Berita Jember

DPRD Kaget, Jember Berpotensi Diterjang Megathrust Tetapi Tidak Miliki Peta Mitigasi Bencana

Ini tidak dimuat, padahal itu juga diatur dalam UU Nomor 27 Tahun 2007 tentang pengelolaan pesisir dan pulau pulau kecil.

Penulis: Imam Nahwawi | Editor: Deddy Humana
surya/imam nahwawi (imamNahwawi)
Pansus DPRD Jember bersama Dinas PRKP dan Cipta Karya Jember rapat peninjauan Substansi Draf Revisi Raperda RTRW 2015. 


SURYA.CO.ID, JEMBER - Merebaknya isu bakal terjadi megathrust alias gempa kuat yang memicu tsunami besar di pesisir Samudra Hindia, menjadi perhatian beberapa daerah di Jatim, termasuk Jember.

Saat ini Panitia Khusus (Pansus) DPRD Jember tengah melakukan pencermatan Draft Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) Rencana Tata Ruang dan Wilayah (RTRW) 2024-2044.

Pencermatan Perda tersebut dilakukan bersama Dinas Perumahan Rakyat Kawasan Pemukiman (PRKP) dan Cipta Karya Jember sebagai penyusun naskah akademik Raperda RTRW ni.

David Handoko Seto, anggota Pansus DPRD Jember mengungkapkan di dalam naskah Revisi Raperda RTRW tersebut, ternyata tidak memuat peta mitigasi bencana. Padahal Bumi Pandhalungan Jember termasuk daerah yang bakal terdampak megathrust dari Samudra Hindia.

"Jember adalah wilayah yang tidak akan pernah luput ketika 20 tahun nanti. Ketika terjadi pergeseran lempeng (tektonik) yang mengakibatkan megathrust, maka berpotensi tsunami berkekuatan 9 skala Richter," kata David, Kamis (15/8/2024).

Selain peta mitigasi bencana tidak dimunculkan dalam naskah akademik RTRW, justru dalam Raperda  menetapkan 31 kecamatan di Jember menjadi kawasan potensi industri.

"Kalau daerah potensi industri, harus diimbangi dengan pemetaan mitigasi bencana. Jadi itu yang kami kritisi dan beberapa lembaga kajian juga menyarankan agar beberapa hal di naskah akademi ini perlu penyempurnaan," kata David.

Menurutnya, Pansus DPRD Jember juga tidak perlu terburu-buru untuk mengesahkan Raperda RTRW ini. Karena ini menyangkut hajat hidup masyarakat 20 tahun yang akan datang. 

"Mereka yang akan merasakan dampaknya, kami boleh salah sebagai pejabat, tetapi kami tidak boleh bohong kepada masyarakat," kata David.

Ketua Fraksi Partai Nasdem DPRD Jember itu menilai naskah akademik Raperda RTRW ini masih terkesan cacat hukum. Sehingga perlu ditinjau ulang untuk disempurnakan.

"Kami meminta kepada Kementerian ATR/BPN untuk perpanjangan waktu pembahasan Raperda RTRW. Karena ini menyangkut hajat hidup yang hari ini ada 2,6 juta rakyat Jember 20 tahun mendatang," kata David.

David mengungkapkan masih banyak sekali substansi di raperda yang perlu penyempurnaan. Seperti masalah kawasan Lahan Sawah Dilindungi (LSD) dan potensi bencana lain di Kabupaten Jember.

"Jember memiliki gunung dan sungai yang sangat rawan longsor ataupun banjir. Belum lagi peta kebutuhan air di Kabupaten Jember. Termasuk kawasan beberapa tambang yang di RTRW ini berbunyi eksisting atau telah beroperasi," jlentrehnya.

Sementara Divisi Pengetahuan dan Data Lembaga Studi Desa untuk Petani (LSDP) Studi Dialektika Indonesia dalam Perspektif (SD Inpers), Bayu Dedie Lukito menambahkan, naskah akademik Draft Revisi Raperda RTRW jelas cacat materiil dan logika.

"Kecacatannya itu tidak ada konsideran yang memuat soal kebencanaan. Sebab Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 yang memuat tentang kebencanaan tidak dimasukan oleh penyusun naskah akademik ni," imbuh Bayu.

Padahal Jember daerah dengan potensi bencana yang tinggi. Karena berada di kawasan Samudra Hindia  diperkirakan akan terdampak langsung saat terjadi megathrust.

"Atau tumbukan lempeng benua Australia yang hari ini ramai diperbincangkan bakal terjadi megathrust di pesisir Jawa berkekuatan 9 magnitudo. Itu berarti berpotensi tsunami di kawasan Selatan Jawa termasuk Jember," kata Bayu.

Selain megathrust dan tsunami, Bayu mengungkapkan Jember juga daerah kawasan bencana akibat tanah bergerak. Tetapi hal itu juga tidak dimasukan dalam naskah akademik Draf Raperda RTRW.

"Padahal masalah itu nyata dan ada. Tetapi tidak dimuat dalam naskah akademik. Kami beranggapan ini cacat secara materi," paparnya.

Lebih jauh, kata Bayu, Raperda RTRW ini juga tidak memuat pengelolaan pulau pulau kecil. Padahal di Jember terdapat 80 pulau berdasarkan Keputusan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) Tahun 2007.

"Ini tidak dimuat, padahal itu juga diatur dalam UU Nomor 27 Tahun 2007 tentang pengelolaan pesisir dan pulau pulau kecil. Ini tidak dimasukan. Atau karena lupa, tidak teliti atau bagaimana si penyusun ini," ulasnya.

Kepala Dinas PRKP dan Cipta Karya Jember, Rahman Anda mengaku hanya memiliki waktu dua bulan sejak mendapatkan persetujuan subtansi, agar segera menyelesaikan Raperda RTRW ini.

"Perda tersebut sangat dibutuhkan oleh masyarakat dan dunia usaha, investor, dan sebagainya. Sebelum 21 Agustus 2024, pembahasan ini harus sudah tuntas dan mendapatkan persetujuan bersama. Karena secara substantif sudah dibahas sesuai prosedur," kilah Rahman. 

Rahman menepis tidak adanya peta rawan bencana dan mitigasi kebencanaan ini raperda ini. Sebab hal tersebut telah diatur secara khusus. "Jadi dua hal tersebut masuk dalam Ketentuan Khusus di Raperda Revisi RTRW Kabupaten Jember," tegasnya. 

Hanya saja, di draft Raperda RTRW tidak mengatur secara rinci soal mitigasi dan peta bencana di kawasan Jember. Alasannya, hal itu akan dibahas secara teknis melalui Raperda Kebencanaan.

"Jember mungkin merupakan satu-satunya kabupaten yang belum mempunyai Perda Penanggulangan Bencana," ulas Rahman.  *****

Sumber: Surya
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved