Berita Kota Surabaya

Dalam Semalam 6 Driver Ojol Termakan Order Fiktif di Surabaya, Ini Modus Yang Patut Diwaspadai

Cahyo adalah salah warga yang melihat kejadian tersebut. Saat itu ia nongkrong di warung kopi samping Puskesmas Lidah Kulon

Penulis: Tony Hermawan | Editor: Deddy Humana
surya/tony hermawan
Tangkapan layar video memperlihatkan driver ojek online kena orderan fiktif di Lidah Kulon, Kecamatan Menganti, Surabaya. 

SURYA.CO.ID, KOTA SURABAYA - Berangkat dari rumah, para driver ojek online (ojol) langsung mencari lokasi keramaian. Saat keliling di kawasan ramai, mereka berharap aplikasi di handphone (HP) bisa menangkap orderan penumpang ataupun pesanan makanan.

Begitulah cara driver ojol bekerja. Namun di balik ikhtiar mereka mencari rezeki ada saja yang meneror dengan membuat orderan fiktif.

Seperti terjadi Sabtu (23/3/2024) malam lalu, ada sebanyak 6 drivel ojol menjadi korban orderan fiktif makanan by aplikasi. Titik antarnya di sekitaran Puskesmas Lidah Kulon, Kecamatan Menganti sekitar pukul 22.30 WIB.

Cahyo adalah salah warga yang melihat kejadian tersebut. Saat itu ia sedang nongkrong di warung kopi samping Puskesmas Lidah Kulon.

Tiba-tiba datang satu driver ojol membawa banyak makanan namun hingga setengah jam lebih terlihat kebingungan mencari pemesan. Masalah satu driver belum selesai, kemudian datang pula lima driver ojol lain secara bergantian.

"Jadi ada enam orang ojol yang menjadi korban. Pesanannnya juga banyak. Ada order bawa makanan dengan total harga Rp163.000, ada juga yang sampai Rp 370.000," ujarnya

Raut kekecewaan terlihat di para wajah ojol itu. Bagaimana tidak, mereka ternyata menjadi korban order fiktif yang belakangan sangat melukai mereka. Bukan untung yang didapat, mereka justru mengalami kerugian. "Sayangnya saya lupa nama akun yang pesan, pokoknya namanya aneh," kata salah satu driver ojol.

Sekjen DPP Himpunan Pengusaha Daring Indonesia (HIPDA), David Walalangi menanggapi kekacauan itu. Ia mengatakan, modus penipuan itu adalah masalah lama. Saking lamanya, ia sampai menyindir sudah terjadi sejak dari zaman baheula.

"Tetapi ya begitu, aplikator tidak pernah ada solusi untuk memperkecil resiko ojek online dan taksi online terkena orderan palsu," kata David.

David menerangkan, orderan fiktif rentan terjadi pada layanan orderan makanan. Ciri-ciri orderan palsu, nama akun pemesan tidak jelas, makanan yang dipesan banyak, namun dibayar secara tunai alias baru dibayar ketika tiba di alamat yang dituju.

Inilah yang membuat driver menjadi rugi karena harus terlebih dahulu menalangi pembayaran makanan di penjualnya.

"Sebaliknya kalau driver menolak pesanan maka harus siap mendapat resiko nilai performa turun dari aplikator. Kalau sudah gitu, susah dapat orderan," terang David.

Menurut David, seharusnya para aplikator mulai menerapkan sistem pendaftaran ketat untuk konsumen seperti driver saat melamar menjadi mitra. Seperti halnya menginput foto serta data-data konsumen. Sehingga apabila ada konsumen yang jahil terhadap driver, bisa langsung dilacak.

"Aplikator itu ibaratnya membuat pertandingan, sesama driver disuruh bersaing mencari orderan. Tetapi sebaiknya jangan hanya menjadi panitia saja, yang lebih tepat juga harus menjadi wasit. Apabila ada salah satu pihak yang melanggar, maka langsung disemprit," tandasnya. ****

 

Sumber: Surya
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved