Pilpres 2024

Respons Menteri Jokowi yang Disorot di Film Dirty Vote, Yusril Sebut Tak Layak Disebut Dokumenter

Sejumlah menteri mereaksi film Diry Vote yang dirilis tanggal 11 Februari 2024 bertepatan hari pertama masa tenang pemilu dan disiarkan pukul 11.00 WI

Editor: Musahadah
kolase surya.co.id/tribunnews/istimewa
Erick Thohir dan Zulkifli Hasan merespons film Dirty Vote yang mencatut para menteri terlibat dukung paslon di Pilpres 2024. 

Yusril Nilai Bukan Film Dokumenter

Yusril Ihza Mahendra yang Sempat Digadang Jadi Menkopolhukam. Beri tanggapan menohok.
Yusril Ihza Mahendra yang Sempat Digadang Jadi Menkopolhukam. Beri tanggapan menohok. (Tribunnews)

Terpisah, Guru besar hukum tata negara, Yusril Ihza Mahendra, menilai bahwa film “Dirty Vote” tidak bisa disebut sebagai dokumenter.

Sebab, konten utama dalam tayangan yang hampir berdurasi dua jam itu adalah cuplikan pemberitaan dan tanggapan dari tiga pakar hukum.

"Ketiga pakar tersebut mengomentari berbagai hal yang terjadi dari berbagai pemberitaan, kemudian mereka memberikan pendapat. Ya pendapat itu bisa ditafsirkan oleh banyak orang, termasuk adanya kemungkinan kecurangan Pemilu 2024," kata Yusril dalam keterangan tertulisnya.

Mantan Menteri Sekretaris Negara period 2004-2007 itu juga menyoroti waktu perilisan filmnya, yang ditayangkan pada masa tenang dan beberapa hari menjelang hari pemilihan. Oleh sebab itu, sangat wajar jika beberapa orang menilai film tersebut sebagai propaganda.

 “Ada yang mengatakan ini ‘Dirty Vote’ versus ‘Dirty Propaganda’. Satu judul film mengatakan soal pemilu yang kotor, satunya lagi soal propaganda kotor terhadap pihak tertentu yang berasa di seberang dari si pembuat film,” ujar dia.

Yusril, yang juga Ketua Umum Partai Bulan Bintang (PBB), menyebut politik sebagai sesuatu yang dinamis. Sehingga, sangat wajar apabila ada orang yang semula mengaku tidak tertarik pada politik, kemudian ikut meramaikan pesta demokrasi.

Pernyataan itu merupakan tanggapan terhadap perubahan sikap calon wakil presiden nomor urut 2 Gibran Rakabuming Raka, yang menjadi sorotan dalam film Dirty Vote.

"Saya melihat itu sebenarnya normal saja. Bisa juga kita katakan politik itu dinamis. Mungkin satu ketika anak presiden belum tertarik pada dunia politik, tapi sekarang bisa saja berubah dan tertarik masuk ke dalam dunia politik," kata Yusril.

Ihwal isu yang diangkat dalam film, seperti ketidaknetralan penyelenggara dan pejabat negara dalam pelaksanaan pemilu, tidak hanya dialamatkan kepada pasangan Prabowo-Gibran semata. Pasangan calon Ganjar Pranowo-Mahfud MD menjadi pihak lain yang turut dituduh melakukan kecurangan.

Sayangnya, hanya sedikit sekali tayangkan yang memperlihatkan pasangan Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar.

“Sehingga wajar saja orang bertanya-tanya ini film sponsornya siapa, membawa pesan paslon tertentu atau tidak," tegas Yusril.

Kendati terkesan tendensius dan propaganda, mantan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia periode 2001-2004 itu menyampaikan bahwa film tersebut adalah bagian dari kebebeasan berekspresi.

"Tayangan film ini kita hormati sebagai kebebasan berekspresi. Orang berbeda pendapat itu normal saja. Kalau tiga orang akademisi yang muncul dalam tayangan itu mengkritisi pemilu, toh orang juga bisa mengkritisi terhadap pandangan yang mereka sampaikan," kata Yusril.

Terakhir, dia mengingatkan agar masyarakat tidak terpecah belah setelah menonton film tersebut. Pasalnya, perbedaan pendapat dan pilihan adalah hal yang lumrah, sehingga harus disikapi dengan bijaksana.

Halaman
123
Sumber: Tribunnews
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved