Berita Viral
3 FAKTA Video Viral Kampung Mati di Semarang, Tak Ada Hal Mistis, Ini Penyebab Belasan Rumah Kosong
Inilah sederet fakta tentang video viral penampakan Kampung Mati di Cepoko Gunungpati, Semarang. Ternyata penyebabnya bukan teror mistis.
Penulis: Putra Dewangga Candra Seta | Editor: Putra Dewangga Candra Seta
SURYA.co.id - Terungkap sederet fakta tentang video viral penampakan Kampung Mati di Cepoko Gunungpati, Semarang.
Menurut video yang beredar, disebutkan belasan rumah di lokasi tersebut ditinggal begitu saja oleh penghuninya.
Mereka disebut meninggalkan rumah karena mendapat teror mistis.
Tapi ternyata faktanya tidak demikian.
Belasan rumah terbengkalai di RT 4 RW 1 Kelurahan Cepoko Gunungjati, Kota Semarang, Jawa Tengah itu ternyata bukanlah kampung mati seperti yang diisukan.
Bahkan teror mistis yang disebut-sebut jadi penyebabnya ternyata cuma isapan jempol.
Berikut rangkuman faktanya melansir dari Tribun Jateng.
1. Bukan Kampung Mati
Warga Cepoko Raya, Eri mengatakan kawasan tersebut bukanlah kampung mati seperti informasi yang tersebar di beberapa video.
Menurut Eri, dahulu lokasi itu sebagai tempat bisnis properti.
"Nggak bener itu kampung mati. Dulunya untuk simpanan barang barang, bukan dihuni," kata Eri Sabtu (14/10/2023).
Musanusi, satu di antara pekerja yang ikut membangun rumah tersebut mengaku kaget, saat mendengar bekas proyek rumahnya kini disebut sebagai kampung mati.
"Ini harus diluruskan. Jadi bukan kampung mati, dulunya memang ada aktivitas di situ.
Ada yang menghuni, tapi bukan berarti kampung mati," ucapnya Sabtu (14/10/2023).
2. Terjadi Penjarahan
Menurutnya, dahulu lokasi tersebut menjadi kompleks perumahan golongan menengah yang dibangun sekitar tahun 1980-an.
Namun, kondisi di Kelurahan Cepoko yang dulu masih sepi, membuat keamanan perumahan tersebut minim.
Alhasil, banyak terjadi penjarahan yang membuat penghuni rumah satu persatu berpindah.
"Dulu awalnya itu hanya 2-3 rumah. Terus nambah-nambah.
Tapi karena di sini dulu sepi, ada garong masuk rumah. Minta-minta uang, terus yang punya rumah takut," jelasnya.
Musanusi menambahkan, kawasan perumahan tersebut mulai kosong sekitar tahun 2000-an.
Sejak saat itu, lokasi perumahan tidak dihuni hingga sekarang.
"Itu tanah sekitar 5 hektar sudah kosong sejak tahun 2000-an," imbuhnya.
Musanusi menampik jika perumahan tersebut sebagai tempat angker.
Menurutnya, warga sekitar tak pernah menjadi korban teror seperti yang tersebar di media sosial.
"Warga sekitar menganggap di sini tidak angker malah.
Mungkin kalau ada hantu kakek tua kemungkinan ya gitu, namanya lelembut ya bisa saja ada. Karena rumah lama nggak ditempati. Tapi kami tidak menganggap di sini angker," sambungnya.
3. Tidak ada teror mistis
Sesepuh Kelurahan Cepoko, Suharno juga membantah kawasan tersebut sebagai lokasi yang mistis.
Dirinya belum pernah mendapat laporan warga mengenai teror kemistisan di lokasi tersebut.
"Saya jadi RW sejak 11 tahun kurang lebih tahun 90n. Belum pernah menerima laporan adanya hal-hal yang mistis," katanya saat dikonfirmasi melalui sambungan telepon, Sabtu sore (14/10/2023).
Ia menjelaskan, pengosongan rumah di lokasi tersebut merupakan imbas dari kasus pencurian yang membuat warga di sana tidak betah.
"Itu faktor keamanan, bukan karena faktor mistis atau apa menurut saya. Dulu sering kemalingan, ada saja yang dicuri.
Nah lama-lama kan warga eggak betah, terus ditinggal penghuni,"
"Dan setelah ditinggal terus kosong, perawatan diserahkan ke orang-orang. Ternyata malah semakin menjadi, yang punya rumah tidak kerasan." terangnya.
Bocah SD Penghuni Kampung Mati
Berbicara tentang kampung mati, sebelumnya seorang bocah SD penghuni kampung mati di tengah hutan sedang viral di media sosial.
Bocah SD yang tengah ramai di jagad maya tersebut bernama Septi.
Septi merupakan siswi kelas 3 sekolah dasar (SD).
Ia dan keluarganya tinggal di sebuah kampung mati di tengah hutan di Yogyakarta.
Sosoknya viral setelah kisah perjuangannya untuk pergi ke sekolah dibagikan di media sosial.
Demi bersekolah, Septi rela berjalan kaki sejauh 3 kilometer.
Bukan jalan biasa, ia harus melewati medan yang sulit agar bisa sampai ke sekolah.
Bagaimana kisahnya?
Keluarga Septi tinggal di Kampung Suci, Desa Sidomulyo, Kecamatan Pengasih, Kabupaten Kulonprogo, Yogyakarta.
Untuk ke sekolah, Septi harus menempuh jalan yang dirimbuni pepohonan dan terdapat tebing.
Septi juga harus melewati sungai dan jembatan bambu yang sudah mulai rusak.
Belum lagi, Septi harus melewati pepohonan bambu yang terlihat angker saat hari mulai gelap.
Melansir TribunnewsBogor.com, meski harus berjalan kaki dengan kondisi jalanan yang mengerikan, Septi tetap semangat pergi ke sekolah.
"Kalau hujan juga tetap berangkat (sekolah)," kata Ayah Septi, Sumiran dilansir TribunnewsBogor.com dari Youtube Jejak Bang Ibra, Senin (29/5/2023).
Jarak yang ditempuh Septi dari rumah ke sekolah lalu kembali lagi ke rumah sekitar 3 kilometer.
Itu artinya, ia itu harus jalan kaki sepanjang 3 km setiap hari demi bisa bersekolah.
Septi biasa diantar jemput ke sekolah oleh ibu atau ayahnya pada pagi hari.
Meski harus jalan jauh, Septi pun tetap semangat dan ceria.
"Kalau sama ibu jalan kaki, kalau sama bapak kadang digendong. Karena kan (bapak) tangannya besar," kata Septi.
Bukan cuma jaraknya yang jauh dari mana-mana, keluarga Septi juga hanya tinggal seorang diri di kampung tersebut.
Semua warga di Kampung Suji itu sudah pergi meninggalkan tempat tinggal mereka, tersisa keluarga Septi.
Tinggal di rumah yang berada di tengah-tengah hutan membuat Septi akrab dengan lingkuhan sekitarnya.
Ia pun sering menghabiskan waktu untuk bermain di sungai yang berada di tengah perjalanan menuju ke rumahnya.
"Jembatannya sudah mau rusak, aku takut, tapi ya aku pilih hati-hati saja," kata Septi dengan riang.
Meski hanya tinggal bertiga saja dengan ayah dan ibunya, namun Septi mengaku nyaman.
"Tinggal di hutan seneng, aku bisa jaga hewanku. Anjing, kucing, ayam," katanya bercerita.
Rumah septi dan orangtunya pun terbilang sangat sederhana.
Terbuat dari kayu dan lantainya masih tanah, rumah Septi terlihat cukup luas.
Di sekelilingnya tampak pepohonan dan kebun bekas rumah warga yang ditinggalkan.
Sepulang sekolah, Septi biasanya makan masakan ibunya.
Masakan kesukaan Septi pun sangat sederhana, yakni nasi dan tempe bacem.
"Karena di gunung sulit kan untuk cari lauk, jadi dia makan sama tempe, kadang kecap," kata Sumiati.
Meski makan dengan lauk seadanya, Septi pun tetap ceria.
Apalagi ia sesekali bercanda dengan hewan peliharaannya yang berkeliaran di dapur.
"Kalau makan sering digangguin sama ayam dan kucing," kata Septi sambil melahap nasi dan tempe bacemnya.
Hidup dengan kondisi yang sangat sederhana, Septi nyatanya tumbuh menjadi anak yang piawai dalam hal seni.
Septi yang memiliki hobi melukis itu ternyata memiliki kemampuan menggambar dengan bagus.
Di meja belajar sederhananya yang terbuat dari papan kayu dan kursi dari drigen bekas, ia menggambar berbagai karakter favoritnya.
"Kalau mau lihat (aku) gambar, aku bisa apa saja," katanya dengan yakin.
Benar saja, di buku gambarnya itu Septi dengan luwesnya menggambar unicorn.
Dengan tangan kirinya, Septi pun menggambar unicorn dengan sangat detail dan tidak membutuhkan waktu yang lama, tidak sampai 1 menit.
"Cita-cita aku ingin jadi guru lukis," kata Septi sambil memperlihatkan hasil gambarnya.
>>>Ikuti Berita Lainnya di News Google SURYA.co.id
berita viral
Semarang
Cepoko Gunungpati
Kampung Mati
teror mistis
SURYA.co.id
surabaya.tribunnews.com
Rekam Jejak Darwis Moridu, Ayah Wahyudin Moridu yang Dikuliti Imbas Anaknya Ucap Rampok Uang Negara |
![]() |
---|
Perjuangan Siswi SMK Indramayu Nyambi Jadi Kurir, Nyaris Putus Sekolah karena Tunggakan Rp4,9 Juta |
![]() |
---|
2 Kejanggalan Kematian Brigadir Esco yang Dibunuh Briptu Rizka, Keluarga Yakin Pembunuhan Berencana |
![]() |
---|
Siapa Ida Yulidina? Istri Menkeu Purbaya Yudhi Sadewa yang Tenyata Mantan Model Majalah Femina |
![]() |
---|
Jadi Komisaris Pertamina usai Mundur dari Kepala Kantor Komunikasi Presiden, Ini Profil Hasan Nasbi |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.