SURYA Kampus
Cerita Seru Syasya, Mahasiswi Unair yang Kuliah di University of Waterloo Kanada, Aktif Berkegiatan
Begini keseruan Syasya Nadia Rahmah, mahasiswi Universitas Airlangga (Unair) yang berkuliah di University of Waterloo, Kanada.
Penulis: Christine Ayu Nurchayanti | Editor: Musahadah
SURYA.CO.ID - Kisah seru datang dari salah seorang mahasiswi Universitas Airlangga (Unair), Syasya Nadia Rahmah.
Kini, Syasya Nadia Rahmah mahasiswi Unair tengah menempuh pendidikan di Kanada.
Adapun, mahasiswi Fakultas Teknologi Maju dan Multidisiplin (FTMM) Unair tersebut sedang berkuliah di University of Waterloo.
Ia berkesempatan mencicipi pendidikan di University of Waterloo berkat program Indonesian International Student Mobility Awards (IISMA).
Selama menjalani pendidikan di Kanada, Syasya Nadia Rahmah tak menyia-nyiakan kesempatan.
Dirinya aktif dalam berbagai kegiatan.
Selain itu, ia juga tidak lupa untuk mengeksplorasi Kanada.
Rencananya, Syasya Nadia Rahmah akan berkuliah di sana hingga Desember 2023.
Lantas, bagaimana keruan Syasya selama menempuh pendidikan di Kanada?
Tempug Perjalanan Tiga Hari
Untuk sampai di tujuan, Syasya Nadia Rahmah melakukan perjalanan hingga tiga hari, meliputi Surabaya, Jakarta, Incheon, Narito, Montreal, hingga Toronto.
“Ketika sampai di Waterloo, suasana kampus masih sepi dan cuacanya sangat dingin.
Aku juga mengalami jet lag, jadwal tidur menjadi terbalik 180 derajat.
Beberapa hari kemudian, aku mengikuti berbagai kegiatan yang sangat seru hingga empat hari berturut-turut,” terang Syasya, dilansir Surya.co.id dari Unair.ac.id.
Butuh dua minggu baginya untuk beradaptasi setibanya di Kanada.
Pengalaman belajar menjadi sebuah perjalanan mandiri yang penuh tantangan bagi mahasiswi asal Malang itu.
Sebelum memulai pembelajaran, mahasiswa diberi waktu untuk mempelajari dan memahami materi terlebih dahulu.
University of Waterloo menggunakan dua pendekatan utama dalam sistem pembelajarannya.

Kuliah umum berfokus pada penyampaian penyampaian materi secara langsung dan biasanya dihadiri oleh 200 hingga 300 mahasiswa.
Di sisi lain, tutorial merupakan kelas kecil dengan yang dirancang untuk diskusi secara mendalam.
“Aku kebanyakan kelas pagi, sehari mengikuti satu hingga dua.
Terdapat satu kelas yang selesainya sekitar pukul sembilan malam.
Kelas yang LEC cenderung lebih santai, namun aku harus banyak belajar agar tidak ketinggalan.
Profesor yang mengajar sering menanya dan mengajak diskusi, dengan konten yang tidak terlalu high context,” jelas Syasya.
Eksplor Tempat Baru
Syasya aktif dalam berbagai kegiatan di University of Waterloo.
Mahasiswi Rekayasa Nanoteknologi (RN) itu mengikuti beberapa kegiatan seperti Chinese Martial Arts, Skate Club, dan beberapa kegiatan sukarelawan.
“Di Waterloo sering sekali terdapat event ataupun volunteering seperti pembicara, rally, hingga gatherings yang tidak membutuhkan biaya pendaftaran.
Selain mengikuti kegiatan kampus, aku sering mengeksplor daerah Waterloo.
Di sini menggunakan Watcard (seperti KTM) untuk bepergian, kalau transportasi dalam Waterloo menggunakan ION Train dan GRT Bus Gratis,” ungkapnya.
Baca juga: 17 Mahasiswa Universitas Ciputra Surabaya Raih Beasiswa IISMA 2022 dari Kemendikbud
Selain aktif dalam berbagai kegiatan kampus, Syasya juga senang mengeksplor hal baru.
Ia semaksimal mungkin memanfaatkan waktunya untuk berkunjung ke tempat baru seperti park, kawasan yang menjual makanan, hingga hidden spots yang hanya diketahui oleh warga lokal.
“Sementara ini, aku sudah ke Toronto dan Niagara Falls.
Ketika di Toronto, aku merasa ini seperti di film, gedung pencakar langit modern, dan beragam orang kumpul di kota metropolitan Kanada ini.
Senang banget, masyarakat di sini sangat ramah dan baik banget memberi bantuan selama perjalanan,” ucap Syasya.
Syasya memberi pesan bahwa mahasiswa harus berani mengambil keputusan dan menghadapi berbagai rintangan.
Percaya diri, kerja keras, dan belajar dengan giat adalah kuncinya.
Kisah Ivanna Zakiyah, Alumnus Unila yang Jadi Dosen Bahasa Indonesia di Harvard University
Kisah inspiratif juga datang dari salah satu alumnus Universitas Lampung (Unila), Ivanna Zakiyah.
Di usianya yang masih muda, Ivanna alumnus Unila berksempatan untuk menjadi dosen di Harvard University, Amerika Serikat.
Di Harvard University, Ivanna alumnus Unila mengajar mata kuliah Bahasa Indonesia.
Adapun, dirinya berhasil mengajar di Negeri Paman Sam berkat program beasiswa.
Ivanna Zakiyah merupakan awardee program beasiswa Fulbright FLTA (Foreign Language Teaching Assistant).
Melalui program beasiswa tersebut, ia berkesempatan mengikuti program di Harvard University selama setahun.
Pada mulanya, ia ingin mengikuti program tersebut untuk menyebarluaskan budaya Indonesia.
Ivanna ingin para mahasiswa internasional di Harvard University kenal lebih jauh dengan budaya Tanah Air. ,
Di satu sisi, ia menyukai bidang pendidikan dan bahasa.
Gadis asal Lampung tersebut merupakan alumnus Unila dengan jurusan Pendidikan Bahasa Inggris di FKIP.
Selama kuliah, dilansir Surya.co.id dari Kompas.com, Ivanna pernah mengikuti SEA Teacher Program di Cebu, Filiphina.
Saat mengikuti program tersebut, ia belajar mengajar bahasa Inggris untuk murid dari latar belakang yang berbeda-beda.
Pengalaman tersebut membuatnya ingin terus mempelajari budaya dan bahasa.
Setelah menyelesaikan studi di Unila tahun 2019, Ivanna dan temannya fokus mendirikan kursus bahasa Inggris @withenglish.id bersama temannya.
"Aku tertarik karena program Fulbright FTLA ini unik dan sesuai background aku di pendidikan, selain mengajar Bahasa dan budaya Indonesia, aku juga bisa belajar dengan mengaudit kelas di Harvard University," terang Ivanna kepada Kompas.com, Kamis (26/10/2023).
Ivanna menerangkan, program Fulbright FTLA ini merupakan program satu tahun yang memberinya kesempatan mengajar kelas non-kredit di Ash Center for Democratic Governance and Innovation, Harvard Kennedy School.
"Sistem kelasnya non-kredit open lecture, terbuka untuk siapa saja yang ingin belajar Bahasa Indonesia dari daerah Boston, yang belajar ada yang dari Harvard, Boston University, dan lain-lain," papar Ivanna.
Dia menambahkan, di Harvard juga ada kelas Bahasa Indonesia kredit di Departemen South Asian Studies dengan dosen pengampu Ibu Sakti.
Selama menjalani program ini, Ivanna aktif mengobservasi kelas Bahasa Indonesia Ibu Sakti di Harvard Faculty of Arts (South Asian Study) dan terus belajar cara mengajar BIPA dengan efektif dari beliau.
Selama mengajar Bahasa Indonesia di Harvard University, mahasiswa yang mengikuti kelas tersebut karena tertarik dan biasanya ada rencana penelitian di Indonesia seperti meneliti Orang Utan, meneliti film Asia, dan lain-lain.
Ada juga yang heritage learner karena memiliki keluarga orang Indonesia.
"Mahasiswa di sini sangat antusias saat aku berbagi tentang Indonesia.
Mahasiswa yang ikut kelas kebanyakan bukan asli Amerika karena di Harvard banyak pendatang dari berbagai negara," imbuh Ivanna.
Selama mengikuti program ini, Ivanna juga bisa menikmati berbagai fasilitas seperti museum, perpustakaan dan mengikuti seminar-seminar. (Unair.ac.id/Kompas.com)
>>>Ikuti Berita Lainnya di News Google SURYA.co.id
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.