Berita Viral

Usai Ucap Tak Puas Vonis Bebas Guru Supriyani, Pengacara Aipda WH Bongkar Gelagat JPU yang Cari Aman

Setelah ucap tak puas dengan vonis bebas guru Supriyani, kini pengacara La Ode Murham mewakili kubu Aipda WH, membongkar gelagat Jaksa Penuntut Umum.

Penulis: Arum Puspita | Editor: Musahadah
Kolase Youtube
Pengacara Aipda WH, La Ode Murham (kiri) yang ucap tak puas dengan vonis bebas guru Supriyani (kanan) 

SURYA.CO.ID - Setelah ucap tak puas dengan vonis bebas guru Supriyani, kini pengacara La Ode Murham mewakili kubu Aipda WH, membongkar gelagat Jaksa Penuntut Umum (JPU).

Ia menyebut JPU cari aman dalam menangani kasus guru Supriyani, karena keteledoran dalam melakukan penahanan terhadap Supriyani.

"Jadi, memang JPU tidak sungguh-sungguh dalam membuktikan perkara ini."

"Dari awal sudah tercium gelagat ingin menyelamatkan diri dari keteledoran mereka pada tahap P21 dan melakukan penahanan," jelasnya.

Ia juga menilai JPU tidak serius selama proses pembuktian perkara tersebut.

Sebab, jaksa tidak mampu menunjukkan bukti lain di persidangan yang bisa menjadi pertimbangan untuk memutus perkara.

Jaksa hanya meyakinkan hakim adanya bukti pemukulan dari keterangan korban D, anak Aipda WH dan dua murid lain.

Baca juga: Tak Puas Vonis Bebas Guru Supriyani, Pengacara Aipda WH: JPU Tak Serius dan Mencuci Tangan

Sementara, seharusnya JPU menghadirkan bukti-bukti lain sehingga bisa memperkuat adanya tindak pidana yang dilakukan Supriyani.

"Bahwa alat bukti petunjuk berupa keterangan dua saksi anak dan satu saksi anak sebagai korban dianggap sebagai satu alat bukti," ujarnya.

Namun, hakim menganggap bahwa JPU tidak bisa menghadirkan bukti-bukti lain untuk meyakinkan bahwasanya terjadi tindak pidana.

Baca juga: Sosok Pengacara yang Tak Puas Vonis Bebas Guru Supriyani dan Ucap JPU Cari Aman, Ini Reaksi Aipda WH

"Bahwa perkara atas terdakwa Supriyani dibebaskan dari segala tuntutan penuntut umum karena mereka tidak dapat meyakinkan majelis hakim dengan menghadirkan bukti-bukti lain selama persidangan," tuturnya. 

Sempat Ancam Beri Bukti

Pengacara Aipda WH (kiri) menjelaskan bahwa kliennya tak puas dengan vonis bebas guru Supriyani (kanan)
Pengacara Aipda WH (kiri) menjelaskan bahwa kliennya tak puas dengan vonis bebas guru Supriyani (kanan) (Kolase Youtube/Tribun Sultra)

Sebelum vonis bebas guru Supriyani diputus, La Ode Muhram mengancam akan membuktikan bahwa guru Supriyani memang bersalah.

La Ode menyebut bahwa kasus ini bukan untuk membuktikan siapa yang menang dan siapa yang kalah.

Melainkan untuk memenuhi hak perlindungan anak.

"Bukan mencari Siapa yang menang dan siapa yang kalah. Sebenarnya bagaimana kita menuju pada keadilan dan bagaimana hak-hak anak dipulihkan" ujar La Ode dalam tayangan Nusantara TV.

La Ode justru berharap agar Supriyani mengakui kesalahannya.

"Kami berharap Bu Supriyani menginsyafi perbuatannya, dan semoga tak ada Supriyani yang lain" ujar La Ode.

Terakhir, La Ode juga berjanji bakal membuktikan bahwa Supriyani bersalah.

"Kami juga akan buktikan dia bersalah" tutupnya.

Namun, sesumbar La Ode itu tak terbukti. 

Majelis hakim PN Andoolo memutuskan Supriyani tak bersalah melakukan penganiayaan terhadap anak Aipda WH

"Supriyani Spd binti Sudiharjo tidak terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana."

“Sebagaimana didakwakan dalam dakwaan alternatif 1 dan dakwaan alternatif kedua penuntut umum,” tambah Ketua Majelis Hakim PN Andoolo, Stevie Rosano.

Dalam amar putusan yang dibacakan hakim Vivi Fatmawaty Ali, menyatakan tidak ada bukti kuat dan meyakinkan guru Supriyani melakukan pemukulan terhadap muridnya D.

Ada beberapa pertimbangan hakim, meyakini Supriyani tidak terbukti melakukan pemukulan seperti dakwaan jaksa penuntut umum (JPU). 

Seperti tidak adanya bukti kuat, dan keterangan saksi siswa D serta dua temanya yang dihadirkan di persidangan. 

Menurut hakim, keterangan dua saksi anak tidak berkesesuaian hasil visum luka anak Aipda WH dikeluarkan dokter. 

Keterangan saksi anak juga tidak sesuai bukti pakaian digunakan siswa D, saat menuduh Supriyani memukul pakai sapu ijuk. 

Majelis hakim berpendapat keterangan atas saksi Izzatun, dan keterangan atas saksi Afizah tidak berkesesuaian dengan bukti hasil visum yang diajukan.  

Serta tidak berkesesuaian dengan bukti lainnya berupa celana merah anak korban. Dimana, tidak ada bukti sobekan. 

Karena dari keterangan saksi ahli forensik luka di paha anak Aipda WH, terjadi karena gesekan benda dari permukaan kasar bukan sapu. 

"Tidak ada bukti berkesesuaian keterangan saksi Izzatun dan Afizah dengan bukti hasil visum dan bukti lainnya, berupa celana warna merah yang tidak ditemukan adanya sobekan akibat gesekan benda dengan permukaan kasar," ungkap hakim Vivi. 

Hakim juga menyebut keterangan saksi ahli forensik menyampaikan apabila luka korban siswa D, dipukuli sapu maka hanya luka lecet dan memar. 

Sehingga menurut hakim, luka paha korban karena dipukuli sapu Supriyani tidak sesuai, terbantahkan dengan keterangan saksi ahlli dokter forensik. 

Selain itu, menurut hakim keterangan saksi dihadirkan jaksa di persidangan belum mampu menunjukan adanya tindak pidana dilakukan Supriyani.

Sebagaimana diatur dalam pasal 185 ayat (2) juncto pasal 185 ayat (3) KUHAP. 

Dimana, JPU hanya menghadirkan keterangan saksi anak dalam kasus tindak pidana pemukulan yang dilakukan supriyani. 

"Menentukan keterangan seorang saksi saja tidak cukup untuk membuktikan bahwa terdakwa bersalah atas perbutasan yang didakwakan kepadanya," 

"Ketentuan sebegaimana dimaksud dalam ayat 2 tidak berlaku apabila disertai dengan alat bukti lainnya yang sah," kata hakim Vivi. 

Kemudian menurut Hakim, jaksa penuntut umum juga tidak mempu membuktikan adanya tidak pidana yang dilakukan Supriyani. 

Karena dalam sistem hukum pidana formil di Indonesia beban untuk membuktikan adanya tindak pidana terletak pada jaksa penuntut umum sebagaimana dalam pasal 66 KUHAP. 

Hakim juga mempertimbangan bahwa keterangan saksi Aipda WH dan Istrinya NF yang menyatakan adanya pemukulan berdasarkan cerita anak mereka seharusnya dikesampingkan oleh JPU karena tidak memenuhi syarat. 

"Keterangan saksi saksi tersebut layak untuk dikesampingkan sebab keterangan saksi itu tidak memenuhi syarat sebagaimana diatur dalam ketentuan pasal 1 angka 26 KUHAP," ucap hakim. 

Kemudian keterangan saksi anak yang dihadirkan di persidangan bisa dijadikan bukti kuat adanya tindak pidana. 

Hal ini sesuai dengan keterangan saksi ahli Reza Indragiri yang menyampiakan kualitas kesaksian yang masih berusia kanak-kanak.  

Majelis juga menilai tidak adanya keterangan saksi lain yang menunjukan buktu kuat Supriyani melakukan pemukulan kepada korban. 

Karena dihari kejadian atau Rabu (24/4/2024) yang dtuduhkan kepada Supriyani tidak ada yang melihat adanya tindak pidana penganiayaan. 

Bukti ini diperkuat dengan keterangan saksi Lilis wali kelas korban, kepala sekolah SDN 4 Baito Sanna Ali, dan Nur Aisyah wali kelas 4. 

Dimana keterangan saksi Lilis menyebut Supriyani hanya mengajar di ruang kelas 1 B dan tidak pernah masuk kelas 1A tempat korban belajar. 

Hakim menilai seharusnya Jaksa bisa membuktikan Ibu Supriyani masuk ke kelas 1 A dan melakukan pemukulan terhadap korban seperti yang dituduhkan. 

"Menimbang saksi Lilis Herlina Dewi hanya meninggalkan kelas selama 5 menit untuk mengisi absen. Saat berjalan ke ruangan saksi Lilis melihat terdakwa Supriyani mengajar di kelas 1 B," ungkapnya. 

"Namun berdasarkan dari persidangan tidak ada saksi atau murid kelas 1 B dihadrikan membuktikan terdakwa benar-benar keluar kelas 1 B pada saat mengajar," ungkap Hakim Vivi. 

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved