Berita Surabaya

Mantan Kajari Bondowoso Puji Triasmoro Menangis di Ruang Sidang: 28 Tahun Mengabdi Tak Dihargai

Mantan Kajari Bondowoso Puji Triasmoro menangis saat menyampaikan pembelaannya di Ruang Sidang Cakra Kantor Pengadilan Tipikor Surabaya

Penulis: Luhur Pambudi | Editor: Cak Sur
SURYA.CO.ID/Luhur Pambudi
Mantan Kajari Bondowoso Puji Triasmoro saat membacakan pembelaan di Ruang Cakra Kantor Pengadilan Tipikor Surabaya, Rabu (3/4/2024). 

SURYA.CO.ID, SURABAYA - Eks Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Bondowoso Puji Triasmoro menangis saat menyampaikan pembelaannya di Ruang Sidang Cakra Kantor Pengadilan Tipikor Surabaya, Rabu (3/4/2024).

Puji Triasmoro menjadi terdakwa atas dugaan suap pengurusan perkara senilai R p475 juta di lingkungan Kejari Bondowoso.

Puji Triasmoro merasa, kontribusinya dalam dunia kejaksaan selama 28 tahun terakhir ini tidak dihargai, gara-gara tersandung kasus yang dianggapnya karena kelakuan anak buahnya di Kejari Bondowoso.

Selain itu, hidupnya sebagai pribadi dan keluarganya juga hancur, karena adanya perkara hukum yang ternyata menyeret-nyeret dirinya hingga ke meja persidangan sejauh ini.

"Hidup saya hancur dengan kasus ini. Saya sudah mengabdi 28 tahun lebih dan tidak ada artinya sama sekali. Keluarga saya hancur semua. Untuk itu saya memohon. Perjuangan saya selama 28 tahun lebih untuk mengabdi pada kejaksaan, tapi tidak ada penghargaan sama sekali karena dugaan seperti itu," ujar Puji Triasmoro seraya menyeka air mata.

Kendati demikian, ia mengaku, dirinya bersalah dan merasa khilaf atas perkara hukum yang sedang dijalaninya.

Bahkan, Puji Triasmoro merasa bahwa perkara hukum yang sedang dijalaninya ini sudah membuat kehidupan pribadinya dan keluarganya hancur.

Oleh karena itu, Puji Triasmoro juga meminta kepada Majelis Hakim persidangan untuk menjatuhkan hukuman ringan kepada dirinya.

"Hidup saya sudah hancur. Saya sebagai tulang punggung keluarga. Saya mohon yang mulia untuk memberikan hukuman untuk saya seringan-ringannya. Kesalahan saya tidak luput dengan anak buah," tuturnya.

Dan ia merasa, bahwa dirinya layak memperoleh keringanan hukuman tersebut. Karena merasa selama berkarir mengabdikan diri pada instansi Adhyaksa lebih dari 28 tahun, ia tidak pernah terlibat pelanggaran disiplin etik profesi.

"Dan yang terakhir, saya selama 28 tahun lebih mengabdi tidak pernah sekalipun tidak pernah dijatuhi hukuman disiplin. Saya mohon kepada Yang Mulia, saya diampuni," kata Puji Triasmoro.
Kemudian, Terdakwa Puji juga memberikan klarifikasi pembelaan atas uang yang diterimanya selama ini.

Namun, Puji Triasmoro mengaku hanya menerima uang pemberian dari terdakwa Alexander Silaen, eks Kasipidsus Kejari Bondowoso, di antaranya Rp 100 juta dan Rp 150 juta.

"Saya mengajukan pleidoi secara lisan. Terkait dengan pemberian uang dari Alex, saya hanya menerima Rp 100 juta dan Rp 150 juta. Terkait yang Rp 225 juta yang di OTT pada hari itu, sama sekali saya tidak menerima," ungkapnya.

Terkait pemberian uang itu, Puji mengaku berbeda dari nominal yang pernah disebut Anshori dari Munandar, sekitar Rp 300 juta.

Selain itu, Puji juga menegaskan, dirinya juga tidak pernah menerima uang sepeserpun dari saksi Munandar.

Pasalnya, sejak tahun 2023 silam, ia mengaku tidak pernah bertemu dengan saksi Munandar secara pribadi. Kecuali dalam acara formal dan resmi berkaitan dengan Forkopimda Bondowoso.

"Begitu juga dengan saksi Munandar. Dari saksi Munandar ini, saya sama sekali tidak menerima secara langsung. Karena saya sejak tahun 2023 tidak pernah lagi bertemu dengan Munandar, kecuali acara yang bersifat resmi," jelasnya.

Kemudian, Puji jua mengakui bahwa dirinya pernah menerima pemberian dari saksi Syamsu Yoni yang merupakan anak buahnya, Kasiintel Kajari Bondowoso.

"Yang saya terima dari Syamsul Yoni, itu pun saya juga kaget untuk menerima. Karena Syamsul Yoni membawa Rp 275 juta. Yang saya terima cuma Rp 125 juta, karena di proyek strategis daerah (PSD) itu ada timnya, dana Rp 150 juta dipakai sebagai fasilitas selaku leading sector di PSD," ungkapnya.

"Jadi saya terima Rp 125 juta itu, katanya dari Munandar, tapi lewat Syamsul Yoni. Tapi dari Munandar sendiri, secara langsung tidak pernah saya terima. Dan ini jangan sampai mereka mengatakan seperti itu, hanya untuk menghindar dari keterlibatan Tipikor. Itu yang saya alami selama ini Yang Mulia," pungkasnya.

Di lain sisi, pembelaan juga disampaikan oleh Tim Penasehat Hukum (PH) Puji Triasmoro, Moh Taufik.

Moh Taufik menyebutkan, Puji Triasmoro merasa namanya dijual oleh terdakwa Alex untuk menekan terdakwa Andhika dan Yossy agar memberikan sejumlah uang atas penghentian perkara dugaan suap.

"Terbukti saksi Alex Kasipidsus telah meminta uang Rp 250 juta kepada saksi Andhika. Dan uang tersebut dengan inisiatif sendiri dengan diberikan kepada terdakwa Rp 100 juta. Terdakwa menerima uang tersebut berkaitan dengan jabatannya sebagai Kajari dan penyerahan uang tersebut tidak berujung pada berhentinya penyidikan," ujar Moh Taufik saat membacakan pembelaan kliennya.

Menurut Moh Taufik, terdakwa Andhika dan Yossy termakan hoax yang dibuat oleh terdakwa Alex yang menyebutkan terdakwa Puji Triasmoro minta uang soal pengurusan perkara.

Hal tersebut diperkuat, bahwa Puji Triasmoro tidak pernah bertemu dan mengenal terdakwa Andhika dan Yossy selama bergulirnya penanganan kasus tersebut di lingkungan Kejari Bondowoso.

Bahkan, terungkap dalam persidangan, Puji Triasmoro tidak pernah memberikan perintah dalam bentuk apa pun kepada terdakwa Alex mengenai permintaan uang terhadap terdakwa Andhika.

"Dan terdakwa Alexander pernah memberikan nominal permintaan uang kepada Andhika dengan dalih sebagai permintaan terdakwa Puji Triasmoro. Ternyata terbukti dalam persidangan, Puji Triasmoro tidak pernah memerintah Alex untuk meminta uang tersebut," ungkapnya.

Kemudian, soal adanya pernyataan 'Kalau bisa dibantu ya dibantu' dalam keterangan terdakwa Alex pada sidang sebelumnya, yang sempat ditafsirkan sebagai permintaan uang oleh terdakwa Alex.

Moh Taufik mengungkapkan, maksud dari pernyataan kliennya dalam konteks percakapan tersebut, adalah bahwa kliennya yang saat itu sebagai Kajari Bondowoso meminta agar terdakwa Alex tidak memaksakan sebuah kasus yang memang tidak dapat dibawa hingga ke ranah penyidikan.

Atau dalam kata lain, maksud Puji Triasmoro kepada Alex saat itu, meminta secara tidak langsung agar Alex tidak memeras pihak terperiksa.

"Dari fakta tersebut, tidak membuktikan adanya kesepakatan mengenai rupiah yang akan diterima oleh terdakwa Puji dan Saksi Alex. Lagi pula dalam fakta tersebut, hanya membuktikan bahwa terdakwa Puji secara umum memberikan arahan khusus, bahwa perkara yang tidak bisa dinaikan penyidikan maka perlu dibantu untuk tidak dipersulit atau diperas," pungkasnya.

Sekadar diketahui, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan empat orang tersangka dalam kasus dugaan tindak pidana korupsi berupa pemberian hadiah atau janji terkait pengurusan perkara di lingkungan Kejaksaan Negeri (Kejari) Kabupaten Bondowoso, Jawa Timur.

Mereka adalah Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Bondowoso Puji Triasmoro dan Kepala Seksi Tindak Pidana Khusus Kejaksaan Negeri (Kasipidsus Kejari) Bondowoso Alexander Silaen

Kemudian, dua orang pihak swasta pengendali CV Wijaya Gemilang, Yossy S Setiawan dan Andhika Imam Wijaya.

Setelah berkas perkara dinyatakan lengkap atau P-21. Penyidik KPK melakukan penyerahan tersangka dan barang bukti kepada Tim Jaksa KPK pada Jumat (26/1/2024).

Sebelumnya, kasus dugaan suap pengurusan perkara di Kejari Bondowoso bermula dari operasi tangkap tangan (OTT) pada Rabu (15/11/2024).

Dalam giat operasi senyap itu, tim penyidik KPK mengamankan uang sebesar Rp 225 juta. Setelah proses gelar perkara, KPK menetapkan empat orang sebagai tersangka.

Yakni Kajari Bondowoso Puji Triasmoro, Kepala Seksi Tindak Pidana Khusus Kejari Bondowoso Alexander Kristian Diliyanto Silaen serta dua pengendali CV Wijaya Gemilang, Yossy S Setiawan dan Andhika Imam Wijaya.

Kasus berawal ketika Kejari Bondowoso mengusut laporan dugaan tindak pidana korupsi terkait pengadaan peningkatan produksi dan nilai tambah holtikultura di Kabupaten Bondowoso, yang dimenangkan dan dikerjakan perusahaan milik Yossy dan Andhika.

Alexander atas perintah Puji, lalu melakukan penyelidikan terbuka atas dugaan tindak pidana korupsi dimaksud.

Selama proses penyelidikan berlangsung, Yossy dan Andhika melakukan pendekatan dan komunikasi intens dengan Alexander dan meminta agar proses penyelidikannya dapat dihentikan.

Menindaklanjuti keinginan Yossy dan Andhika tersebut, selanjutnya Alexander melaporkan kepada Puji.

Diduga Puji menanggapi serta memerintahkan Alexander untuk dibantu.

Ketika proses permintaan keterangan untuk kepentingan penyelidikan sedang berjalan, terjadi komitmen disertai kesepakatan antara Yossy dan Andhika dengan Alexander sebagai orang kepercayaan Puji untuk menyiapkan sejumlah uang sebagai tanda jadi.

Terdakwa Puji Triasmoro dan terdakwa Alexander sebagai penerima suap, didakwa Pasal 12 huruf a UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor sebagaimana telah diubah dengan UU RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 Ayat (1) Ke-1 KUHP Jo. Pasal 65 Ayat (1) KUHP.

Sedangkan Terdakwa Andhika dan Terdakwa Yossy sebagai pemberi suap, dikenakan dakwaan Pasal 5 ayat 1 huruf a atau Pasal 5 ayat 1 huruf b atau Pasal 13 UU Tipikor Jo Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHP.

KPK mensinyalir uang yang telah diserahkan kepada Alexander dan Puji sejauh ini sejumlah total Rp 475 juta.

Di lain sisi, terungkap rekam jejak Puji Triasmoro Jaksa kelahiran di Solo, Jawa Tengah pada 10 Juni 1966 ini. Ia bergelar Magister Hukum yang artinya merupakan lulusan S2.

Dilansir situs Kejaksaan Negeri (Kejari) Tinggi Jawa Timur, Puji dilantik sebagai Kajari Bondowoso pada 9 Maret 2022 di Ruang Sasana Adhyaksa Kejari Jatim.

Sebelum bertugas di Bondowoso, Puji pernah menjadi Kajari Lingga, Kepulauan Riau pada 2016, dikutip dari situs resmi Pemkab Lingga. Termasuk juga pernah menjabat sebagai Asisten Bidang Intelijen di Kejaksaan Tinggi (Kejati) Gorontalo.

Berikut ini riwayat karier Puji, dirangkum dari berbagai sumber, diantaranya sebagai berikut, Kasubsi Produksi Sarana Intelijen Kejaksaan Negeri Maumere Nusa Tenggara Timur (NTT), Kasi Pidum Kejari Maumere NTT, Kasi Pidsus Kejari Sukoharjo Jawa Tengah, Kepala Seksi Penuntutan Umum Kejati Kalimantan Barat.

Kemudian, Kabag Tata Usaha Kejati Kalimantan Tengah. Kajari Lingga Kepulauan Riau, Kajari Grobogan Jawa Tengah, Asisten Intelijen Kejati Gorontalo, Kepala Sub Direktorat Eksekusi dan Eksaminasi di Pidum Kejaksaan Agung, dan Kejari Bondowoso.

Dilansir Kompas.com, selama bertugas di Kejaksaan Agung, Puji pernah menangani kasus dugaan penyebaran berita bohong yang menjerat aktivis dan petinggi Koalisi Aksi Masyarakat Indonesia (KAMI), Jumhur Hidayat.

Berdasarkan Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN), dikutip dari elhkpn.kpk.go.id, periode 31 Desember 2022. Puji Triasmoro tercatat memiliki total kekayaan sebanyak Rp 1.445.246.590.

Tetapi, karena Puji berutang senilai Rp 299 juta, hartanya saat ini 'hanya' tersisa Rp 1.146.246.590.

Ia memiliki 10 tanah dan bangunan yang semuanya berada di Kota Solo dan Kabupaten Sukoharjo, Jawa Tengah senilai Rp 1.186.162.000.

Namun, tiga di antaranya berstatus hibah tanpa akta.

Kemudian, Puji juga mempunyai satu mobil dan satu motor senilai Rp 115 juta.

Ia juga memiliki aset lainnya, seperti harta bergerak lainnya, serta kas dan setara kas.

>>> Ikuti Berita Lainnya di Google News SURYA.co.id

 

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved