Bayi Tertukar di Bogor
TUNTUTAN Keluarga Bayi Tertukar di Bogor saat Laporkan RS Sentosa ke Polisi, Tolak Jaminan Kesehatan
Inilah tuntutan dua keluarga bayi tertukar di Bogor kepada RS Sentosa saat melaporkan kasusnya ke Polres Bogor pada Jumat (1/9/2023).
SURYA.co.id - Inilah tuntutan dua keluarga bayi tertukar di Bogor kepada RS Sentosa saat melaporkan kasusnya ke Polres Bogor pada Jumat (1/9/2023).
Keluarga bayi tertukar di Bogor melaporkan RS SEntosa atas dugaan pelanggaran Undang-Undang Perlindungan Konsumen.
Terlapor dalam kasus bayi tertukar di Bogor ini adalah rumah sakit sebagai badan usaha, bukan orang per orang seperti perawat.
Laporan diajukan oleh Dian Prihatini dan Siti Mauliah sebagai ibu dari dua bayi tertukar, didampingi kuasa hukum masing-masing.
Dian dan Siti sempat diperiksa selama 5 jam di ruang Satreskrim Polres Bogor.
Baca juga: CERITA SEDIH Kelahiran Bayi Tertukar di Bogor: Butuh 1,5 Tahun Hamil, Ayah Meninggal Jelang Lahir
"(Proses laporan) Dari jam 16.00 sampai jam 21.00, lima jam," Kuasa Hukum Ibu D, Binsar Aritonang kepada wartawan, Jumat malam.
Pantauan TribunnewsBogor.com (grup surya.co.id), Ibu Siti dan Ibu D yang hadir saat pembuatan laporan Polisi ini terlihat santai.
Bahkan sesekali kedua korban ini terlihat tertawa bercanda bersama para kuasa hukum yang mendampinginya.
Binsar mengatakan bahwa saat para korban dimintai keterangan oleh penyidik, memang cukup banyak pertanyaan yang diajukan.
"Kita gak hitung ya, banyak sih (pertanyaan penyidik)," kata Binsar Aritonang.
Dia menjelaskan bahwa laporan Polisi ini terkait dugaan pidana yang dilakukan oleh pihak rumah sakit.
"Pasalnya, pokoknya udah kita laporkan, pokoknya dugaan pidana terkait tertukar bayi milik klien kami di Rumah Sakit Sentosa," kata Binsar.
Setelah laporan Polisi ini, kata dia, ke depannya pihaknya juga akan melakukan upaya hukum perdata terkait perkara ini.
Tuntutan ke RS Sentosa
Tuntutan yang diajukan Dian dan Siti sama sebagai korban dari bayi tertukar yang merupakan kelalaian rumah sakit.
"Kami ini equal, Ibu Dian dan Bu Siti itu sama, sama-sama korban dan sama-sama merasakan hal yang sama," kata Kuasa Hukum Ibu D, Binsar Aritonang kepada wartawan sebelum memasuki gedung Satreskrim Polres Bogor.
Binsar menjelaskan bahwa penawaran-penawaran kompensasi dari pihak rumah sakit terkait jaminan pendidikan sampai SMA dan kesehatan yang sebelumnya ditawarkan telah ditolak.
Karena pendidikan atau kesehatan, kata dia, sudah ditanggung oleh negara.
"Kalau ganti rugi tidak ada yang bisa menilai kerugian yang klien kami hadapi. Satu tahun jauh dari anak kandung sendiri, siapa yang menilai kerugian itu kalau dari segi imateril," kata Binsar Aritonang.
Dalam laporan polisi ini, pihak korban menuntut pihak RS menunjukan tanggung jawabnya seperti apa atas kejadian ini.
"Pertanggung jawaban dari rumah sakit, apapun itu bentuknya," kata Binsar Aritonang.
Hal yang serupa disampaikan oleh Kuasa Hukum Ibu S, Rusdy Ridho.
Pihak keluarga Ibu S atau Ibu Siti menuntut keadilan atas perkara bayi tertukar ini.
"Ya mendapatkan keadilan lah, apa yang sudah mereka (korban) alami satu tahun ini, mereka minta keadilan," kata Rusdy Ridho.
Rusdy mengatakan bahwa terkait tawaran konpensasi yang ditawarkan pihak RS pun dia nilai tak masuk akal, karena hal itu sudah menjadi hak dasar pendidikan dan kesehatan ditanggung negara.
"Kalau berbicara kerugian imateril itu tidak bisa diuangkan saya kira, tapi kami lebih memberikan edukasi bahwa rumah sakit tidak boleh semena-mena mengorbankan hak-hak pasien dan konsumen," ungkap Rusdy Ridho.
Pihak Rumah Sakit Tak Bisa

Sebelumnya, Direktur RS Sentosa Bogor Margaretha Kurnia menyatakan tidak bisa memenuhi ganti rugi yang diminta pihak keluarga bayi tertukar.
Hal itu terungkap saat Margaretha Kurnia hadir di acara Hotroom Metro TV yang dipandu pengacara kondang Hotman Paris pada Kamis (31/9/2023).
Dalam cara tersebut tampak hadir juga kuasa hukum salah satu korban, Rusdy Ridho dan Deputi Perlindungan Khusus Anak Kemenppa, Nahar.
Dalam acara itu, pengacara kawakan ini menanyakan biaya ganti rugi pada kuasa hukum Dian, Rusdy Ridho.
"Saya pengin tahu angkanya aja deh (biaya ganti rugi)," tanya Hotman lagi.
Baca juga: SOSOK Margareth Kurnia Direktur RS Sentosa Diskakmat Hotman Paris Gara-gara Ganti Rugi Bayi Tertukar
"Menurut Bang Hotman, berapa nominal yang layak?" tanya balik Rusdy.
"Kalau saya mah triliunan," ujar Hotman.
"Mungkin (pihak korban mengajukan gugatan) triliunan juga (ke RS Sentosa)," kata Rusdy Ridho.
Tapi di Indonesia, Hotman berharap tidak begitu.
"Nilai kemanusiaan di Indonesia enggak setinggi di luar negeri sana, makanya semua orang pakai asuransi," kata Hotman.
Hotman rupanya membandingkan kasus bayi tertukar tersebut dengan kasus yang terjadi di Amerika Serikat.
"Rumah sakit sudah mengakui bahwa ada malpraktik di kalangan bawahannya.
Undang-undang udah tegas tindakan bawahan adalah tanggung jawab majikan.
Kalau ini terjadi di Amerika itu sudah triliunan.
Hukum kita ada kerugian materiil dan immaterial," ungkap Hotman Paris.
Deputi Perlindungan Khusus Anak Kemenppa, Nahar memberikan tanggapan soal usulan Hotman Paris terkait biaya ganti rugi triliunan dari rumah sakit ke korban bayi tertukar.
Ganti rugi tersebut harusnya berlandaskan pada kepentingan anak semata.
"Apakah anda mendukung kalau si ibu menuntut ganti rugi yang besar? atau anda mendukung pihak rumah sakit yang hanya menawarkan ganti rugi fasilitas kesehatan gratis?" tanya Hotman Paris.
"Kami indikatornya adalah kepentingan anak," kata Nahar.
"Menurut anda tawaran dikasih berobat gratis itu masuk akal enggak?" tanya Hotman lagi.
Pakar Kesehatan Wahyu Andrianto mengatakan bahwa kesabaran yang telah diberikan Siti Mauliah sudah terlalu banyak.
"Menurut saya kesabarannya sudah cukup lama yah, ini kan kasus sudah setahun lebih seharusnya ada penyelesaian secara segera," kata Wahyu.
"Tadi kan udah ada kesepakatan mau mendiskusikan lagi. Yang pantas itu kebutuhan anak, tidak hanya fisik tapi psikis juga," ujar Nahar.
Enggan menerima jawaban standar dari Kemenppa tersebut, Hotman mendebat Nahar.
Menurut Hotman, harusnya pihak rumah sakit memberikan ganti rugi senilai fantastis untuk para korban.
"Jadi bapak sebagai pejabat, kalau ibu ini menuntut ganti rugi yang sangat besar itu masuk akal?" tanya Hotman Paris.
"Diukur sesuai dengan kebutuhan," jawab Nahar.
"Tidak bisa pak, kalau kerugian immateriil tidak bisa diukur dengan kebutuhan berapa susunya, berapa bayinya, bajunya. Konsep kerugian immateriil itu adalah sanksi kalau kita lalai, tidak dihitung uang itu berapa," ungkap Hotman Paris.
"Nanti ukurannya seberapa mampu, mudah proses pengalihan hak asuh ini bisa dilaksanakan. Kalau tidak makanya perlu dukungan ahli, konsultasi," ucap Nahar.
Pihak rumah sakit masih belum bisa mengiyakan usulan dari Hotman Paris soal ganti rugi fantastis tersebut.
"Kami mengharapkan, karena ini kasus kemanusiaan, bisa diselesaikan dengan kekeluargaan," ungkap Margaretha Kurnia.
"Ada tawaran apakah Rp100 miliar atau Rp200 miliar?" tanya Hotman.
"Kami belum bisa, nanti kuasa hukum dan perlu dibicarakan lebih lanjut lagi," jawab Margaretha.
Di acara ini, Margaretha justru menyalahkan perawat yang lalai dalam membuat dua gelang bayi dengan nama ibu yang sama.
Menurut pihak RS Sentosa, urusan gelang bayi hingga kasus bayi tertukar adalah ulah perawat.
Sementara pihak manajemen dan pimpinan rumah sakit tidak mengetahuinya.
"Kami mengakui bahwa ada ketidakhati-hatian dalam menjalankan prosedur yang ada. Juga tidak melaporkan ke manajemen, lalutidak melihat aduan itu sebagai warning sehingga tidak dilaporkan ke manajemen," ungkap Margaretha Kurnia dilansir TribunnewsBogor.com, Kamis (31/8/2023).
Mendengar penjelasan pihak rumah sakit, Hotman Paris kembali bertanya soal aksi cepat Siti Mauliah yang menyadari bayinya tertukar satu tahun lalu.
Hingga akhirnya pihak rumah sakit pun jujur soal lambannya kasus tersebut diketahui pimpinan rumah sakit.
Untuk diketahui, Siti Mauliah dan Dian melahirkan bayi di tanggal 18 Juli 2022.
"Tapi kan awal-awal beberapa sesudah melahirkan ibunya sudah ke rumah sakit, sudah menanyakan hal tersebut. Waktu itu kok rumah sakit tidak cepat tanggap?" tanya Hotman Paris.
"Ibu Siti datang ke rumah sakit tanggal 26 Juli 2022, itu datang ke petugas kami. Tapi karena petugas kami merasa overconfident (sepele) dan menganggap bahwa itu tidak mungkin terjadi maka tidak disampaikan ke manajemen. Jadi kami tahu setelah tanggal 19 Mei 2023," ujar Margaretha Kurnia.
"Hah? sudah 10 bulan," tanya Hotman keheranan.
"Setelah itu tanggal 19 Mei kami melakukan penyelidikan rumah sakit," kata Margaretha Kurnia.
Alibi yang diurai pihak rumah sakit segera ditanggapi pengacara Siti Mauliah, Rusdy Ridho.
Dengan nada bicara tegas, Rusdy menjabarkan aturan hukum yang dilanggar pihak rumah sakit.
Hal tersebut diungkap Rusdy agar pihak rumah sakit tak serta merta menyalahkan perawat saja dalam kasus kliennya.
"Pertanggungjawaban itu tidak bisa dibebankan hanya kepada karyawan, nakes saja. Sudah ada pelanggaran SOP, jadi rumah sakit tidak menerapkan SOP standar. Itu umur bayi 0-6 (hari), ibu ini tidak mendapatkan IMD, inisiasi menyusui dini. Ibu Siti melahirkan pagi Senin, ketemu anaknya Selasa pagi, harusnya pagi itu dia ketemu anaknya. Kemudian ibu ini tidak IMD selama satu jam pertama. Kemudian ada yang dilanggap PP Nomor 33 tahun 2012 terkait pemberian ASI eksklusif, di situ ada soal rawat gabung. Saya kita pangkal dari permasalahan ini karena di rumah sakit itu tidak diberikan fasilitas rawat gabung. Jadi ibu dan anak ini dipisah," ungkap Rusdy Ridho.
Setuju dengan pernyataan Rusdy Ridho, Hotman Paris menyentil pihak rumah sakit.
Bahwa kesalahan anak buah adalah kesalahan majikannya juga.
"Lagipula, sekalipun murni yang salah adalah perawat, tapi itu tetap tanggung jawab kewajiban, Pasal 13 Nomor 67 KUH Perdata, bahwa tindakan dari anak buah dalam rangka pekerjaan adalah tanggung jawab majikan," kata Hotman Paris.
Sebagian artikel ini telah tayang di TribunnewsBogor.com dengan judul RS Dituntut Ini Oleh Korban, Kuasa Hukum Sebut Kerugian Bayi Tertukar Tak Ada yang Bisa Menilai
>>>Ikuti Berita Lainnya di News Google SURYA.co.id
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.