Hikmah Ramadhan 2024

Hikmah Ramadhan, The Power of "Puasa" oleh Prof Dr H Abd Halim Soebahar MA

Kita harus terus mengkaji The Power of “Puasa”, karena berpuasa, khususnya puasa Ramadhan, membawa banyak berkah dan hikmah.

Editor: Cak Sur
Istimewa
Wakil Ketua Umum MUI Provinsi Jawa Timur, Prof Dr H Abd Halim Soebahar MA. 

Prof Dr H Abd Halim Soebahar MA
(Wakil Ketua Umum MUI Provinsi Jawa Timur)

SURYA.CO.ID - Alhamdulillah, kita sangat bersyukur diberi kesempatan berpuasa Ramadhan.

Kesempatan yang selalu kita impikan, dan sejak memasuki bulan Rajab kita selalu berdoa memperoleh keberkahan selama bulan Rajab dan bulan Sya’ban dan bisa menangi bulan Ramadhan, bulan yang penuh berkah dan sebulan kita akan melaksanakan ibadah puasa.

Puasa, dalam bahasa arab disebut “shaum” dan “shiyam”. Dalam Alquran, kata-kata yang berarti puasa tersebut dalam beberapa ayat, yaitu Surah al-Baqarah ayat 183, 184, 185, 187, 196, Surah al-Maidah ayat 89, 95, Surah an-Nisa’ ayat 92, Surah al-Mujadilah ayat 4, Surah Maryam ayat 26 dan Surah al-Ahzab ayat 35.

Inti puasa adalah mengendalikan diri, menahan diri dari makan dan minum serta perbuatan-perbuatan tertentu sejak terbit fajar sampai terbenamnya matahari, sehingga sebulan dalam setahun kita dilatih menjalani kehidupan yang berbeda dari hari-hari biasa.

Tidak makan sesuai jadwal di mana biasanya kita makan, atau menahan desakan melakukan hubungan seksual bisa menjadi sesuatu yang sulit, kecuali bagi mereka yang kemampuan kontrolnya baik.

Tidak makan dan tidak minum bukan sekedar melatih fisik agar sehat dan kuat. Fokusnya justru pada kendali diri, yakni mampukah seseorang mengendalikan diri hingga saraf-saraf otaknya tidak memerintahkan tangannya mengambil makanan/minuman nikmat yang ada di depannya?

Bisakah kendali dirinya menahan untuk tidak menggauli istrinya yang molek menggoda?

Yang ditantang adalah kendali diri dan ketahanan imannya menghadapi nafsunya sendiri.

Ayat yang paling sering dikutip dalam mimbar-mimbar Ramadhan, adalah ayat 183 surat al-Baqarah, “Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana telah diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu, agar kamu bertakwa”.

Tulisan ini ingin mengemukakan kekuatan ibadah puasa (the power of puasa).

Pertama, Allah SWT menyeru/mengundang orang-orang yang beriman dengan kata kerja aktif (amanu). Ini menunjukkan bahwa iman, sebagai kata kerja, bersifat aktif dan dinamis, kadang naik kadang turun sebagaimana diungkapkan Nabi Saw, “Iman itu bisa bertambah dan bisa berkurang/al-imanu yazidu wa yanqushu”.

Dengan redaksi demikian, seolah ingin mengundang semua orang yang dihatinya ada iman, baik yang sudah kuat atau yang masih lemah, yang teguh atau rapuh, yang tebal atau tipis, dengan seruan yang sangat mesra: “Ya ayyuhal ladina amanu…”

Kedua, jika terhadap objek yang diseru/diperintah Allah SWT menggunakan kata kerja aktif, isi perintah itu sendiri dinyatakan dengan kata kerja pasif, yaitu kutiba alaikum as-shiyam… (dituliskan, ditetapkan, dan diwajibkan atas kamu berpuasa).

Kenapa dalam perintah puasa Allah SWT tidak menggunakan amar yang lugas dan tegas seperti perintah salat (aqimish shalata lidzikri), zakat (khudz min amwalihim shadaqatan tuthahhiruhum) dan haji (wa atimmul hajja wal umrata lillah)?

Halaman
123
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved