SURYA Kampus
Sosok Syfa Anak Buruh Tani Jeruk yang Dapat Kuliah Gratis di UGM, Langganan Beasiswa dan Juara Kelas
Inilah sosok Asysyfa Maisarah atau Syfa, anak buruh tani jeruk yang dapat kesmepatan kuliah gratis di Universitas Gadjah Mada (UGM).
Penulis: Putra Dewangga Candra Seta | Editor: Putra Dewangga Candra Seta
SURYA.co.id - Inilah sosok Asysyfa Maisarah atau Syfa, anak buruh tani jeruk yang dapat kesmepatan kuliah gratis di Universitas Gadjah Mada (UGM).
Syfa sejak duduk di bangku sekolah memang sudah langganan beasiswa.
Ia juga selalu menjadi juara kelas.
Meski terlahir dari keluarga sederhana, anak kedua dari tiga bersaudara pasangan Mardion dan Elfa Harningsih ini memiliki tekad kuat untuk mengejar mimpinya.
Yakni bisa kuliah di kampus terkemuka di Indonesia.
Baca juga: Pantesan Kuliah Gratis di UGM, Tabiat Anak Pencari Rumput Tampak Sejak Kecil, Prestasi Tak Main-main
Syfa merupakan anak buruh tani yang tinggal di Desa Sungai Naniang, Kecamatan Bukik Barisan, Kabupaten Lima Puluh Kota, Sumatera Barat.
Sang Ayah, Mardion, hanya tamatan SMP dan bekerja sebagai buruh tani harian lepas yang menggarap lahan jeruk milik orang lain.
Sedangkan ibunya adalah Ibu Rumah Tangga (IRT) yang sesekali membantu sang suami jika ada panggilan kerja.
Sejak dulu, Syfa bisa bersekolah dengan beasiswa. Sehingga ia harus belajar secara konsisten dan ekstra agar beasiswanya tidak dicabut.
Syfa punya hobi membaca buku, baik buku terkait pelajaran atau buku-buku fiksi di perpustakaan sekolah. Karena itu, ia merasa tidak pernah terbebani untuk belajar.
"Bersyukur, selama SMA selalu juara umum dan dapat bintang mata pelajaran terbanyak di tiap semester. Tahun lalu juga dapat medali perunggu untuk Olimpiade Nasional Bahasa Indonesia," ucap dia, dilansir dari laman UGM, Sabtu (20/7/2024).
Meski memiliki memiliki prestasi akademik, Syfa tetap menyempatkan dirinya untuk tetap ikut berorganisasi dengan terjun ke Organisasi Siswa Intra Sekolah (OSIS), tercatat ia pernah menjabat sebagai Sekretaris.
Baca juga: Perjuangan Anak Petani Singkong Bisa Kuliah Gratis di UGM, Cita-cita Terinspirasi dari Najwa Shihab
Syfa juga sempat ditunjuk oleh sekolah untuk mengikuti Sosialisasi Tata Ruang yang diadakan oleh Pemerintah Daerah Kota Padang dan aktif terlibat diskusi dengan banyak perwakilan sekolah lain se-Sumatera Barat.
"Soal biaya yang jadi pertimbangan apalagi jauh harus ke Jawa. Ayah maunya saya ke Pekanbaru saja yang lebih dekat dari sini, sama seperti kakak dulu. Kalau ibu masih ragu tapi tetap mendukung saja yang penting saya yakin dengan apa yang saya pilih, nanti rejeki mengikuti," ucapnya penuh haru.
Saat pengumuman tiba, Syfa diterima kuliah di prodi Akuntansi FEB UGM tanpa tes lewat jalur Seleksi Nasional Berdasar Prestasi (SNBP).
Ia juga lolos sebagai penerima Uang Kuliah Tunggal Pendidikan Unggul bersubsidi 100 persen (UKT 0) sehingga dibebaskan dari biaya pendidikan selama kuliah.
Mardion mengakui biaya kuliah saat ini sangat mahal. Dia menambahkan, untuk satu hari bekerja biasanya dia dibayar upah Rp 50.000.
Itu pun tidak setiap hari, tergantung ada yang butuh atau tidak. Dari pekerjaan sebagai buruh harian lepas ini ia memenuhi kebutuhan sekolah bagi ketiga anaknya.
Beruntung bagi Mardion, anak perempuannya memiliki prestasi akademik yang bagus di sekolah.
Sejak di bangku SMP hingga SMA, Syfa bersekolah selalu langganan juara kelas dan mendapat beasiswa sehingga bebas biaya sekolah.
"Kebetulan SMA dulu dapat beasiswa sejenis boarding school, jadi dapat fasilitas asrama di sana. Kadang kangen sama rumah, tapi harus ditahan untuk hemat ongkos.
Jadinya pulang sebulan sekali saja, pernah juga dua bulan," ucapnya.
Sementara ibu Syfa mengaku bangga saat menerima kabar anaknya diterima di UGM, meski di sisi lain dia dan suaminya ragu karena keterbatasan finansial.
Tahun lalu, kakak Syifa baru saja lulus dari UIN Sultan Syarif Kasim, Riau, dan adiknya masih duduk di kelas 4 SD masih membutuhkan banyak biaya.
"Campur aduk sekali perasaannya, senang tapi bingung, gimana nanti kuliahnya bisa lulus atau tidak, tapi Syfa bilang pasti bisa karena ada beasiswa," cerita Elfa.
Dibalik kecemasannya, Elfa mengaku bersyukur Syfa mendapat beasiswa subsidi UKT 100 persen dari UGM sehingga bisa meringankan beban ekonomi keluarganya.
Menurutnya beasiswa ini sekaligus memberi kesempatan ke masyarakat tidak mampu untuk meneruskan pendidikan ke perguruan tinggi.
Dia berharap agar Syfa dapat lulus tepat waktu dan bisa meraih cita-citanya yang diinginkannya.
Selain itu, kisah perjuangan Gigih Indah Sukma Halwai, anak pencari rumput, bisa kuliah gratis di UGM juga ramai jadi sorotan.
Pantas saja Gigih bisa kuliah gratis di UGM, tabiatnya sejak kecil sudah terlihat.
Prestasi Gigih juga tak main-main di bidang Fisika.
Sejak kecil, Gigih menunjukkan tekad dan kegigihannya dalam mengejar pendidikan.
Mimpi berkuliah di UGM ia upayakan dengan rajin belajar dan mengikuti berbagai perlombaan.
Hasilnya, Gigih berhasil meraih berbagai prestasi, termasuk medali perak dan perunggu di olimpiade fisika dan gelar juara 1 di kompetisi inovasi sains tingkat provinsi.
Anak ketiga dari empat bersaudara ini memang gemar belajar fisika.
Ia aktif mengikuti klub belajar fisika di sekolahnya.
Di klub ini, ia terbiasa membahas soal-soal olimpiade maupun membuat kreasi alat inovasi. Meski terkenal sulit, soal-soal fisika membuatnya merasa senang dan tertantang.
Gigih bersyukur, sang ayah, Muhidin (59), selalu mendukung cita-citanya.
Sosok Muhidin jugalah yang memantik semangat Gigih untuk mengejar pendidikan setinggi-tingginya.
Muhidin tidak pernah memaksa Gigih untuk menjadi juara kelas, baginya yang terpenting adalah Gigih rajin belajar dan memiliki karakter yang baik.
“Saya sebagai orang tua selalu memberikan motivasi, apa pun pandangan atau pendapatnya tidak pernah saya bantah."
"Kalau cita-cita Gigih baik bagi hidupnya di dunia dan akhirat, saya berdoa semoga Tuhan mengabulkan."
"Kalau kuliah di UGM baik untuk hidup Gigih ke depan, keluarga tentu mendukung,” ucap Muhidin, melansir dari laman UGM.
Muhidin, pria asal Desa Tirtanadi, Kecamatan Labuhan Haji, Kabupaten Lombok Timur, Nusa Tenggara Barat, harus menjalani peran sebagai seorang ayah dan ibu bagi keempat putranya.
Sejak istrinya, Purnawati, meninggal dunia pada 2019 lalu, Gigih berjuang sendiri menafkahi sekaligus merawat anak-anaknya.
Bukan hal mudah bagi Muhidin. Apalagi, perkembangan anak bungsunya agak terhambat.
Saat sang istri masih hidup, Muhidin fokus pada profesinya sebagai guru honorer.
Sementara Purnawati mengurus toko kelontong yang ada di depan rumahnya.
Penghasilan dari toko digunakan untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari.
Sepeninggal sang istri, toko tersebut tidak ada yang mengurus sehingga tak ada lagi pemasukan.
Muhidin hanya mengandalkan penghasilan dari mengajar sebagai guru Matematika di MAS NW Korleko.
Dengan penghasilan sebesar Rp 2 juta per bulan, Muhidin harus putar otak untuk mencukupi kebutuhan keluarga.
Terlebih, pada Desember ini, ia tidak lagi menerima uang sertifikasi karena telah memasuki usia pensiun.
Meski masih diperbolehkan mengajar, penghasilannya akan berkurang drastis karena hanya mendapat gaji pokok 500.000 rupiah per bulan.

“Untuk tambah-tambah, setelah mengajar, saya juga ngarit rumput untuk pakan sapi,” ujar Muhidin.
Meski penghasilannya sebagai guru honorer pas-pasan, Muhidin selalu berupaya memenuhi kebutuhan putrinya bernama Indah Sukma Halwai (17), yang punya keinginan kuliah di Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta.
Meski awalnya merasa berat karena memikirkan biaya yang tak sedikit, Muhidin pun akhirnya merestui Gigih mendaftar kuliah di UGM.
Kabar bahagia datang ke Muhidin ketika Gigih dinyatakan diterima kuliah gratis di UGM, karena mendapatkan subsidi UKT 100 persen.
Saat itu, ia dan Gigih terkejut bukan main hingga sang anak harus memeriksa layar beberapa kali.
Ia pun turut memeriksa layar Simaster Gigih dan mendapati bahwa benar, kuliah sang anak di UGM gratis hingga lulus nanti.
Kini, ia dan Gigih tinggal menunggu pengumuman beasiswa KIP Kuliah.
“Saya sangat merasa terbantu dengan adanya subsidi UKT, khususnya dalam keadaan ekonomi yang sulit seperti ini,” ucapnya berterima kasih sambil berdoa agar subsidi ini dapat dimanfaatkan Gigih dengan sebaik-baiknya.
Menjelang keberangkatan Gigih ke Yogyakarta, Muhidin tak henti-hentinya memberikan nasihat.
Ia mengingatkan Gigih untuk selalu menjaga tutur kata dan perilaku di tanah rantau, serta memanfaatkan subsidi yang diterima secara maksimal.
Tak lupa, ia juga berpesan agar Gigih selalu disiplin menunaikan shalat lima waktu.
“Nanti, setelah di Yogyakarta, jaga diri baik-baik. Jaga baik-baik apa yang keluar dari mulut sebab bila salah, itu bisa membahayakan. Bertutur kata yang lemah lembut, sabar, dan jangan lupa sholat,” pesannya.
Gigih tak henti mengucap syukur saat dinyatakan diterima di program studi Fisika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA) UGM.
Ia menjadi satu-satunya murid MAN 1 Lombok Timur yang berhasil masuk UGM melalui jalur Seleksi Nasional Berbasis Prestasi (SNBP) tahun ini.
“Deg-degan, nangis, bahagia, semuanya campur. Saya masih tidak percaya bisa diterima di UGM lewat SNBP. Di sekolah saya, jarang ada yang lulus SNBP,” ceritanya haru saat ditemui di rumahnya yang berada di Desa Tirtanadi, Kecamatan Labuhan Haji, Kabupaten Lombok Timur, Nusa Tenggara Barat.
SURYA Kampus
Asysyfa Maisarah
UGM
kuliah gratis
Anak Buruh Tani Jeruk
Universitas Gadjah Mada (UGM)
SURYA.co.id
surabaya.tribunnews.com
Sumatera Barat
Pantesan Kuliah Gratis di UGM, Tabiat Anak Pencari Rumput Tampak Sejak Kecil, Prestasi Tak Main-main |
![]() |
---|
Kisah Guru Honorer Nyambi Mengarit Rumput Demi Nafkahi Keluarga, Kini Senang Anak Bisa Kuliah di UGM |
![]() |
---|
Perjuangan Anak Petani Singkong Bisa Kuliah Gratis di UGM, Cita-cita Terinspirasi dari Najwa Shihab |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.