pagi, Warga Badean Bondowoso Temukan Bayi Lengkap dengan Ari-arinya Terbungkus Kain

"Waktu dia mau drop mau berangkat ke rumah sakit, saya tanya kamu kenapa kepalanya sakit, melek enggak bisa, jalan susah, katanya dijedotin ke tembok, di-tajong (tendang) pengakuan AR sama tiga orang itu," ujar Sarti.

Kemudian keluarga memberitahukan kondisi AR ke wali kelas, sementara AR dirawat di rumah sakit dalam kondisi koma.

"Saat itu saya mau ke sekolah, tahunya udah bubar, kantor enggak ada udah pada ke mana gurunya, jadi saya balik lagi enggak jadi (laporan saat itu)," kata Sarti.

Kasatreskrim AKP Gilang Indra Friyana Rahmat membenarkan siswa kelas 3 SD korban perundungan itu meninggal dunia.

"Korban dugaan kekerasan kakak kelas tersebut, meninggal dunia sekitar pukul 16.10 WIB dan saat ini jenazah sudah berada di kamar Jenazah RSUD Subang," kata dia, Senin (25/11/2024) malam.

Untuk memastikan penyebab kematian, polisi akan melakukan otopsi di RS Bhayangkara Indramayu.

"Otopsi ini dilakukan untuk memastikan penyebab korban meninggal dunia, sekaligus untuk proses penyelidikan kasus ini," ucapnya

Sementara itu Kapolres AKBP Ariek Indra Sentanu mengatakan ditemukan ada pendarahan otak pada korban.

"Dari hasil otopsi, ditemukan adanya pendarahan di otak yang menyebabkan korban tak sadarkan diri selama 3 hari hingga meninggal dunia, kemarin sore," katanya.

Hasil otopsi ini akan jadi pedoman polisi untuk pemeriksaan kepada sejumlah saksi, guna mengungkap kasus ini.

"Sejauh ini baru 3 saksi yang kita periksa, semuanya merupakan terduga pelaku yang usianya masih dibawah 12 tahun," katanya.

Selain ketiga terduga pelaku, polisi juga akan memeriksa pihak sekolah, keluarga korban dan teman korban.

"Untuk mengungkap kasus ini, semua akan kita mintai keterangan. Selain itu pemeriksaan terhadap saksi khususnya terduga pelaku dan teman korban kita akan melibatkan unsur pihak terkait seperti Bapas, KPAI serta pihak keluarga," ungkapnya.

Baca juga: Sosok Mundakir, Jadi Rektor UM Surabaya Dari Keluarga Buruh Serabutan, Pernah Jadi Tukang Cukur

Baca juga: Bocoran Indonesian Idol 2025 Tayang Perdana Malam Ini, Para Juri Sebut Peserta Season 13 Berbahaya

Apalagi kata Ariek, terduga pelaku yang menganiaya korban merupakan anak-anak yang usianya masih dibawah 12 tahun.

"Terduga pelaku ini dibawah umur tentunya perlakukan hukum tidak sama dengan orang dewasa," kata dia.

>>>Update berita terkini di Googlenews Surya.co.id

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved