Pelajar Di Semarang Tewas Ditembak

Nasib Polisi Penembak Mati Pelajar di Semarang Belum Tersangka Meski Terbukti Tak Beri Peringatan

Aipda Robig, polisi penembak mati pelajar SMK di Semarang masih belum ditetapkan tersangka, meskipun terbukti tak beri tembakan peringatan. Kenapa?

Editor: Musahadah
kolase tribun jateng
Aipda Robig, polisi penembak mati pelajar SMK di Semarang masih belum ditetapkan tersangka, meskipun terbukti tak beri tembakan peringatan. 

Pihaknya juga mengakui Aipda Robig melakukan eksesif action atau tindakan berlebihan ketika kejadian. 

"Eksesif action artinya dia tidak perlu melakukan penembakan terhadap orang yang tawuran tersebut. Hal itu menjadi fokus penyelidikan dari Bidpropam terhadap yang bersangkutan," jelasnya.

Akibat kejadian itu, keluarga almarhum GRO melaporkan Aipda Robig atas kasus pembunuhan dan penganiayaan ke Polda Jateng, Selasa (26/11/2024).

Sementara Direktur Reserse Krimininal Umum (Dirreskrimum) Polda Jawa Tengah Kombes Dwi Subagio mengungkapkan bakal membongkar makam GRO (17) pelajar korban ditembak polisi. 

Pembongkaran makam dilakukan sebagai alat bukti polisi menjerat pelaku penembakan pelajar yakni Aipda Robig Zaenudin (38).

"Iya kami akan ekshumasi (bongkar makam) korban (GRO) secepatnya, malam ini lagi proses," kata Kombes Dwi, di Mapolda Jateng, Kamis (28/11/2024).

Penasehat Ahli Kapolri: Tak Bisa Dibenarkan

Aipda RZ (kanan), Polisi Tembak Mati Pelajar di Semarang. Komnas HAM beri respon tegas.
Aipda RZ (kanan), Polisi Tembak Mati Pelajar di Semarang. Komnas HAM beri respon tegas. (kolase Bangkapos)

Di bagian lain, Penasehat Ahli Kapolri Irjen (purn) Aryanto Sutadi memastikan tindakan Aipda Robig tidak bisa dibenarkan. 

Hal ini beralasan karena Aipda Robig tidak dalam keadaan bertugas dalam operasi pembubaran yang diklaim polisi sebagai pemicu penembakan tersebut. 

"Jadi apapun alasannya, ada orang tertembak meninggal dengan alasan habis tawuran. pasti tidak akan mungin dibenarkan," tegas Aryanto dikutip dari tayangan Apa Kabar Indonesia Malam TVOne pada Kamis (28/11/2024).

Menurut Aryanto, dalam ketentuannya, penggunaan senjata api yang bisa dipakai untuk melindungi seseorang, apakah diri sendiri yang terancam, atau orang lain. 

Aryanto melihat ramainya kasus ini karena polisi tidak pandai mengelola media sehingga muncul berita polisi menembak anak keciil, seolah-olah polisi demikian brutal, ngawur menggunakan senjata. 

Harusnya, menurut Aryanto polisi harus berpikir bagaimana bisa meredam pemberiyaan itu dengan mengungkap fakta yang sebenar-benarnya. 

"Pertama pers rilis, justru yang diutarakan soal tawuran. Akhirnya polisi nyari pembenaran, seakan-akan melindungi oknum yang jahat itu," tandasnya. 

Terpisah, Sebelumnya, Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) menilai polisi tembak mati pelajar Semarang sebagai tindakan tak manusiawi.

Halaman
123
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved