Pilkada Rawan Informasi Liar di Medsos, Polda Jatim Ajak Media Mendinginkan Zona Merah di Madura

SURYA.CO.ID, PAMEKASAN – Polda Jatim memberi perhatian istimewa pada wilayah Madura Raya selama penyelenggaraan Pilkada 2024 ini. Tetapi perhatian ini tidak membanggakan, lantaran polisi mengawasi ketat wilayah Madura lantaran rawan terjadi pelanggaran pilkada alias zona merah.

Kepala Bidang (Kabid) Humas Polda Jatim, Kombes Pol Dirmanto menyampaikan hal itu saat membuka  sarasehan Sinergitas Polri dan Awak Media untuk Menjaga Kondusifitas Kamtibmas dalam Pelaksanaan Pilkada 2024.

Kegiatan itu diikuti sekitar 60 wartawan media cetak, online, TV dan radio, di aula Hotel Odaita, Pamekasan, Rabu (2/10/2024).

Menurut Dirmanto, antara pemetaan yang dilakukan kepolisian dengan pemetaan yang dilakukan Bawaslu Jatim hasilnya sedikit berbeda. Jika bawaslu menilai tidak semua wilayah Madura merah, namun bagi kepolisian Madura tetap masuk wilayah merah. 

Sehingga pihak kepolisian tidak meremehkan dan menggampangkan pilkada, lantaran pilkada ini penuh dinamika. 

“Dalam Pilkada ini aparat kepolisian tidak hanya berkaca hari pelaksanaan pemilu. Tetapi semua situasi kamtibmas yang menyertainya, termasuk dari tahap awal pendaftaran, penetapan calon dan pencoblosan hingga pelantikan itu,” ujar Dirmanto.

Dirmanto berharap pilkada di Jawa Timur, termasuk di empat kabupaten di Madura, berjalan dengan aman dan damai. Sehingga sejak dini pihaknya sudah melakukan pemetaan, deteksi dan mengantisipasi adanya kerawanan pelanggaran dalam pilkada ini.

Dikatakan, kondisi kerawanan di Madura ini tidak lepas dari pemilu legislatif dan pemilu presiden Februari 2024. Saat itu KPU terpaksa melakukan pemungutan suara ulang (PSU) di beberapa TPS yang dinilai bermasalah. Termasuk juga adanya kemungkinan konflik kecil-kecil di berbagai TPS.

Dan beberapa waktu lalu pihaknya menerima informasi di Madura Raya terjadi perusakan alat peraga kampanye (APK). Sehingga ia berharap daerah lain yang kondisi APK masih bagus jangan sampai dirusak.

“Alhamdulillah, kita terus berupaya meredam dengan berbagai cara dan pola, serta berbagai pengamanan yang kita laksanakan. Sebab Madura Raya ini betul-betul menjadi perhatian kita,” ujar Dirmanto.

Dirmanto juga menyinggung banyaknya informasi yang beredar di media sosial (medsos) yang datang begitu cepat. Sementara masih banyak masyarakat yang gampang percaya dengan informasi itu dan mengirim ulang untuk disebarkan. 

Sementara tingkat kematangan, kecerdasan terhadap kemampuan dalam mendeteksi informasi yang masuk itu masih lemah.

Diungkapkan, kecepatan informasi itu tidak diimbangi dengan ketrampilan dalam menyaring informasi. Sehingga terkadang masyarakat menganggap informasi yang diterima itu nyleneh langsung disebar, tanpa melihat kebenarannya. 

Seperti pada pengalaman pada pileg dan pilpres, di Madura Raya muncul informasi yang menyatakan salah seorang kelompok penyelenggaran pemungutan suara (KPPS) di salah satu desa, dianiaya. Sehingga pada hari H, masyarakat tidak bisa melaksanakan pencoblosan di TPS tersebut. 

”Nah setelah kami cek dan ditelusuri, informasi penganiayaan KPPS itu hoaks. Sehingga waktu itu, kami mengambil sikap dan langsung menyampaikan ke beberapa wartawan, mengenai informasi bohong itu," tambahnya.