Berita Surabaya

Banyak Sidang di PN Surabaya Tertunda Imbas Hakim Mogok Massal, Pengunjung Pilih Nonton Burung Merak

Situasi ini menambah derita masyarakat pencari keadilan karena banyak hakim yang memilih meninggalkan sidang.  

Penulis: Tony Hermawan | Editor: Deddy Humana
surya/Tony Hermawan
Dua petugas PN Surabaya santai menngobrol di depan kandang burung merak. 

SURYA.CO.ID, KOTA SURABAYA - Mogok massal hakim yang lebih ramah disebut 'cuti bersama' di Indonesia sekarang, benar-benar menjadi bencana konstitusi. Sampai hari kedua mogok, Selasa (8/10/2024), mengakibatkan agenda persidangan di Pengadilan Negeri (PN) Surabaya tertunda atau tidak terlaksana.

Situasi ini menambah derita masyarakat pencari keadilan karena banyak hakim yang tetap memilih  meninggalkan sidang.  

Padahal sudah ada kabar dari Juru Bicara Mahkamah Agung (MA), Suharto bahwa Menteri Keuangan (Menkeu), Sri Mulyani menyetujui usulan kenaikan gaji dan tunjangan hakim.

Tetapi situasi PN Surabaya tampak sepi. Hingga pukul 14.30 WIB tidak ada tanda-tanda sidang dimulai. Ada 12 ruangan sidang yang tampak kosong melompong. 

Akibatnya banyak pengunjung sidang menyemut dan nongkrong di kantin. Lantaran tak ada sidang, beberapa panitera terlihat nganggur dan ada beberapa yang duduk di halaman tengah. Malah sebagian ngobrol santai sembari memandangi kandang aviary berisi burung merak. 

Alex Adam Faisal, Humas Pengadilan Negeri Surabaya mengatakan bahwa 70 hakim di PN Surabaya secara keseluruhan mendukung gerakan solidaritas ini. 

Bentuk dukungan mereka bermacam-macam. Ada yang datang ke Jakarta, ada yang mengajukan cuti, dan sebagian besar menunda persidangan.

"Kami mohon maaf, banyak sidang yang mengalami penundaan karena sikap kami yang mendukung gerakan solidaritas para hakim di seluruh Indonesia," kata Alex.

Berdasarkan penelusuran, demo hakim yang meluruk Kantor MA itu dijadwalkan pada 7-11 Oktober 2024 untuk mengajukan 8 poin tuntutan.

Pertama gaji pokok naik 8-15 persen, uang pensiun naik 8-15 persen, tunjangan jabatan 45-70 persen, dan tunjangan kemahalan. Empat tuntutan tersebut sudah disetujui Kementerian Keuangan.

Di samping itu, gerakan hakim ini juga menuntut fasilitas perumahan negara, transportasi, kesehatan, dan honorarium percepatan penanganan perkara. ****

Sumber: Surya
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved