Berita Kota Surabaya

Korupsi DAK di Dispendik Jatim, Para Kasek SMK Ungkap Modus Kepala Dinas Menyunat Bantuan Sekolah

Dalam kasus ini, campur tangan Syaiful mengakibatkan kerugian negara Rp 8,2 miliar, dari kucuran DAK Rp 63 miliar.

Penulis: Luhur Pambudi | Editor: Deddy Humana
surya/luhur pambudi
Sidang lanjutan dugaan kasus korupsi Dana Alokasi Khusus (DAK) Dinas Pendidikan (Dispendik) Jatim tahun 2018 di Pengadilan Tipikor Surabaya, Selasa (12/9/2023) siang. 

SURYA.CO.ID, KOTA SURABAYA - Sebanyak 10 kepala sekolah (kasek) SMK dari beberapa daerah di Jatim bersaksi dalam dugaan korupsi Dana Alokasi Khusus (DAK) untuk bantuan sekolah tahun 2018 yang menjerat mantan Kadispendik Jatim, Syaiful Rachman, Selasa (12/9/2023).Terdakwa lainnya adalah mantan kepala SMK swasta di Jember, Eny Rustiana.

Dalam sidang lanjutan di Pengadian Tipikor Surabaya itu, para saksi mendengarkan terdakwa Syaiful Rachman
memberikan instruksi untuk menyerahkan proses pembangunan sebagian komponen ruang praktik siswa (RPS) SMK, atap dan mebeler, kepada pihaknya.

Instruksi tersebut didengar oleh para saksi saat diundang dalam empat kali Bimbingan Teknis (Bimtek) yang diselenggarakan oleh Dispendik Jatim di beberapa lokasi, seperti Kota Surabaya, Mojokerto dan Sidoarjo. Dalam kasus ini, campur tangan Syaiful mengakibatkan kerugian negara Rp 8,2 miliar, dari kucuran DAK Rp 63 miliar.

Ketua Majelis Hakim, Arwana sempat melakukan voting untuk melakukan pendataan terhadap para saksi yang hadir dalam sidang kali ini, apakah sempat menyaksikan dan mendengar pernyataan langsung terdakwa Syaiful Rachman yang saat itu sebagai kadispendik, untuk menangani separo pembangunan RPS tersebut.

Para saksi dibacakan sepenggal keterangan dalam BAP yang menyebut adanya instruksi tersebut. Kemudian para saksi dimintai keterangan satu per satu secara bergiliran.

Hasilnya, dari 10 orang saksi ada enam orang yang mengaku mengetahui dan mendengar keterangan tersebut. Sedangkan empat orang saksi lainnya tidak karena dua orang ragu-ragu dan dua orang lainnya, mengaku tidak pernah menjadi peserta bimtek tersebut.

"Ada 4 orang, masing-masing 2 ragu-ragu, 2 tidak ikut bimtek. Atau mengaku di depan hakim tidak mendengar pernyataan. Lalu 6 yang mengaku mendengar (instruksi Syaiful)," ujar Hakim Ketua Arwana.

Sementara salah satu saksi yaitu kasek dari salah satu sekolah di Jombang, SN mengatakan, sekolahnya kala itu memperoleh DAK setelah mengajukan proposal yang dibuat oleh tim sarana prasarana internal sekolah kepada Dispendik Jatim.

SN mengingat, keseluruhan uang DAK yang dicairkan nanti bersifat swakelola. Anehnya, pada beberapa komponen pembangunan yaitu atap dan mebeler, ternyata diserahkan ke pihak Dispendik Jatim. Informasi tersebut diperolehnya setelah mengikuti serangkaian bimtek yang dilaksanakan oleh Kadispendik Jatim kala itu.

"Memang ada beberapa item pembangunan yang didrop atau dikirim. Saat bimtek itu, untuk pengerjaan atap bukan swakelola. Nanti bahannya dikirim dan uangnya ditransfer. Berapa kali bimteknya, saya lupa," ujar saksi SN.

Kemudian kasek sebuah SMK Plus di Jombang, berinisial MAM mengungkapkan, pada beberapa penyelenggaraan bimtek, ia melihat kehadiran Syaiful Rachman sebagai Kadispendik Jatim saat itu.

Pertemuan dalam format acara bimtek tersebut, ia anggap sebagai upaya Dispendik Jatim membimbing 60 SMK mencairkan DAK termasuk melaksanakan pembangunan RPS di masing-masing sekolah.

Namun, lanjutnya, kemudian terungkap bahwa khusus untuk pembangunan rangka atap dan mebeler semuanya diserahkan kepada Dispendik Jatim, melalui serangkaian pembayaran bertahap.

"Yang menyampaikan gambar dan teknis, adalah Pak Agus di bagian perencanaan. Soal pembangunan atap instruksi diambil provinsi, Insya Allah seingat kami langsung disampaikan Pak kadis (Syaiful Rachman,Red)," kata MAM.

Ada pula kasek yang mengaku sempat menyetor sejumlah uang secara bertahap agar komponen rangka atap pembangunan RPS dapat segera dikirim. Ia adalah kasek di sebuah SMK Cerme Gresik, yaitu YTH.

YTH mengaku pernah menyetorkan sejumlah uang kepada terdakwa Eny agar memperoleh pasokan bahan rangka dan atap untuk pembangunan RPS.

"Saya transfer ke Bu Eny sebesar Rp 200 juta, dan tak lama kemudian rangka atapnya datang. Tetapi tidak langsung dikerjakan karena baru beberapa minggu kemudian ada tukang yang datang mengerjakan. Itu sudah melampaui tahun 2018, namun tetap diteruskan pengerjaannya," ungkap YTH.

Bahkan YTH mengaku pernah diundang mengikuti sebuah bimtek yang dilaksanakan oleh Kadispendik Jatim. Dan selama mengikuti bimtek tersebut, ia juga mendengar keterangan langsung terdakwa Syaiful Rachman yang memberikan instruksi agar segera mempercepat pembayaran kepada terdakwa Eny.

"Lalu ada undangan dari dinas dari staf Pak Saiful. Yang ditanyakan beberapa sekolah yang belum selesai. Ia mengimbau agar Bu Eny segera menyelesaikan, mengingat waktunya melampaui. Bu Eny, menurut saya, adalah yang mengerjakan," pungkas YTH.

Kemudian ada juga keterangan saksi selanjutnya yang sempat menyebut pelarangan para peserta bimtek membawa ponsel ke dalam ruangan. Keterangan tersebut disampaikan oleh seorang kasek dari sebuah SMK di Menganti, Gresik, berinisial AI.

Saksi AI mengungkapkan, mengetahui peraturan aneh tersebut saat mengikuti bimtek di sebuah hotel kawasan Jalan Juanda, Kecamatan Sedati, Kabupaten Sidoarjo, pada 19 Januari 2019. Seingatnya saat itu, forum tersebut merupakan evaluasi terhadap seluruh sekolah yang belum menyelesaikan tahapan pembangunan RPS dengan skema akal-akalan para terdakwa.

"Ada undangan di WA, tanggal 13 Januari di hotel halogen (Sedati) dan tidak boleh diwakilkan. Tepat waktu. Saat mau masuk ruangan, semua HP ditaruh di luar ruangan," ungkap AI.

Lalu proses pembuatan laporan pertanggungjawaban DAK yang telah diserahkan ke masing-masing sekolah, namun pada beberapa bagian lainnya ditangani oleh pihak dinas.

Ternyata Ketua Tim P2S sebuah SMK di Lamongan, berinisial RRF, tidak ambil pusing. Di hadapan majelis hakim, wanita berkerudung merah itu menyampaikan bahwa sekolahnya tetap membuat LPJ untuk pembangunan gedung dari pondasi hingga dinding.

Sedangkan untuk rangka dan atap bangunan, ia mengaku menuliskan keterangan dengan mencantumkan nama Eny ke dalam sebuah laporan pembuatan LPJ khusus komponen rangka atap dan mebeler.

"Saya bekerja sesuai instruksi kasek. Karena kasek yang ikut bimtek (soal apakah ada instruksi soal pembuatan LPJ tidak tahu sama sekali). LPJ itu ditulis, 'untuk atap dan mebeler ditransfer ke Bu Eny', begitu," ungkap RRF.

Lalu di penghujung sidang, kedua terdakwa diberikan kesempatan oleh majelis hakim memberikan tinjauannya. Namun kedua terdakwa hanya memanfaatkannya dengan menyampaikan pernyataan.

Terdakwa Syaiful Rachman menyayangkan, keterangan para saksi cenderung menjawab lupa selama persidangan berlangsung. Kemudian mengenai salah satu sekolah SMK di Menganti yang tidak menggunakan fasilitas dana pembangunan atap.

Ia menyebutkan, perizinan atas hal tersebut bukan melalui dirinya. Melainkan kepada kepala bidang Dispendik Jatim.

"Yang SMK Al Azhar tidak menggunakan atap seusai dengan yang lain, itu persetujuannya melalui kepala bidang. Sekolah itu memakai cor dek, ke Pak Agus sebagai perencana," ujar Syaiful Rachman yang memakai kemeja warna putih dari layar monitor persidangan tersebut.

Kemudian terdakwa Eny menampik keterangan dari sejumlah saksi yang menyebutkan dirinya tidak mengirimkan bahan baku rangka atap untuk pembangunan RPS, seusai proses pentransferan uang.

"Saya tanpa pertanyaan, cuma menanggapi. Ada yang salah, Yang Mulia. SMK A Yani Lamongan sudah kami bangun atap mulai Agustus. Sudah saya kirim barang. SMK Raden Paku juga sudah juga kita kirimi material. Tetapi pembangunannya belum selesai," ujar Eny yang memakai kerudung warna putih bermotif bunga-bunga itu.

Kasus korupsi ini terungkap ketika mantan Kadispendik Jatim, Syaiful Rachman dan mantan kepala SMK swasta di Jember, Eny Rustiana, menyunat dana renovasi pembangunan atap dan pembelian mebeler untuk seluruh SMK se-Jatim.

Nilai kerugian negara akibat praktik korupsi yang dilakukan kedua tersangka itu sekitar Rp 8,2 miliar. Dana tersebut bersumber dari DAK Dispendik Jatim tahun 2018, yang nilai totalnya Rp 63 miliar.

Seharusnya uang tersebut dialokasikan ke 60 SMK; yaitu 43 SMK negeri dan 17 SMK swasta untuk pembangunan ruang praktik siswa (RPS), pembangunan rangka atap rangka berbahan Besi WF (Wide Flange Iron), beserta pembelian perabotan mebeler.

Panit Subdit III Tipikor Ditreskrimsus Polda Jatim, Ipda Aan Dwi Satrio Yudho menerangkan, dalam pelaksanaannya ternyata proses pencairan dana tersebut disunat oleh kedua tersangka. Modusnya, beberapa prosedur pembelian material pembangunan dan perabotan mebeler diwajibkan melalui mekanisme akal-akalan yang disusun kedua tersangka.

Cara kerjanya, khusus untuk pengadaan perabotan mebeler dan atap rangka berbahan Besi WF, diwajibkan melalui mekanisme pencairan dana yang dikelola melalui kedua tersangka.

Semua kasek SMK swasta dan negeri diinstruksikan untuk memberikan sebagian dari dana alokasi tersebut dengan besaran berbeda-beda kepada para tersangka.

Agar siasat itu berjalan mulus, tersangka Syaiful Rachman mengumpulkan semua kasek SMK negeri dan swasta di sebuah tempat pertemuan untuk melakukan rapat internal. Dalam rapat tersebut, para kasek dilarang membawa ponsel.

Selama rapat. Aan menambahkan, tersangka Syaiful Rachman memberikan instruksi khusus agar proses pembelian rangka atap dan mebeler dapat dilakukan secara kolektif kepada tersangka Eny Rustiana.

"Dalam acara tersebut, para kasek sekolah dikumpulkan oleh kepala dinas dan diimbau agar semua ponsel tidak dimasukkan ke dalam ruang rapat. Kadis menyampaikan terkait pengadaan atap dan mebeler, nanti dikelola oleh saudara ER," kata Aan dalam jumpa pers di Ruang Pertemuan Gedung Ditreskrimsus Mapolda Jatim, Kamis (3/8/2023) lalu. ****

Sumber: Surya
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved