Berita Surabaya

Menengok Langgar Berusia 100 Tahun Lebih di Surabaya, Dulu Tempat Diskusi Para Pejuang Kemerdekaan

Berpredikat sebagai Kota Pahlawan, Surabaya memiliki sejumlah bangunan yang sarat dengan nilai sejarah. Salah satunya langgar di Lawang Seketeng

|
Penulis: Bobby Constantine Koloway | Editor: Cak Sur
SURYA.CO.ID/Bobby Constantine Koloway
Langgar Dukuh Kayu di Lawang Seketeng, Peneleh, Surabaya, yang berdiri sejak Januari 1893. 

SURYA.CO.ID, SURABAYA - Berpredikat sebagai Kota Pahlawan, Surabaya memiliki sejumlah bangunan yang sarat dengan nilai sejarah.

Di antaranya, ada Langgar Dukuh Kayu yang berdiri sejak 1893 silam dan konon pernah menjadi salah satu lokasi diskusi para pejuang kemerdekaan.

Sesuai namanya, Langgar Dukuh Kayu yang berada di Lawang Seketeng, Peneleh, Surabaya itu berbahan dasar kayu jati.

anak-anak mengaji di Langgar Dukuh Kayu
Anak-anak mengaji di Langgar Dukuh Kayu

Meski berusia lebih dari satu abad, tiang-tiang Langgar Dukuh Kayu masih kokoh menyangga bangunan dua lantai tersebut, sehingga masih berfungsi sebagaimana langgar pada umumnya.

"Tahun pembuatan langgar ini didasarkan pada tulisan arab Pegon yang terbaca dalam bahasa Jawa: Awitipun jumeneng puniko langgar tahun 1893 sasi setunggal. Yang kalau diartikan, mulai didirikan tahun 1893 bulan pertama," kata Ketua Kelompok Sadar Wisata Kampung Sejarah Lawang Seketeng (Pokdarwis), Andri Adi Kusumo saat ditemui di Langgar Dukuh Kayu.

Langga Dukuh Kayu ini berdiri megah di tengah perkampungan Lawang Seketeng, menurut Andri, kawasan tersebut awalnya merupakan kawasan kosong.

Mengutip penjelasan sejumlah sejarawan, aula langgar sering digunakan pejuang sebagai lokasi pertemuan di sela pertempuran.

"Bangunan ini, merupakan bangunan panggung. Lantai 2 dipakai sebagai lokasi ibadah. Lantai pertama untuk aula pertemuan," jelas Andri.

Tak seperti masjid modern, langgar ini berdiri tanpa kubah.

"Bangunan lawas yang dibangun sebelum orde baru biasanya tanpa kubah. Di sini, juga ada relief-relief bergambar teratai yang memang sedikit dipengaruhi suasana Hindu-Budha, serta gambar bintang yang banyak dikaitkan dengan bintang Majapahit," Andri memaparkan.

Dinding langgar juga masih dilapisi kayu penutup atau yang sering disebut sirap.

"Sirap ini kalau dihitung, tidak sama dengan orang satu dengan yang lainnya," tuturnya.

Mirip barisan pada sisik ikan, sirap tersebut melambangkan sebuah barisan yang tertata.

"Ini seperti waktu salat, harus tertata rapi," ujar Andri menjelaskan makna filosofis bangunan ini.

Di dalam langgar, masih ditemukan beberapa barang yang diduga merupakan peninggalan masa lalu. Di antaranya, beberapa naskah tulisan tangan, ukiran kaligrafi, tombak, tongkat, peti hingga kunci pintu (grendel) dan engsel yang hasil produksi dari Belanda.

Halaman
12
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved