Berita Kota Surabaya

Sahat Minta Maaf Lewat Pleidoi, Kutip Ayat Suci dan Minta Hakim Ampuni OB Yang Terseret Kejahatannya

Sahat Tua P Simandjuntak diduga menerima uang senilai Rp 39,5 miliar, sehingga didakwa dua pasal berlapis

Penulis: Luhur Pambudi | Editor: Deddy Humana
surya/luhur pambudi
Sidang Kasus korupsi dana hibah pokok pikiran (Pokir) APBD Pemprov Jatim, melibatkan terdakwa, Wakil Ketua DPRD Jatim nonaktif, Sahat Tua P Simandjuntak di Ruang Sidang Candra Kantor Pengadilan Tipikor Surabaya, Jumat (15/9/2023). 

SURYA.CO.ID, KOTA SURABAYA - Korupsi memang kejahatan kemanusiaan yang berat, bahkan sampai seorang office boy (OB) bernama Rusdi ikut terseret kejahatan yang melibatkan Wakil Ketua DPRD Jatim nonaktif, Sahat Tua P Simandjuntak.

Sahat yang menjadi terdakwa dugaan korupsi dana hibah pokok pikiran (Pokir) APBD Pemprov Jatim pun meminta hakim mengampuni Rusdi. Itu disampaikan Sahat saat membacakan pleidoi yang tertuang dalam empat lembar kertas HVS di hadapan majelis hakim di Ruang Sidang Candra Kantor Pengadilan Tipikor Surabaya, Jumat (15/9/2023) siang.

Pantauan SURYA, Sahat membacakan pleidoinya mulai pukul 15.56 WIB. Setelah sebelumnya lebih dulu penasehat hukum (PH) terdakwa Rusdi, Hermawan Harta Adam, membacakan nota pembelaan kliennya. Kemudian disusul PH terdakwa Sahat, Bobby Wijanarko membacakan nota pembelaan merampungkan bacaannya.

Dengan suara berat, Sahat membacakan pleidoinya microphone ruang persidangan yang terhubung dengan alat pengeras suara di kedua sisi ruangan.

Pada bagian pertama, Sahat menyampaikan sejumlah poin keberatannya atas dakwaan dan tuntutan yang disampaikan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) selama jalannya persidangan sejak beberapa bulan lalu.

Intinya, Sahat tetap menolak didakwa dan dituntut melakukan korupsi dana hibah sekitar Rp 39,5 miliar, seperti dalam agenda sidang sebelumnya.

Pria berkemeja batik lengan pendek bermotif flora berpadu warna kuning itu tetap bersikukuh hanya menerima uang dari kedua terdakwa sebelumnya, yaitu Abdul Hamid dan Ilham Wahyudi, senilai total Rp2,75 miliar, melalui perantara Rusdi.

Rinciannya, tahap pertama Rp 1 miliar, tahap kedua Rp 250 juta, tahap ketiga Rp 500 juta dan tahap keempat Rp 1 miliar yang akhirnya membuat Sahat terkena operasi tangkap tangan (OTT) KPK, pada taggal 14 Desember 2022.

"Sedangkan sisanya Rp 36 miliar sebagaimana kesaksian saudara Hamid dan saudara Eeng, Ilham diberikan pada almarhum Kosim. Uang itu tidak pernah saya terima," ujar Sahat.

Sahat juga menegaskan tidak pernah membuat kesepakatan meminta uang dengan siapapun terkait persentase fee 20 persen atau berapapun persentase tentang pengusulan dana hibah. Ia menyebutkan, kesaksian yang bermuatan informasi tersebut seperti disampaikan oleh terdakwa Abdul Hamid dan Ilham, pada sidang beberapa waktu lalu, tidak benar.

"Uang puluhan miliar itu sangat besar dan tidak mungkin secara logika ada orang yang menyerahkan orang dan orang itu tidak pernah tahu uang tersebut sampai atau tidak pada penerimanya," kilahnya.

Kemudian Sahat menegaskan sama sekali tidak mengenal sosok Kosim yang kerap disebut-sebut memiliki peran seperti terdakwa Rusdi, penghubung Sahat dengan terdakwa Ilham Wahyudi dan Abdul Hamid, sebelum tahun 2022.

Padahal Sahat mengaku mengenal kedua terdakwa tersebut pada tahun 2022. Itu pun saat keduanya datang ke kantor tempatnya berdinas. Dan tidak pernah dikenalkan oleh siapapun.

"Dalam fakta persidangan saudara Abdul Hamid dan Ilham Wahyudi mengatakan tidak pernah mengetahui dan tidak menyaksikan almarhum Kosim menyerahkan uang berturut-turut sampai Rp 36,5 miliar kepada saya. Dan tidak pernah terkonfirmasi kepada saya dari Abdul Hamid Ilham Wahyudi atau Kosim," jelasnya.

Melalui pleidoinya pula, Sahat memanfaatkannya untuk kembali memohonkan ampun untuk Rusdi, OB sekaligus staf sekretariatan DPRD Jatim yang terseret kasus hukumnya. Ia menyebut, Rusdi hanya menjalankan perintahnya.

Bahkan Rusdi juga tidak tahu menahu mengenai berbagai istilah yang berkelebatan sepanjang persidangan kasus ini, seperti dana hibah, pokmas, apalagi ijon fee atau sejenisnya. Sahat sampai meminta belas kasihan hakim untuk mengampuni Rusdi yang memiliki tiga anak yang masih berusia sekolah.

"Saya juga memohon maaf kepada Rusdi. Tolong maafkan saya, Rusdi. Semoga yang mulia berbalas kasihan memberikan keringanan hukuman kepada Rusdi," ungkapnya, seraya menyentuh pundak Rusdi yang duduk di sisi kanannya

Kasus hukum yang bermula saat terkena OTT KPK pada Desember 2022 silam, bagi Sahat seperti mengalami 'kematian', bak dijemput oleh malaikat maut. Tetapi ia menyebut, malaikat maut jenis ini tak lantas menandaskan nafas hidupnya. Melainkan merampas karier, cita-cita, impian dan masa depan yang telah dibangunnya sejak muda.

Ia mengutip sebuah fase kehidupan yang gamang, hidup seperti mati dan mati seperti hidup. Namun dengan berpedoman pada nas Alkitab Mazmur 40 Ayat 13, Sahat akhirnya menemukan titik balik yang menguatkannya.

Bahwa selama jalannya sidang, Sahat berjanji dan bersumpah menyampaikan segala sesuatunya secara benar. Dan kebenaran dalam ucapannya itu, juga telah disumpah mirip seperti nas Alkitab Mazmur 32 Ayat 5, bahwa sumpah selama persidangan kasus ini mengikat dirinya, bersama manusia yang lain, dan Tuhan.

Sahat menyadari betul, bahwa kasus hukum yang menyeretnya hingga berkalang penyesalan sampai hancur lebur babak belur kali ini, bukanlah ujian dari Tuhan.

Melainkan Sahat menganggap tak ubahnya batu yang mengandung langkah kaki akibat perbuatannya sendiri. Dan keyakinan tersebut, juga terdapat pada penggalan nas yang dibacanya dari Alkitab Yacobus 1 Ayat 13. "Dan saya menyadari, perkara yang menjerat saya ini bukanlah cobaan dari Tuhan. Karena ini adalah kesalahan saya," katanya.

Karenanya, Sahat juga tak lupa untuk menyampaikan permohonan maaf kepada jajaran Pemprov Jatim, anggota DPRD Jatim, dan anggota Partai Golkar, tempatnya berkarir.

Ia menyampaikan permohonan maaf atas kelakuannya selama ini. Terutama atas kasus hukum yang menjeratnya hingga terimbas pada seluruh anggota partai dari tingkat desa hingga pusat.

"Saya mungkin bukan kader yang baik tetapi saya Insya Allah selalu berusaha melakukan yang terbaik untuk Partai Golkar. Pada kesempatan kali ini saya mengutip QS Al Isra Ayat 7; jika kamu berbuat baik, kamu berbuat baik untuk dirimu sendiri. Dan jika kamu berbuat jahat, maka itu untuk dirimu sendiri," pungkasnya.

Sementara JPU KPK, Rio mengatakan, pihaknya bakal menyampaikan replik terhadap terdakwa Rusdi secara lisan, pada pekan depan. Kemudian pada pekan depan juga, ia menambahkan, pihaknya juga bakal memberikan replik atas pleidoi terdakwa Sahat. Namun dilakukan secara tertulis.

"Untuk terdakwa Rusdi, kami memberikan replik secara lisan. Sedangkan terdakwa Sahat, kami sampaikan secara tertulis," ujar Rio.

Diberitakan sebelumnya, Wakil Ketua DPRD Jatim nonaktif, Sahat Tua P Simandjuntak terdakwa kasus korupsi dana hibah pokok pikiran (Pokir) APBD Pemprov Jatim dituntut oleh JPU KPK dengan pidana penjara 12 tahun, denda Rp 1 miliar, dan dicabut hak politik menduduki jabatan publik selama lima tahun.

Hasil sidang tuntutan tersebut disampaikan oleh JPU KPK Arif Suhermanto, dalam agenda sidang lanjutan di Ruang Sidang Candra Kantor Pengadilan Tipikor Surabaya, Selasa (8/9/2023).

Sekadar diketahui, Wakil Ketua DPRD Jatim nonaktif Sahat Tua P Simandjuntak diduga menerima uang senilai Rp 39,5 miliar, sehingga didakwa dua pasal berlapis dalam kasus korupsi dana hibah APBD Pemerintah Provinsi Jatim.

JPU KPK menyebutkan, Sahat terbukti telah menerima suap dana hibah dari dua terdakwaAbdul Hamid dan Ilham Wahyudi selaku pengelola kelompok masyarakat (pokmas) tahun anggaran 2020-2022

Dakwaan pasal Sahat, pertama terkait tindak korupsi, kolusi dan nepotisme dalam Pasal 12 huruf a Jo Pasal 18 UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU RI No 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU No 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP Jo Pasal 65 ayat (1) KUHP.

Dakwaan kedua terkait suap, Pasal 11 Jo Pasal 18 UU RI No 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana telah diubah dengan UU RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Pasal 65 ayat (1) KUHP. ****

 

Sumber: Surya
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved