Pilkada Pasuruan 2020

Laporkan PPDI Berkontrak Politik Dengan Cabup, 5 NGO Pasuruan Sebut Indikasi Gratifikasi dan Korupsi

Bahkan kesepakatan itu tertuang dalam Memorandum Of Understanding (MoU) yang ditandatangani oleh kedua belah pihak

Penulis: Galih Lintartika | Editor: Deddy Humana
surya/galih lintartika (galih)
Perwakilan beberapa NGO membuat laporan ke Bawaslu Pasuruan, Rabu (4/9/2024). 

SURYA.CO.ID, PASURUAN - Perhelatan politik di daerah juga menjadi perhatian para LSM di Kabupaten Pasuruan. Bahkan lima Non Governmental Organization (NGO) sampai melaporkan dugaan pelanggaran netralitas perangkat desa yang tergabung dalam  Persatuan Perangkat Desa Indonesia (PPDI).

Gabungan NGO ini menduga PPDI ini terlibat dalam politik praktis karena membuat sebuah kesepakatan dengan salah satu pasangan calon kepala daerah (cakada) di Pasuruan.

Bahkan kesepakatan itu tertuang dalam Memorandum Of Understanding (MoU) yang ditandatangani oleh kedua belah pihak dari PPDI dan salah satu cabup.

Mereka melaporkan dugaan ketidaknetralan para perangkat desa karena membuat kesepakatan dengan cabup Pasuruan untuk memenangkannya. Dampaknya adalah para perangkat desa nantinya akan mendapat keuntungan, salah satunya kenaikan gaji jika calon itu terpilih dalam Pilkada Pasuruan nanti.

"Kami mengadukan dugaan ketidaknetralan perangkat desa dengan adanya MoU ini," kata Misbah, Ketua LSM Gajah Mada Nusantara, Rabu (4/9/2024).

Selain penandatangan MoU, kata Misbah, ada dugaan kesiapan PPDI melakukan sosialisasi visi dan misi salah satu palon Bupati dan Wakil Bupati Pasuruan. "Ini jelas melanggar UU Nomor 6 Tahun 2014 tentang desa Pasal 51 huruf (j) yang melarang perangkat desa terlibat dalam kampanye pemilihan kepada daerah," terangnya.

Imam Rusdiyanto, Ketua LSM Cakra Berdaulat menduga, selain oknum perangkat desa juga ada oknum kepala desa yang terlibat politik praktis. Padahal UU Nomor 10 Tahun 2026 Pasal 73 ayat (1) dan (4) berisi larangan menjanjikan atau memberikan uang atau materi lainnya untuk mempengaruhi pemilih. 

"Jadi jelas MoU berisi janji-janji material seperti kenaikan tunjangan dan dana hibah yang dapat diinterpretasikan sebagai upaya untuk mempengaruhi si pemilik,” tegas Imam.

Menurut Imam, MoU yang ditandatangani kedua belah pihak ini menjadi indikasi gratifikasi dan penyuapan dalam prosesnya. MoU berisi janji-janji tersebut bisa dikatagorikan sebagai gratifikasi, melanggar UU Nomor 31 Tahun 1999 Jo UU Nomor 20 Tahun 2021 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. 

Mirisnya lagi, MoU yang ditandatangani Sonhaji selaku Ketua PPDI Kabupaten Pasuruan disinyalir menabrak AD/ART PPDI sendiri pasal 4 ayat 1 poin C. "Di situ dijelaskan PPDI tidak boleh berpolitik praktis, artinya tidak terkait dan mengikat diri pada kekuatan organisasi lain atau pun partai politik apa pun," bebernya. 

Ketua Bawaslu Kabupaten Pasuruan, Arie Yunianto mengaku akan meneliti kelengkapan berkas laporan yang dilayangkan para LSM.  “Kami akan teliti dulu kelengkapan syarat formil dan materiil. Setelah itu, kajian awal. Jika memenuhi syarat, akan di register dan mengklarifikasi para pihak," kata Arie.

Terpisah, Ketua PPDI Kabupaten Pasuruan, Sonhaji tidak menampik MoU telah menandatangani MoU itu. “MoU itu ditandatangani bulan Juni 2024 jadi belum ada penetapan, belum ada tahapan. Saat itu yang bersangkutan belum menjadi bakal calon, tetapi masih pembina PPDI.” terang Sonhaji.

Sonhaji mengaku tidak mempermasalahkan laporan yang dilayangkan itu. Menurutnya, ini negara demokrasi , sah-sah saja orang berekspresi. “Kalau memang ada yang menilai apa yang saya lakukan salah dan berujung pada laporan, sah saja. Yang jelas, nanti saya akan konfirmasi,” paparnya.

Disampaikan Sonhaji, MoU itu dibuat dengan pembina PPDI bukan dengan bacabup. Dan itu semata dilakukan untuk memperjuangkan kesejahteraan perangkat desa. *****

 

Sumber: Surya
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved